Program Petani Milenial 4.0 ini sudah berjalan sejak akhir Maret 2021. Bermula di perkebunan milik Pidi Baiq di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, program ini bertujuan, selain regenerasi di bidang pertanian, juga untuk menciptakan lapangan kerja yang terus berkurang sejak terjadinya pandemi Covid-19. Kita tahu Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya penderita infeksi virus Corona pada Senin (2/3/2020).
Dalam setahun program ini telah meluluskan 1.249 petani. Angkatan I Program Petani Milenial ini diwisuda secara luring dan daring, di kampus Institut Pertanian Bogor, Kabupaten Bogor, Kamis (24/3/2022). Wisuda dilakukan langsung oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dalam angkatan pertama, peserta berusia 19-39 tahun diwisuda di Kampus IPB pada 24 Maret 2022. Dari jumlah itu 88 persen laki-laki dan 12 persen perempuan.
Bila dirinci petani berusia 19-24 tahun tercatat sebanyak 19 persen, kemudian 25-29 tahun sebanyak 26 persen. Sementara itu, petani 30-39 tahun mendominasi program ini. Jumlahnya mencapai 55 persen dari total wisudawan.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil, mengakui Program Petani Milenial tidak cukup berhasil. Tentu ada penyebabnya. Di antaranya, akses layanan perbankan yang tidak memadai, salah menentukan komoditas dan gagal panen. Sebagai catatan awal program Pemprov Jabar menerima lebih 8.000 proposal.
“Mengapa segini, artinya ada yang berhasil, ada yang tidak, karena menyerah di perjalanan,” ujar Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.
Mereka yang tidak menyerah berasal dari keluarga petani. Para petani muda itu, ada yang lulusan sarjana nonpertanian, seperti psikologi dan sastra, ada yang berprofesi sebagai dosen, mahasiswa, seniman, hingga ibu rumah tangga.
“Program Petani Milenial bukanlah program karpet merah yang bisa langsung menghasilkan keuntungan secara instan dan tanpa rintangan,” urai Kang Emil.
Meskipun demikian arsitek Lulusan ITB 1995 ini optimistis lewat program ini regenerasi petani bisa terjadi. Setidaknya terlihat dari penggunaan teknologi pengolahan pertanian, hingga pemasaran yang tidak ditemui di kalangan petani lansia. Mereka sudah menggunakan ponsel cerdas, melakukan penjualan dengan e-commerce.
Kendati demikian, Kang Emil optimistis, di tahun-tahun berikutnya jumlah petani milenial yang berhasil dan diwisuda akan semakin bertambah. Tentunya dengan diiringi evaluasi di sektor yang kurang. “Jadi ada keberhasilan, ada juga kekurangsempurnaan yang terus kita perbaiki. Tapi saya optimistis. Boleh dicek dengan provinsi lain yang paling produktif melahirkan anak muda kembali bertani di desa adalah Jabar.”
Kang Emil juga meyakini, dengan konsistensi Program Petani Milenial, ke depan usia petani di Jabar bisa digantikan oleh generasi muda di bawah usia 40 tahun. Saat ini 70 persen petani di Jabar rata-rata berusia 70 tahun. “Dengan konsistensi maka usia petani yang saat ini 70 persennya sudah lansia bisa digantikan oleh generasi baru yang dibawah 40 tahun.”
Dalam pandangan Ridwan Kamil, regenerasi petani pun kini sudah terlihat dari penggunaan teknologi pengolahan pertanian hingga pemasaran yang tak ditemui pada petani lansia. Saat ini, kata mantan Wali Kota Bandung tersebut, terlihat petani muda sudah mulai pakai teknologi. “Mereka menyiram tanaman menggunakan handphone, penjualan dengan e-commerce, ini tidak terjadi di generasi orang tuanya.”
Selain itu, penguasaan teknologi pertanian ini menjadi bukti bergesernya kesejahteraan yang didominasi perkotaan ke perdesaan. Karena itulah, Gubernur Jabar Ridwan Kamil optimistis, Program Petani Milenial dipadukan dengan desa digital, kesejahteraan akan bergeser tak hanya didominasi oleh pekerjaan di kota, melainkan juga di desa asal menguasai teknologi.
Untuk Program Petani Milenial Angkatan II Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali membuka pendaftaran, berkolaborasi dengan pemda kabupaten/kota. Pemerintah Kabupaten Bogor sudah menyiapkan lahan untuk digarap petani milenial Angkatan II ini.
“Kita akan buka pendaftaran lagi tentu kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota. Contohnya Pemkab Bogor sudah menyiapkan lahan yang disumbangkan untuk generasi muda dengan konsep petani milenial,” ujar Kang Emil.