Orang Asia dan obsesi terhadap kulit warna putih

Koridor.co.id

Aktris Thailand, Presenter TV, model dan pemegang gelar kontes kecantikan yang dinobatkan sebagai Miss Thailand World 2014, Nonthawan “Maeya” Chanvanathorn. (Foto: tangkapan layar YouTube)

Banyak orang berpikir bahwa kulit yang cerah lebih menarik, dan kontes kecantikan sering kali menonjolkan ide ini. Namun, ketika Nonthawan Thongleng yang berkulit cokelat dinobatkan sebagai Miss Thailand World 2014, beberapa orang mengatakan ini adalah kesempatan untuk mengubah gagasan masyarakat tentang kecantikan.

Faktanya, Nonthawan telah menjadi contoh bagi banyak orang Thailand. Wanita berkulit gelap tidak biasa di Thailand karena wanita berkulit terang dianggap lebih cantik. Nonthawan, yang juga dikenal sebagai Maeya, mengatakan bahwa hal itu sangat berarti baginya. “Hasil dicapai setelah bekerja keras dan menjadi panutan masa depan bagi generasi muda Asia, dari semua latar belakang etnis, dengan kulit yang lebih gelap, untuk menunjukkan kepada mereka bahwa mereka dapat melakukan apa yang mereka impikan,” tuturnya.

Catriona Gray dinobatkan sebagai Miss Universe pada Desember tahun lalu, menjadikannya orang Filipina keempat yang memenangkan gelar tersebut. Namun, orang Filipina memiliki perasaan campur aduk tentang kemenangannya. Banyak warganet tidak suka dengan kemenangannya dan mengatakan bahwa dia terlihat seperti orang kulit putih kecokelatan. Gray lahir dan dibesarkan di Australia. Dia adalah blasteran Skotlandia dan Filipina. “Dia tidak cukup Filipina,” kata beberapa kritikus.

“Dia cantik berdasarkan standar kecantikan Barat. Tunjukkan pada saya gadis-gadis dengan hidung besar, kulit gelap, dan rambut kasar dan keriting,” cuit seorang warganet di Twitter.

Ketika orang berdebat tentang warna dan kecantikan kulit, mereka berdebat tentang norma budaya yang dipegang teguh. Di banyak tempat, terutama di Asia, orang berkulit gelap sudah lama dianggap sebagai petani miskin atau orang yang bekerja di ladang. Di sisi lain, kulit pucat identik dengan kehidupan kosmopolitan yang lebih nyaman di dalam ruangan, tanpa sinar matahari. Jadi, warna kulit merupakan tanda status sosial seseorang.

Karena rasa malu yang timbul karena memiliki kulit yang lebih gelap, beberapa orang berusaha keras untuk tetap terlihat pucat. Bahkan selama bulan-bulan terpanas dalam setahun, bukanlah hal yang aneh melihat orang Thailand menaungi diri mereka dengan payung atau mengenakan baju lengan panjang di jalanan Bangkok untuk menghindari kulit mereka berubah kecokelatan.

Media seperti TV, majalah, dan papan reklame, terus mendorong gagasan bahwa kulit putih lebih baik. Ada banyak krim pemutih kulit tersedia di apotek. Beberapa bahkan mengeklaim dapat mencerahkan warna bagian tubuh yang paling pribadi.

Wanita bukan satu-satunya yang merasakan tekanan untuk memiliki kulit putih. Asisten profesor studi seksualitas di National Institute of Development Administration, Jaray Singhakowinta, mengatakan banyak produk dan layanan untuk pria yang ingin mendapatkan kulit lebih cerah.

Jaray mencontohkan pria yang mendapat suntikan glutathione untuk mempercepat proses pemutihan kulitnya. Bahkan, ada klinik di Thailand yang menawarkan perawatan “pemutihan penis” melalui penggunaan laser dan bahan kimia.

