Sosok Catherine yang Agung dan Apa yang Membuatnya Sangat Hebat

Koridor.co.id

Patung Catherine yang Agung mengenakan gaun emas barok di Istana Saint-Petersburg, Russia. (Foto: Dina Photo Stories/ Shutterstock.com)
Patung Catherine yang Agung mengenakan gaun emas barok di Istana Saint-Petersburg, Russia. (Foto: Dina Photo Stories/ Shutterstock.com)

Catherine yang Agung bukan orang Rusia.

Dan dia tidak memulai kariernya dengan status “agung” begitu saja. Catherine lahir dengan nama Sophie von Anhalt-Zerbst di Stettin, Prusia pada tahun 1729 (kini Szczecin di Polandia). Ayahnya adalah seorang pangeran miskin, dan darah kerajaannya menjadi satu-satunya kekayaannya.

Kesempatan besar datang saat Sophie berusia 15 tahun. Tsarina Elizabeth mengundangnya ke Rusia untuk bertemu dengan keponakannya yang merupakan pewaris takhta, Grand Duke Peter yang saat itu berusia 16 tahun. Pertemuan ini dilakukan karena alasan politik, bukan karena asmara. Kedua remaja ini tidak cocok satu sama lain. Meski begitu, Sophie memutuskan untuk menyenangkan keluarganya yang berkuasa dengan mengadopsi budaya mereka dan belajar bahasa Rusia. Akhirnya, dia menjadi fasih berbahasa Rusia. Pada tahun 1745, dia mengubah namanya menjadi Catherine, berpindah agama menjadi Ortodoks Rusia, dan menikahi Peter.

Catherine menggunakan awal kariernya di istana dengan bijaksana.

Pernikahan Peter dan Catherine adalah bencana. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka secara terpisah. Menurut Catherine, Peter terobsesi dengan tiga hal: “selir, mainan tentara, dan Prusia”.

Sembilan tahun setelah menikah, pada tahun 1754, Catherine melahirkan seorang anak laki-laki yang menjadi pewaris bernama Paul. Saat itu, orang-orang di istana memperbincangkan apakah Paul adalah anak Peter atau anak dari kekasih Catherine, Sergius Saltykov. Namun, sekarang para sejarawan percaya bahwa Catherine menyebarluaskan rumor tersebut untuk mencemarkan nama baik Peter.

Sementara Peter sibuk dengan hobi-hobinya, Catherine bekerja di istana kekaisaran. Dia menggunakan strategi terencana untuk menaklukkan musuhnya: Bersikaplah baik.

“Saya mencoba memesona semua orang dan mempelajari setiap kesempatan untuk mendapatkan simpati dari mereka yang saya curigai tidak suka pada saya; saya tidak pernah menunjukkan preferensi pada satu sisi, tidak pernah ikut campur dalam apa pun; selalu terlihat tenang. Saya senang ketika saya menyadari bahwa saya setiap hari semakin memenangkan simpati publik,” kata Catherine, seperti dikutip dari “Catherine the Great: Love, Sex and Power” karya Virginia Roundling.

Dia menjalin hubungan dengan duta-duta asing, membangun jaringan informan, dan memelihara teman-teman berpengaruh yang membantunya ketika dia mengudeta Peter enam bulan setelah dia naik takhta.

Alih-alih bercerai, Catherine melancarkan kudeta.

Ketika Czarina Elizabeth meninggal pada Januari 1792, Peter III menjadi czar dan langsung menjadi tidak populer, terutama karena kecenderungannya yang obsesif dengan Prusia. Ia menyebut Raja Frederick II dari Prusia “raja tuanku”, gelar yang aneh untuk menyebut pemimpin dunia lain. Peter III mengusulkan agar Prusia dan Rusia membentuk aliansi dan berperang bersama melawan Austria.

Enam bulan setelah naik takhta, Catherine mengatur kudeta. Dibantu oleh kekasihnya, Grigory Orlov, seorang letnan Rusia, Catherine mengaduk-aduk rasa tidak puas di antara militer dan orang-orang berpengaruh selama berbulan-bulan.

Ada preseden untuk pemberontakan mendadak seperti itu: Istana Rusia telah diguncang oleh serangkaian kudeta sejak kematian Peter yang Agung pada tahun 1725. Peter turun dari takhta. Beberapa hari kemudian, ia meninggal secara tidak sengaja, menurut surat yang dikirimkan kepada Catherine dari Aleksey Orlov.

Apakah Catherine mengatur pembunuhannya? Senyumnya yang tenang tidak pernah membocorkan keterlibatannya.

