Tujuan di balik penggunaan efek suara tertawa

Koridor.co.id

Menikmati layanan streaming via laptop. Ilustrasi.
Menikmati layanan streaming via laptop. Ilustrasi.

Kita sering mendengar tentang efek suara tertawa dalam sitkom di televisi maupun media lainnya. Efek suara tersebut, suka atau tidak, merupakan bagian penting dari sejarah televisi. Meskipun sekarang tampaknya kurang populer, kita perlu memahami sejarah dan potensi masa depannya.

Pada tahun 1950-an, efek suara tertawa pertama kali muncul di televisi berkat Charley Douglass, seorang insinyur suara CBS. Pada waktu itu, acara televisi sering kali direkam di hadapan penonton langsung di studio. Namun, Douglass merasa bahwa respons suara tertawa penonton tidak selalu cocok dengan rekaman pertunjukan. Kadang terlalu banyak atau terlalu sedikit.

Untuk mengatasi masalah ini, Douglass mencoba mengubah volume suara tawa penonton setelah produksi selesai. Dia akhirnya menciptakan perangkat yang bisa memutar ulang rekaman tawa. Perangkat ini dikenal dengan sebutan “Laff Box” yang bentuknya menyerupai mesin tik, tetapi menghasilkan suara tawa. Ketika diperlukan, Douglass membawa perangkat ini ke ruang pasca produksi untuk menambahkan efek suara tawa yang diinginkan.

Meskipun pada tahun 1970-an televisi mulai meninggalkan penggunaan rekaman efek suara tertawa, beberapa acara masih menggunakan efek suara tertawa di studio untuk penonton di rumah. Reaksi alami penonton tetap terjaga ketika sitkom seperti Cheers direkam di hadapan penonton langsung di studio.

Seiring berjalannya waktu, efek suara tawa dalam sitkom semakin berkurang. Saat ini, hanya sedikit acara sitkom kontemporer yang masih menggunakan efek suara tertawa.

Perubahan gaya komedi adalah salah satu penyebabnya, begitu pula pergeseran preferensi penonton. Humor dalam komedi kontemporer memiliki nuansa yang berbeda dibandingkan dengan sitkom lama. Dalam sebuah artikel BBC, gaya komedi “canggung” generasi milenial di Inggris digambarkan sebagai gaya umum sitkom modern, dengan penggunaan humor yang “ngeri” dan komedi kelam.

Ada alasan yang masuk akal mengapa efek suara tertawa tidak lagi digunakan secara luas. Awalnya, penambahan efek ini bertujuan untuk meniru atmosfer hiburan kelompok yang terjadi di luar televisi, seperti menonton drama atau film di tempat umum. Namun, pada saat ini, kita bisa dengan aman mengatakan bahwa sedikit sekali keinginan akan pengalaman komunal semacam itu.

Dengan adanya layanan streaming, kita dapat menonton sitkom kapan pun kita inginkan, sehingga menonton televisi menjadi kegiatan yang lebih individual.

Selain itu, adanya efek suara tertawa memperlambat alur cerita. Setiap kali ada lelucon, harus ada jeda agar orang-orang dapat tertawa dan mencegah kelucuan kata-kata tersebut hilang dalam kegaduhan.

Meskipun pendekatan ini mungkin efektif dalam rilis episodik, namun ketika kita menonton serial secara maraton, hal itu bisa terasa membosankan atau lambat. Dan saat ini, kita cenderung menonton program televisi secara maraton.

Ironisnya, efek semacam ini sendiri telah menjadi bahan lelucon karena kita sudah melewatkannya. Menurut kritikus, penonton sekarang lebih cerdas dan tidak memerlukan petunjuk tentang kapan dan bagaimana harus tertawa. Untuk menunjukkan betapa canggung dan lucunya sitkom tanpa efek suara tertawa, banyak video sitkom di YouTube yang mengedit trek tawa mereka.

Di sisi lain, ada yang membela penggunaannya, dengan alasan bahwa efek suara tertawa memungkinkan lelucon yang lucu menjadi viral, karena memberikan kesempatan bagi penonton untuk merespons dan membagikannya kembali.

Tidaklah adil untuk mengatakan, “Lihatlah betapa tidak nyaman dan buruknya ini,” setelah efek suara tertawanya dihilangkan. Tentu saja, ketiadaan efek suara tertawa telah mengubah sebagian besar dari pengalaman pertunjukan. Lelucon-lelucon itu dirancang untuk memicu tawa dari penonton.

Meskipun selera humor kita telah berubah dan apa yang sebelumnya kita anggap lucu dalam sitkom lama namun sekarang tidak lucu, penghilangan efek suara tertawa tidak berarti menunjukkan peningkatan kualitas televisi.

Komedi dengan efek suara tertawa maupun tanpa efek suara tertawa tetap bisa sukses dan sebaliknya bisa gagal. Yang berubah adalah bagaimana kita berinteraksi dengan acara-acara tersebut. Saat ini, kita menghargai komedi yang gelap, komedi yang sinis, dan komedi dengan pendekatan yang unik.

Apa yang benar-benar terungkap melalui penghilangan efek suara tertawa adalah evolusi dari genre sitkom itu sendiri. Efek suara tawa adalah karakter yang dihapus dari naskah.

*** disadur dari TheVarsity.ca.

Artikel Terkait

Terkini