War Sailor menawarkan drama kemanusiaan pelaut Norwegia dan keluarganya dalam Perang Dunia II

Koridor.co.id

Adegan dalam War Sailor-Foto: War Sailor.

Selama Perang Dunia II separuh kapal dagang Norwegia hilang demi kepentingan sekutu, terutama Inggris. Satu di antara sembilan pelaut Norwegia tewas, lainnya terluka dan trauma. Tanpa armada dagang Norwegia sekutu dan Inggris bisa kalah dalam Perang Dunia II.

War Sailor (Krigsseileren) serial streaming Netflix yang diadaptasi dari film 2022 dengan judul sama mencoba memotret bagaimana perang dari sudut mata para pelaut dan dari keluarga yang ditinggalkannya. 

Hasilnya film yang ditulis dan disutradarai oleh Gunnar Vikene. Serial yang diproduksi oleh Maria Ekerhovd, Karsten Stöter, Pierre Ellul, dan Anika Psaila Savona ini menawarkan sebuah sudut lain yang tak kalah heroik dan patriotiknya, sekaligus menampilkan drama kemanusiaan  selama dan pasca perang.

Karakter utamanya adalah Alfred Garnes  (Kristoffer Joner ) seorang pelaut kelas pekerja, yang baru-menjadi ayah dari anak ketiga. Karena tidak dapat menemukan pekerjaan yang stabil, dia bersama temannya Sigbjørn Kvalen alias Wally ( Pål Sverre Hagen) mencari pekerjaan di kapal dagang, di tengah Samudera Atlantik pada 1939, tujuh bulan sebelum Jerman menyerang Norwegia.

Tetapi ketika Perang Dunia II pecah, mereka dengan enggan menjadi warga sipil tak bersenjata di garis depan perang ketika Norwegia dikepung oleh Jerman. Kedua pria itu berjuang untuk bertahan hidup dalam lingkaran kekerasan dan kematian, karena setiap saat kapal selam Jerman dapat menyerang kapal mereka yang berharga.

Mereka hidup setiap hari dengan ketakutan akan nyawa mereka sementara juga terus menerus kehilangan sesama pelaut. Salah satu ketakutan para pelaut diwujudkan dalam sebuah adegan Alfred ingin menolong sesama pelaut Norwegia yang kapalnya tenggelam kena torpedo U Boat (kapal selam Jerman). Tapi Kapten kapal tidak mau menghentikan kapalnya karena takut ditorpedo Jerman.

Sebaliknya ketika Freddy dan Sigbjorn bersama dua awak lainnya terapung dengan papan karena kapalnya tenggelam, tidak diangkut oleh Kapal Selam Inggris. Malah Aksel anak muda usia 16 tahun yang terluka dikasih morfin, lalu ditinggal. 

Ingin kabur ke darat? “Kita akan kembali ke Bergen sebagai pengkihanat. Kita masuk daftar hitam di semua perusahaan ekspedisi?” ujar Freddy.

Sementara Cecilia dan ketiga anaknya William, Maggie dan Olaf mendapat kabar suamnya dan Sigbjorn tewas di lautan. Begitu juga dengan Freedy mendapat kabar keluarganya yang tersisa akibat pemboman yang menghancurkan sekolah. Hal ini menunjukkan informasi yang sulit dikonfirmasi pada masa itu.  Pemboman sekolah benar-benar ada kejadian nyata, pada  4 Oktober 1944 di Laksevag. Saat itu jatuh korban 193 sipil tewas, 61 anak sekolah Holen.

Padahal tanpa berita itu saja istri Alfred, Cecilia (Ine Marie Wilmann) di Bergen ketika perang pecah, membesarkan tiga anak sendirian, tidak tahu apakah dia akan bertemu suaminya lagi. Pekerjaan 18 bulan segera berubah menjadi bertahun-tahun tanpa berita tentang keberadaan satu sama lain. Tidak tahu apakah orang yang mereka cintai masih hidup, entah bagaimana mereka mencoba bertahan di masa-masa sulit.

Kisah Alfred mencerminkan kehidupan orang-orang biasa saat itu, mencari pekerjaan dan berusaha bertahan di masa-masa sulit – baik secara finansial maupun harfiah. Bahkan sesudah perang pun mereka yang pulang menghadapi masalah tak kalah peliknya.  Hal ini mengingatkan Indonesia masa revolusi ketika mereka yang pulang harus menghadapi kenyataan untuk bisa beradaptasi pada masyarakat normal.

Serial pendek tiga episode ini begitu miris menampilkan bahwa perang bukan hanya kombatan yang adu heroik di medan laga, tetapi juga mereka yang bekerja di sisi logistik, yang kerap diabaikan. Padahal mereka yang di garis belakang dan pengangkutan tak kalah berperannya dalam perang.

Artikel Terkait

Terkini