Trekking Jayagiri-Tangkuban Perahu menawarkan jalur dengan ketinggian 15-45 derajat

Koridor.co.id

Di Gerbang Jayagiri-Foto: Irvan Sjafari.

Bukit Jayagiri, Lembang, Jawa Barat  menjadi perbukitan abadi bagi mereka yang jatuh hati pada kegiatan alam terbuka.  Kawasan ini seperti mempunyai kharisma ketika musisi dan budayawan Iwan Abdurrachman menciptakan lagu legendaris Melati dari Jayagiri.

Kamis, 2 Februari 2023, pukul 10 siang Koridor memulai solo hiking dari gerbang Jayagiri dengan membayar harga tiket sebesar Rp8.000. Walaupun tergolong kesiangan, namun udara mendung dan cukup dingin membuat nyaman untuk melakukan perjalanan.

Hampir tidak ada orang yang melakukan trekking pada waktu week-day, Hanya terlihat seorang ibu dan anaknya, yang kemungkinan warga sekitarnya berjalan. Pada awal saja ada dua cabang jalan.  Ibu itu justru yang memberi tahu jalur mana yang harus saya tempuh karena satu jalur licin di musim hujan ini.

Ibu dan anak yang ditemui Koridor di awal perjalanan-Foto: Irvan Sjafari
Tidak ada melati tetapi putih, tetapi hamparan bunga pink-Foto: Irvan Sjafari

Setelah lima belas menit hingga tiga puluh menit menempuh jalur yang semakin mendaki bahkan sempit dengan kiri semak. Tinggi kontur tanah bervariasi antara 15 hingga 45 derajat.

Tidak ada  melati di Jayagiri, yang ada hamparan padang bunga pink setelah 30 menit berjalan. Hamparan bunga itu begitu cantik di tengah hutan pinus dan semak yang rimbun. Tampaknya  bunga-bunga berwarna pink ini sengaja ditanam melihat begitu teratur jaraknya. 

Hamparan padang bunga pink ini tidak ada ketika Koridor menempuh jalur yang sama pada Desember 2013.  Sekitar sepuluh menitan kemudian terdapat hamparan padang yang sama.

Semakin masuk dalam hutan-Foto; Irvan Sjafari.
Mang Oding Sang Pembersih Jalan-Foto: Irvan Sjafari.
Trek yang curam-Foto: Irvan Sjafari

Trekking menempuh jalur yang makin menanjak dan sempit bahkan ada yang hampir 60 derajat kemiringannya.  Ada cekungan dalam akibat ulah pengendara motorcross.

Di tengah jalan Koridor bertemu Pak Oding, 61 tahun, yang begitu tekun menutup jalan setapak dengan daun-daun agar bisa dilakui para trekker.

“Ini pekerjaan rutin saya puluhan tahun. Lihat sendiri jalan ini licin karena hujan dan juga penuh cekungan. Saya menutup sebagian jalan agar trekker tidak terpeleset,” ucapnya.

Koridor menemukan kembali ketinggian hampir 60 derajat dan itu tanjakan yang cukup berat di tengah jalan setapak yang licin. Melihatnya saja dair bawah  membuat ciut nyali, tetapi Koridor tidak bisa lagi mundur di tengah jalan.  Alhamdullilah, bisa.

Shelter sepi-Foto: Irvan Sjafari
Keluar dari hutan bertemu rombongan emak-emak-Foto: Irvan Sjafari

Pukul 11.30 siang, Koridor akhirnya bertemu shelter yang hari itu sedang kosong. Suara angin berdesir dan udara semakin dingin membuat Koridor harus memakai jaket khawatir hujan turun. Sejauh itu jalur relatif lebih bersih dibanding kunjungan pertama sepuluh tahun lalu.

Sepuluh menit menit kemudian, ada Nenek Idah. , yang berusia dari 90 tahunan. Ia tinggal sendiri di sebuah pondok sejak 1973. Setelah memesan satu gelas teh manis hangat, seharga Rp3.000, Nenek Idah menunjukkan jalan yang harus ditempuh kalau menuju Tangkuban Perahu. 

“Di titik ini banyak jalur bercabang yang semuanya mirip hingga kalau salah pilih akan tersesat,” dia mengingatkan dalam logat Sunda yang kental. Berkat petunjuk Nenek Idah, pukul 12 siang keluar dari hutan dan bertemu jalan aspal dari Cikole.

Di pinggir hutan bertemu serombongan ibu-ibu yang sudah trekking dan makan siang.  “Kami trekking dari Gunung Putri sejak pukul 08.30,” sahut salah seorang ibu.

Perjalanan masih jauh saya harus menempuh sekitar satu jam lebih jalan aspal menuju Tangkuban Perahu. Koridor bertemu para pengendara sepeda yang membantu mengingatkan jalur ke Tangkuban Perahu yang menanjak lebih landai dibanding yang di dalam hutan.

Tidak ada warung makan buka hari itu. Padahal perut sudah keroncongan. Sekitar pukul 13.00 akhirnya tiba di gerbang Tangkuban Perahu yang sudah dipagar besi. Petugas meminta saya untuk masuk ke celah dan di  KWA Tangkuban Perahu itu Koridor menemui warung untuk makan siang.

Koridor bertemu Yopie dan Firman, penjaga kawasan ini yang memberi tahu bahwa jalur ini tidak bisa ditempuh sendirian karena banyak cabangnya dan bisa tersesat.

“Sudah ada berapa kasus orang kesasar di hutan dan untung ditemukan. Seharusnya Anda trekking sedikitnya berdua,” ujar Yoppie.

Bersama Firman petugas KWA Tangkuban Parahu-Foto: Koleksi Irvan Sjafari.

Sebagai catatan pada Mei 2014  Sebanyak 14 anak sempat hilang di kawasan wisata Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat. Anak-anak belasan tahun ini turun ke Jayagiri setelah makan-makan di Tangkuan Parahu.  Namun saat perjalanan pulang sekitar pukul 5 sore mereka tersesat dan akhirnya ditemukan peserta offroad keesokan paginya.

Yoppi dan Firman bercerita sejak dikelola swasta relatif lebih tertata baik. Namun gerbang kedua terpaksa ditutup karena terlalu banyak tempat wisata sekitarnya yang membuat wisatawan bisa seenaknya keluar masuk.

Firman kemudian menawarkan Koridor untuk menumpang motornya ke kawah dan memberikan dia uang Rp50 ribu untuk membeli karcis dan ongkos dia mengantarkan. Sebagai catatan harga tiket sebesar Rp20 ribu waktu week-day.

Sampai di Kawah-Salam Iklim -Foto: Irvan Sjafari.

Tidak terlalu banyak orang di sekitar kawah. Koridor bertemu seorang ibu muda dan anak kecil dari Tiongkok dan sejumlah anak muda.  Terdapat banyak pelaku UKM dan jasa menawarkan menunggang kuda.

Setelah mengambil foto, Koridor diantar oleh salah seorang pelaku UKM ke gerbang untuk bisa mengakses kendaraan umum menuju Bandung.  Perjalanan berakhir sekitar pukul 14.30.  Termasuk waktu trekking sekitar 3 jam 20 menit (Irvan Sjafari).

Artikel Terkait

Terkini