Pada akhir 2022 ini Avatar: The Way of Water sukses menawarkan kepada penonton, mimpi utopia, sekaligus antitesis kehidupan lingkungan di Bumi yang saat ini bukan dalam keadaan baik-baik saja.
Tetapi di sisi lain ada film yang dipersembahkan sineas Amerika seperti Jordan Peele menghadirkan Nope adalah terobosan menarik lainnya. Ini menjadi alternatif bagi penggemar film horor tetapi juga sekaligus film fiksi ilmiah.
Sejak awal Nope menggambarkan fenomena mengerikan yang dialami para penduduk di desa terpencil di California. Fenomena itu awalnya ditandai dengan adanya awan gelap yang menyelimuti desa. Kemunculan awan ini disusul dengan badai besar dan pemadaman listrik secara serentak.
Nope bercerita tentang perjuangan Haywood (Daniel Kaluuya) dan saudara perempuannya Emerald (Keke Palmer) setelah kematian ayah mereka. Otis Senior (Keith David). Sang Ayah meninggal dalam insiden aneh; uang koin jatuh dari langit dan menembus tengkoraknya
Mereka mempertahankan bisnis hiburan kudanya. Mereka menemukan makhluk aneh di langit, yang disebut Jean Jacket, yang mulai melahap orang-orang dan benda-benda di sekitar mereka.
Haywood memanfaatkan apa yang dia ketahui tentang hewan untuk memahami perspektif makhluk di habitatnya sekaligus belajar melindungi dirinya sendiri.
Suatu ketika kuda-kudanya lari dari UFO. Meyakininya sebagai kesempatan untuk kaya, OJ dan Emerald mulai menyusun rencana merekam penampakan UFO itu.
Nope menjadi sebuah satir tentang eksploitasi bencana, bahaya, dan trauma oleh industri media untuk kepentingan finansial. Bukan isu yang asing di industri media, bahkan hiburan.
Pada 2022 ini di sebuah layanan streaming hadir fiksi ilmiah horor adalah waralaba Predator yang mendapatkan entri baru tahun ini disebut Prey. Hal ini menunjukkan bahwa, setidaknya di layar lebar, fiksi ilmiah dan horor berjalan bersama.
Menjelang akhir 2022 ini sineas Indonesia, Yusron Fuadi merilis teaser dan poster film fiksi ilmiah keduanya setelah Tengkorak. Film yang bertajuk Setas Alas ini menjadi film Indonesia bertema yang bergenre fiksi ilmiah horor.
Setan Alas bercerita tentang lima anak muda, Budi, Ani, Iwan, Wati dan Amir menghabiskan akhir pekan mereka di villa tua. Semuanya berjalan baik sampai salah satu dari mereka dibunuh secara misterius.
Salah seorang di antara mereka mencoba menembus hutan untuk mencari pertolongan, namun di luar dugaannya, semua jalan “dibuntukan” dengan cara yang tidak masuk akal.
Kini empat anak muda itu harus memutar otak untuk bertahan hidup dan mengalahkan kekuatan jahat di luar nalar yang sepertinya nyaris tidak terkalahkan. Kalau tidak ada aral melintang film ini dirilis tahun depan.
Menggabungkan fiksi ilmiah dan horor menjadikannya beda dengan old school horror atau horor klasik yang lebih menekankan pada mahluk supranatural. Boleh jadi genre ini merupakan antitesis.
“Kalau pun membuat film horor harus berkembang dan harus didorong terus kebaruannya. Misalnya sebelum tahun 2000 zombie yang jalan pelan ditinggal digantikan zombie yang bisa lari cepat, seperti 28 Days Later dan Train to Busan,” tutur Yusron dalam diskusi dengan Koridor, Minggu, 25 Desember 2022.
Bahkan sudah lama berkembang apa yang disebut horor kosmik. Yusron mencontohkan Event Horizon yang sudah dirilis pada 1997. Film ini menceritakan misi penyelamatan kapal Event Horizon yang dikabarkan menghilang di Planet Neptunus. Misi penyelamatan berakhir bencana, karena ternyata mereka masuk dimensi lain dan berhadapan dengan sesuatu mengerikan.
Genre horor kosmik berkisah soal monster yang tidak jelas asal usulnya. Monster ini sudah ada ribuan hingga jutaan tahun sebelum manusia ada, sehingga eksistensi manusia tidak berarti sama sekali di dalam luasnya dunia.
“Genre ini tentang eksistensi manusia yang ketakutan dengan hal yang tidak dia ketahui. Dalam Event Horizon itu ada sosok monsternya, tapi bukan monster for the sake of monster buat nakuti penonton. Contoh lain Quiet Place itu sendiri film monster yang sangat berhasil,” tutur Yusron.
Yusron Fuadi mengungkakan, kalau Setan Alas sukses di pasaran, akan dilanjutkan dengan Jagad Tengkorak Babak Dua bergenre horor kosmik. “Aku selalu pengen jadi film maker yang ikut ngepush batas batas genre. Dan genre kan emang harus terus “diliyak liyukke” kalau kata orang Jawa. Dieksplore dan didekonstruksi dan sebagainya.”