Ia memerintah Rusia dari tahun 1762 hingga kematiannya pada tahun 1796.

Mari kita berhenti sejenak dan mengapresiasi Catherine. Gadis ini berhasil menduduki takhta, menjadi pemimpin perempuan terlama di Rusia, dan seorang permaisuri yang sangat berpengaruh.

Catherine memiliki reputasi sebagai seorang permaisuri “Pencerahan”, yang memodernisasi dan mengenalkan Barat pada Rusia. Dia mereformasi birokrasi, mengubah hukum, memperjuangkan toleransi agama, dan pendidikan bagi perempuan. Namun, prestasinya sering kali tertutupi oleh elemen-elemen negatif dalam masa pemerintahannya.

Menurut Smithsonian Mag, dia berhasil menekan pemberontakan para petani, namun gagal mengakhiri perbudakan (sistem kerja paksa yang ada di Rusia hingga tahun 1861), dan sering mengambil alih wilayah melalui perang. Dia juga memenjarakan dan mengeksekusi keponakannya yang berhak atas takhta.

Dia memimpin perluasan kekaisaran Rusia.

Di bawah kepemimpinan Catherine, perbatasan Rusia membentang ke arah Polandia di barat, Laut Hitam di selatan, dan hingga ke Alaska di timur jauh (Rusia telah memiliki wilayah di Pantai Barat Amerika Utara selama beberapa tahun). Pada tahun 1783, setelah Perang Rusia-Turki berakhir lewat sebuah perjanjian, Catherine yang Agung mengambil alih Semenanjung Krimea hampir 250 tahun sebelum presiden Rusia saat ini, Vladimir Putin, melakukan hal yang sama.

“Sekarang, bayangkan saja bahwa Krimea adalah milikmu … Percayalah, kamu akan mendapatkan ketenaran abadi yang tidak dimiliki penguasa Rusia lainnya. Ketenaran ini akan membuka jalan kejayaan yang lebih besar,” tulis Grigory Potemkin, kekasih Catherine, kepadanya pada tahun 1780. Rusia berhasil memperluas wilayahnya hingga lebih dari 200.000 mil saat Catherine menjadi permaisuri.

Dia adalah Pelopor Kedokteran.

Penyakit Cacar membunuh 400.000 orang setiap tahunnya dan membuat orang lain, seperti Peter III, cacat. Pada tahun 1762, Catherine divaksinasi cacar di depan pengadilan untuk menunjukkan bahwa prosedur tersebut aman dan dapat menyelamatkan nyawa.

Dia adalah Ratu Kesenian.

Catherine ingin Rusia mendapatkan prestise, dan dia melakukannya dengan mengumpulkan koleksi seni yang luar biasa. Dia mendirikan Hermitage di St. Petersburg. Dengan seni dan istana-istana neoklasik baru, Rusia menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi. Dia juga memperjuangkan seniman perempuan. Banyak penulis dan penyair wanita berkembang di bawah pemerintahannya.

Dia memiliki teman-teman penulis terkenal.

Catherine dikenal sebagai penulis hebat. Dia bertukar surat dengan filsuf Prancis Voltaire dan Denis Diderot. Dia menulis memoar pada saat introspeksi seperti itu jarang dilakukan penguasa. Cerita dongeng yang ditulisnya untuk cucunya menjadi literatur anak-anak pertama yang diterbitkan di Rusia.

Dia Memiliki banyak kekasih.

Catherine memiliki sekitar delapan hubungan yang signifikan, kebanyakan dengan pria yang lebih muda. Dia murah hati kepada kekasih maupun mantannya, memberi mereka hadiah perpisahan (dan menjadikan salah satu dari mereka, Stanislaw Poniatowski, sebagai raja Polandia). Catherine mencintai cinta.

“Masalahnya adalah hatiku enggan untuk tetap satu jam pun tanpa cinta,” tulisnya kepada pemimpin militer Grigory Potemkin yang juga kekasihnya.

Jangan bicara tentang kuda.

Anda mungkin pernah mendengar rumor: Catherine yang haus seks meninggal saat mencoba bercinta dengan kuda. Tentu saja wanita terkenal seperti itu akan selamanya dikaitkan dengan cerita cabul klasik yang disebar musuh-musuhnya setelah kematiannya. Hal yang sama terjadi pada Anne Boleyn. Pada kenyataannya, Catherine meninggal di tempat tidur karena stroke pada 6 November 1796 saat berusia 67 tahun.

*** disadur dari Refinery29.

Artikel Terkait

Terkini