Selama pengunjung boleh menaiki area atas Candi Borobudur, niat pemerintah menaikkan harga tiket masuk demi menjaga kelestarian cagar, hanyalah omong kosong

Koridor.co.id

Candi Borobudur
Candi Borobudur

Mulanya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan beralasan bahwa kenaikan tiket harga masuk Candi Borobudur adalah demi menjaga warisan budaya dunia itu.

Luhut menyebut bahwa situs sejarah yang berada di Magelang Jawa Tengah itu mengalami ancaman pelapukan, perubahan iklim, hingga gempa bumi. Termasuk perilaku pengunjung yang membuat batu candi semakin rusak. Mulai dari vandalisme, hingga membuang sampah sembarangan.

Kemudian pemerintah merencanakan kenaikan tiket Rp750.000 untuk warga lokal dan dan USD100 untuk turis asing. Jumlah pengunjung dibatasi hingga 1.200 orang per hari. Namun niat tersebut akhirnya urung karena banyak protes yang dilayangkan sejumlah pihak. Penundaan itu diusulkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan disetujui oleh Luhut.

“Kita postpone dulu. Tadi Pak Menteri (Luhut) sudah menyampaikan, Pak Gub itu kita postpone dulu, biar tidak terjadi cerita yang ke mana-mana,” ungkap Ganjar, Selasa (7/6/2022).

Meski akhirnya kenaikan harga tiket masuk Taman Wisata Candi Borobudur dibatalkan, namun niat tertunda itu menjadi tanda bahwa pemerintah sebenarnya sama sekali tidak bertekad dalam melindungi pelestarian cagar bangunan candi.

Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Margana menyampaikan sesungguhnya Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) telah memperingatkan, sebagian tanah mulai amblas karena tidak mampu menahan beban jumlah pengunjung yang begitu banyak.  Kurang lebih hampir 11 ribu pengunjung masuk candi setiap harinya, sedangkan normalnya 100-150 orang. Kondisi itu jelas sangat membahayakan fisik candi yang menjadi keajaiban dunia itu.

“Sebanyak 150 orang, itu normalnya. Sementara setiap harinya ada 11 ribu pengunjung. Itulah yang membahayakan fisiknya. Peringatan itu harus direspons oleh pihak pengelola. Tapi pengelolanya tidak mau rugi, tidak mau kehilangan penghasilan yang besar dari tiket pengunjung,” ujar Sri Margana kepada Koridor, Minggu (12/6/2022).

Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Margana. (Foto: Dokumentasi Pribadi Sri Margana)

Meski sejak awal pandemi COVID-19 hingga kini pengunjung dilarang naik ke bangunan candi, namun jika diizinkan kembali walau dengan harga tiket yang begitu tinggi maka target pemerintah dalam melindungi cagar candi sama sekali tidak tercapai.

“Jadi tidak ada kaitannya menaikkan harga tiket, dengan menyelamatkan situs. Kalau mau menyelamatkan situs sebenarnya ya jangan naik (candi Borobudur) sama sekali. Ini kan mereka tetap membolehkan naik, dengan membatasi 1.200 orang. Jadi, ibaratnya seseorang punya penyakit kulit, terus sama dokter, tidak diberi salep atau obat kulit, tapi disuruh pakai baju mahal saja. Bisa sembuh gak sakit kulitnya? Gak sembuh,” tutur Sri Margana.

Candi ini tegas Sri Margana, sudah tidak bisa lagi menahan beban yang begitu berat. Belum lagi ditambah perilaku pengunjung yang tidak ramah terhadap situs. Solusi tepat untuk menyelamatkan Candi Borobudur adalah pengunjung sama sekali dilarang naik.

“Seperti di Prambanan saja, Prambanan itu pengunjung itu tidak boleh naik sama sekali ke candi, dan tetap ramai. Tetap dikunjungi. Peminatnya tetap banyak, dan kelestariannya tetap terjaga,” ujar dia.

Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB) Wiwit Kasiyati mengungkapkan, batu candi Borobudur menjadi aus pascakenaikan jumlah pengunjung yang begitu membludak khususnya sebelum pandemi Covid-19.

“Dari monitoring tahunan terlihat trend pengunjung naik, sehingga berdampak. Kemudian keausan candinya naik, yang membuat kita mengkaji green capacity-ny. Kita melihat juga berapa orang pengunjung yang boleh naik ke struktur untuk dari aspek daya dukung dan kenyamanan pengunjung, nah itu hasilnya 1.259 orang per hari,” ujarnya kepada Koridor.

Menyikapi itu, BKB melakukan langkah dengan mengembangkan pentingnya quality tourism untuk diterapkan. Salah satunya dengan memperluas pemakaian sandal yang dirancang untuk digunakan pengunjung Candi Borobudur.  Sayangnya, dengan wacana kenaikan harga tiket Rp750.000, Wiwit menilai nominal tersebut terlalu besar. Apalagi jika ditukar dengan harga sandal beserta pemandunya.

Wiwit mengungkapkan, kenaikan tiket masuk sebesar Rp750.000 terlalu tinggi untuk ditukar fasilitas sandal beserta pemandu. Ia juga mengaku tidak dilibatkan dalam penentuan wacana harga tiket masuk tersebut.

“Karena kan satu pemandu itu 10 orang, satu pemandu akan menggaet 10 orang, dan nilainya tidak akan membebani sampai Rp750.000 dan kita tidak akan tahu karena tidak ada informasi dari PT TWC, rinciannya apa saja sih sampai totalnya Rp750.000, itu kita gak tahu,” katanya. 

Artikel Terkait

Terkini