Sewu Dino tawarkan film horor dengan cerita mendalam dan detail

Koridor.co.id

Adegan Sewu Dino-Foto: MD Pictures

Dalam Bahasa Jawa Sewu Dino berarti seribu hari. Dalam kurun waktu itu tiga asisten rumah tangga keluarga Atmojo Sri (Mikha Tambayong), bersama dua temannya yaitu Erna (Givina Lukita) dan Dini (Agla Artalidia), harus menjaga, memandikan dan mengawasi sang cucu majikan, Dela Atmojo (Gisellma Firmansyah)  yang kini dirasuki arwah jahat yang sangat ganas, Sengarturih. 

Bukan sekadar memandikan tetapi melalui ritual dan aturan yang harus didengarkan melalui kaset yang diputar sebelum mulai memandikan. Aktivitas itu dilakukan di tengah sebuah gubuk tengah hutan sore hari dan selesai sebelum magrib.  Mereka tidak akan bisa keluar dari area tertentu karena sudah dipagari secara gaib.

Mulanya kegiatan ini lancar, namun sejak hari ke 997, situasi menjadi tidak mudah. Mulai dari ikatan Della yang terlepas, ember untuk memandikan bocor, kaset rusak hingga bunga tujuh rupa yang berceceran. Della yang kerasukan pun terlepas dan nyawa ketiganya terancam.  

Di tengah ancaman itu Sri mendapatkan petunjuk apa yang terjadi dan siapa yang menjadi dalang penyantetan.  Dalam upayanya membebaskan Della dari kerasukan,  Sri  tidak hanya berhadapan dengan Sengarturih.

Sewu Dino adalah film horor kedua yang diangkat dari penulis Simple Man setelah KKN Desa Penari.  Film  yang bersetting 2003 ini disutradarai oleh Kimo Stamboel.  Salah seorang personil Mo Brothers ini dikenal sebagai sutradara film horor seperti DreadOut, Ratu Ilmu Hitam dan tentu saja Rumah Dara bersama rekannya Timo Tjahjanto.

Ada beberapa catatan untuk Sewu Dino. Pertama tipikal film horor slow-burn, atau konfliknya terbangun dengan cukup lama.  Separuh film ini terasa datar dan punya potensi membosankan. Namun rupanya alur lamban ini  berfungsi untuk menjelaskan detail demi detail.

Lewat alur lamban ini penonton  mendapatkan latar belakang Sri mengapa sampai mau menjadi asisten rumah tangga  di keluarga Atmojo dan menerima segala persyaratannya.  

Kedua, Kimo tidak melupakan ciri khasnya slasher. Sejumlah adegan penuh darah berhamburan, pada prolog cerita dan terutama menjelang akhir film.  Namun tidak seperti Rumah Darah, Slasher yang disuguhkan tidak terlalu berlebihan.

Ketiga, tentu saja ada lubang dalam Sewu Dino, bukankah seribu hari itu berarti hampir tiga tahun, tetapi potongan rambut ketiga perempuan itu tidak bertambah panjang? Bukankah tidak ada salon? Lalu Dela makan  dan minum dari mana selama itu, badannya tidak kurus kering?

Keempat Sewu Dino ini masih lebih mengandalkan jumpscare untuk menakuti penonton serta elemen gore yang memang sudah menjadi ciri khasnya Kimo sebagai sutradara horor.  Sementara dari segi ketegangan masih di bawah  KKN Desa Penari.

Penggunaan efek visual CGI dan make-up untuk beberapa adegan horor pada film ini kurang menggigit, model film old school horror seperti  Exorcist masih dipakai. KKN Desa Penari masih lebih unggul dalam suasana Jawanya terutama pada elemen musik tradisional. Terlepas dari kekurangannya, secara keseluruhan, Sewu Dino merupakan horor yang cukup berkualitas.

Artikel Terkait

Terkini