
Masuk akal kalau kemudian anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2019-2024 asal Jawa Tengah Abdul Kholik menyampaikan berbagai indikator pembangunan hasil pengawasan penemuan lembaganya, Jawa Tengah seharusnya dipecah menjadi tiga provinsi. Indikator yang diungkapkan peraih gelar doktor dari sebuah universitas di Semarang ini, Jateng berada di peringkat ketiga provinsi yang populasinya terpadat, dengan 36, 7 juta jiwa.
âJumlah populasi ini tidak layak dikelola dalam satu pemerintahan provinsi. Jumlah ini bahkan melebihi penduduk negara di Eropa, yang rata-rata lima juta jiwa,â ujar Abdul Kholik dalam acara Itâs A Wonderful Day, 94,3 FM, Good Radio Jakarta pada Kamis, 13 Oktober 2022.
Selain itu dari jumlah penduduk miskin, provinsi yang kini dipimpin Gubernur Ganjar Pranowo itu, juga nomor tiga, setelah Jawa Timur, dan Jawa Barat. Jawa itu kalau ditotal penduduk miskinnya, 14 juta jiwa. Dilihat dari data, Jawa menjadi pusat kemiskinan. Separuh lebih penduduk miskin ada di Jawa, yang termasuk besar di Jateng.
Dalam pandangan Abdul Kholik, sejauh ini pembangunan belum merata, atau disparitas. Pihaknya kemudian membuat simulasi, ternyata ada tiga zona, Jateng Utara itu porosnya Semarang, Zona Jateng Barat porosnya di Purwokerto, Kedu dan Banyumas dan Zona Timur di Solo Raya.
Dengan simulasi tersebut, di tiga zona itu ada keseimbangan dan muncul kebutuhan untuk intervensi lebih spesifik di kawasan tertentu. Kalau dilakukan maka pembangunan di Jateng akan lebih prospektif ke depan.
âMuncul pertanyaan apakah cukup zona, apakah mungkin akan dikembangkan daerah otonom baru atau provinsi baru. Ini dimungkinkan lebih akseleratif kalau jadi tiga provinsi. Atau apa pun namanya, zonanya terklaster, cukup seimbang,â imbuhnya.
Semua provinsi besar kinerja pengentasan kemiskinan 10 tahun tidak signifikan. Sedangkan hasil kajian, atau rujukan data yang dipunyainya sekitar 2012 tentang provinsi, kota, atau kabupaten baru dengan kategori rendah, sedang dan tinggi, menemukan semua provinsi berada dalam kategori sedang dan tinggi.
Selama ini pendekatan fiskal pemerintah lebih mengedepankan provinsi sebagai satuan hitung utamanya. Banten terbukti mempunyai kekuatan fiskal
Abdul Kholik menuturkan di Jateng, daerah Kedu dan Banyumas, memiliki kekuatan di agrowisata dan maritim pantai selatan, kawasan selatan belum tereksplorasi dengan baik.

Dalam pengecekannya di Pelabuhan Logending, satu hari pelelangan ikan Rp100 juta. Tetapi, kapal laut rata-rata 3 GT ke bawah dengan satu atau dua nelayan. Padahal, hasil tangkapannya dibeli buyer, kemudian dikirim ke Jakarta dan diekspor. Bagaimana dengan pendekatan teknologi 5 GT ke atas, pasti lebih bisa digali. âPergerakan arus logistik yang terlalu bertumpuk ke utara, kalau diseimbangkan akan lebih efesien.”
Selama ini pendekatan pemekaran adalah wilayah. Lebih bagus populasi juga menjadi pertimbangan. Sesungguhnya yang harus disejahterakan orangnya. Sebagai perbandingan Papua, mempunyai besaran penduduk miskin secara prosentas besar, tetapi dari segi jumlah dibanding Jawa, kecil.
Provinsi Papua Barat mempunyai penduduk miskin sekitar 200 ribuan, sedangkan Provinsi Papua sekitar 900-an ribu. Ini jadi penyeimbang konstruksi berpikir.
Jadi, menurut Abdul Kholik, memang perlu ada dana alokasi khusus ke daerah yang penduduknya miskin. Gagasan ini penting untuk mengkonstruksi desain besar penataan daerah. âKita lagi mengkaji berapa jumlah provinsi yang ideal. Lebih penting terkait untuk penanganan overpopulasi.â
Sementara itu, anggota Panel Ahli Koridor.co.id, Ichsan Loulembah mengatakan pemekaran ini sering disalahkan. Padahal, kalau dilihat beberapa contoh, seperti Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Banten sulit ditolak bahwa wilayah tersebut jauh lebih baik, sesudah menjadi provinsi sendiri.
âBirokrasi memang tidak optimal, tetapi sarana yang dipakai layanan publik lebih baik setelah menjadi provinsi. Begitu juga dengan kota, atau kabupaten baru,â kata anggota DPD RI dari Sulawesi Tengah periode 2004-2009 itu.
Kalau dibandingkan dengan negara tetangga, jumlah provinsi di Indonesia tidak terlalu banyak. Di Filipina ada 81 provinsi, dan Thailand memiliki 76 provinsi. Padahal, wilayahnya sempit, dan penduduknya lebih sedikit jumlahnya.
âJadi, bukan soal pemborosan anggaran tetapi apakah pemekaran itu dikendalikan Jakarta atau diselenggarakan daerah,â kata wartawan senior ini.
Kalau di luar Jawa, pemekaran provinsi didorong oleh rentang kendali luas wilayah melayani publik dan pengelolaan sumber daya alam, maka kalau di Jawa harus dipertimbangkan populasi dan manajemen sumber daya manusia.
Populasi di Jawa, besar sekali. Satu provinsi Jawa sama dengan penduduk Malaysia. Secara antropologis Indonesia berdiri pada satuan politik lama. Kalau di Jawa Barat kawasan Cirebon dan Bogor Raya atau Pakuan ingin mencontoh âkakakânya Provinsi Banten.
Sementara Jawa Timur ada Madura, kawasan Arek-an seperti Surabaya-Malang, Matraman wilayah Madiun dan sekitar wilayah Tapal Kuda.
Dengan demikian perlu kajian berapa provinsi ideal sebetulnya untuk Indonesia berdasarkan alasan berbeda, baik luas wilayah maupun populasi. Pada sisi lain memang akhirnya sukar ditampik bahwa pertimbangannya terletak pada entitas kultural lama. Dulunya Banten dalam sejarahnya juga memang wilayah sendiri, seperti halnya Gorontalo dan Bangka Belitung.