Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Titi Eko Rahayu menyampaikan kasus perkawinan anak di Indonesia mencapai tahap mengkhawatirkan. Data pengadilan agama atas permohonan dispensasi perkawinan usia anak, tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022eks ada 55 ribu pengajuan.
Menurut Titi, pengajuan permohonan menikah pada usia anak lebih banyak disebabkan faktor pemohon perempuan sudah hamil terlebih dahulu. Selain itu ada faktor dorongan dari orang tua yang menginginkan anak mereka segera menikah karena sudah memiliki teman dekat, atau pacaran, sehingga dikhawatirkan terlibat seksi pranikah.
“Tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak. Tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak-anak, perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/kanker rahim pada anak,” kata Titi Eko Rahayu dalam keterangan KemenPPPA, Senin, 30 Januari 2023.
Padahal sudah ada Amandemen Undang-Undang Perkawinan. Usia minimum perkawinan bagi perempuan dan laki-laki yakni 19 tahun menjadi upaya pemerintah mencegah anak-anak menikah terlalu cepat. Faktanya, permohonan pengajuan perkawinan anak-anak masih terus terjadi.
Titi mengingatkan anak-anak ini adalah harapan masa depan untuk membangun Indonesia dan kasus perkawinan anak menjadi penghambat besar. Ini tanggung jawab bersama karena Isu perkawinan anak rumit dan sifatnya multisektoral.
Hal senada dinyatakan Direktur pada Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama, Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Nur Djannah Syaf. Dia menegaskan isu perkawinan anak sifatnya sudah sangat mendesak dan darurat. Faktor cinta dan desakan orang tua untuk segera menikah menjadi salah satu faktor utama dari alasan pengaduan menikah.
Pada 2022 secara nasional, ada sekitar 52 ribu perkara dispensasi perkawinan yang masuk ke peradilan agama dan dari jumlah tersebut, sekitar 34 ribu di antaranya didorong oleh faktor cinta sehingga orang tua yang meminta ke pengadilan agar anak-anak mereka segera dinikahkan.
Lalu 13.547 pemohon mengajukan menikah karena sudah hamil terlebih dahulu dan 1.132 pemohon mengaku sudah melakukan hubungan intim. Faktor lainnya adalah karena alasan ekonomi dan alasan perjodohan mengingat anak mereka sudah akil baliq, sudah menstruasi dan tumbuh rambut di kemaluan pada anak laki-laki.
Setelah publik dikejutkan dengan tingginya angka dispensasi pernikahan di Provinsi Jawa Timur, kini giliran Provinsi Lampung. Di provinsi ini sebanyak 649 pasangan mengajukan permohonan dispensasi nikah di Lampung.
Pengajuan ini lantaran mereka hendak menikah namun terhalang syarat usia yang ditetapkan pemerintah. Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandarlampung Ahmad Syahab menuding dispensasi nikah ini paling banyak disebabkan pergaulan bebas, atau telah melakukan hubungan intim di luar nikah.
Untuk solusi , Ahmad Syahab mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Lampung maupun Kabupaten/Kota melakukan penyuluhan hukum terpadu kepada anak-anak usia sekolah SMP dan SMA.
Jika dihitung mundur, dispensasi nikah di Lampung tidak ada peningkatan. Tahun 2021 sebanyak 708 perkara, di tahun 2022 menjadi 649 perkara.
“Daerah Gunung Sugih Lampung Tengah tercatat paling banyak mengajukan dispensasi menikah sejumlah 174 perkara, Tulang Bawang Tengah tidak ada,” pungkasnya.