Menurut Kosum Omphornuwat, dosen studi gender dan seksualitas di Universitas Thammasat, ekonomi pasar, konsumerisme, media sosial, dan sindrom swafoto memperkuat obsesi tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kampanye iklan yang mendorong gagasan kecantikan ini dikritik. Pada tahun 2016, salah satu perusahaan Thailand mengiklankan tablet pencerah kulit dengan slogan “putih membuat Anda menang”. Iklan itu untuk pil suplemen yang disebut “Snowz” dan dijual oleh perusahaan Seoul Secret dan menampilkan Cris Horwang, seorang aktris dan model Thailand yang mengatakan bahwa kulitnya yang cerah adalah alasan kunci kesuksesannya.

Jaray mengatakan bahwa kulit putih mungkin telah menjadi bagian penting dari kecantikan Thailand di masa lalu, tetapi gagasan tentang kulit putih atau cerah saat ini telah berubah.

“Dalam literatur klasik Thailand, pahlawan wanita dengan kulit putih yang terlihat seperti dilukis dengan emas dianggap cantik. Jadi, warna putih yang berbeda itulah yang dulu umum. Setelah pengaruh dari Barat dan Korea, warna yang paling populer adalah putih merah muda,” katanya.

Memang, seiring peningkatan popularitas hiburan Korea, terutama musik pop dan drama TV, membuat fiksasi pada kulit putih ini semakin kuat. Jaray mengatakan bahwa tren tersebut dimulai sekitar 20 tahun yang lalu ketika sebuah drama Korea berjudul “Dae Jang Guem” menjadi populer di Thailand. Pertunjukan itu tentang seorang wanita yang menjadi dokter setelah bekerja sebagai pelayan kerajaan selama periode Joseon dalam sejarah Korea.

“Gambar aktor Korea dan produk kecantikan Korea sekarang sudah umum di hiburan Thailand,” katanya. Kecantikan dalam gaya Korea telah menjadi sinonim untuk kecantikan secara umum bagi banyak orang Thailand. Standar kecantikan Korea menjadi lebih populer di Thailand karena banyaknya bisnis Korea terkait kecantikan di sana. Standar kecantikan Korea termasuk wajah berbentuk V, kulit seputih mutiara, dan hidung yang tipis dan runcing.

“Saya pernah mendengar bahwa beberapa agen perjalanan Thailand telah menyiapkan tur bedah kecantikan ke Korea karena pelanggan mereka ingin terlihat seperti bintang favorit mereka,” kata Jaray. Bahkan, ada acara TV seperti “Let Me In Thailand” dan “Let Me In Reborn” yang mempertemukan orang-orang berwajah jelek untuk memperebutkan kesempatan menjalani operasi plastik di Korea Selatan.

Menurut survei Organisasi Kesehatan Dunia, hampir 40% wanita di negara-negara seperti China, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan secara teratur menggunakan produk untuk membuat kulit mereka lebih cerah.

Sebuah perusahaan yang melacak pasar, Global Industry Analysts, mengatakan bahwa permintaan akan produk pemutih kulit terus meningkat dan diperkirakan akan mencapai $31,2 miliar pada tahun 2024.

Preferensi untuk kulit pucat kemungkinan besar tidak akan segera berubah karena anak-anak yang lebih muda menjadi semakin sadar akan makna yang diberikan institusi sosial pada warna kulit.

Namun, kampanye media “Gelap itu Indah” di India, yang bertujuan melawan rasisme, memberi harapan lain. Kampanye serupa yang ditujukan untuk konsumen mungkin akan digunakan di Thailand suatu hari nanti.

Mengubah suatu tradisi bukan tugas yang mudah. Ada begitu banyak gambar yang menunjukkan orang berkulit lebih terang sebagai sosok yang lebih baik, dan norma di balik mereka begitu kuat, sehingga dibutuhkan banyak pemenang seperti Maeya untuk membuat perbedaan.

*** disadur dari The Diplomat.

Artikel Terkait

Terkini