Meski Little Women versi drakor melenceng dari versi asli novel karya Louisa May Alcott, masih terdapat kritik kesenjangan sosial plus feminisme

Koridor.co.id

Sebuah adegan dalam drama Korea Little Women (Foto: TVN)

Oh In-Kyung (Nam Ji-Hyun) begitu gusar ketika mengetahui adiknya Oh In-Hye (Park Ji-Hoo) mau saja menjadikan lukisannya sebagai karya teman sekelas adik yang kaya raya dan memenangkan lomba melukis yang membuat bangga keluarganya dari kalangan borjuis.

Sebagai reporter yang penuh idealisme, In-Kyung merasa yang dilakukan adiknya tidak etis.  “Kamu menjual jiwamu?” tuding dia.

Sang adik dengan tega menjawab: “Jiwa terbuat dari apa? Apa salahnya aku menjual jiwaku untuk Ibu dari (Park) Hyo-Rin (Jeon Chae-un). Bukankah Da vinci, Rembrandt dan Velazquez juga mencari uang dengan melukis putri-putri bangsawan?”

Rupanya In-Hye dijanjikan sekolah seni di Amerika Serikat, hal yang menjadi mimpi bagi keluarga kakak dan adik ini. Skak mat.

Dialog antara dua saudara ini merupakan salah satu dari bagian film Little Women adaptasi sutradara Kim Hee-Won dan penulis skenario Jeong Seo-kyung  dari novel klasik Amerika bertajuk sama karya Louisa May Alcott.

Kalau novelnya bersetting Amerika Serikat pertengahan abad ke 19 dan novelnya diterbitkan pada 1868, maka versi Drama Korea (drakor) settingnya mengkritisi situasi Korea masa kini.  

Kalau dalam versi klasik yang juga beberapa kali diangkat ke layar lebar berkisah tentang empat bersaudara Margaret (Meg)  yang tertua seorang guru digambarkan anggun dan cantik, Josephin (Jo) seorang penulis,  tomboy, Elizabeth (Beth) yang pemalu, dan Amy yang bungsu yang punya kegemaran melukis.  

Empat bersaudari itu tinggal dalam keluarga bersahaja dengan ibu yang bekerja, sedangkan ayahnya bertugas di medan perang. Pada waktu itu AS dilanda perang saudara. Jo menjadi tokoh utama, yang akhirnya menikah dengan pria pilihannya. Ia mendapat warisan dari bibinya yang digunakannya untuk mendirikan sekolah. 

Jo adalah nafas feminisme dari Louisa bahwa perempuan memilih pasangan hidupnya sendiri bahkan kalau perlu melajang.  Jo berani berbicara sesuatu hal yang bukan lumrah masa itu dan bebas memilih apa yang dia mau. Jo bukan Cinderela yang menanti diselamatkan sang pangeran.

Little Women versi drakor menghadirkan tiga kakak beradik yaitu yang sulung Oh In-Ju yang berprofesi sebagai akuntan di sebuah korporasi,  Oh In-Kyung, seorang reporter televisi dan yang bungsu Oh In-Hye yang masih duduk di bangku SMA, dan gemar melukis.

Bisa ditebak bagi yang pernah membaca atau menonton Little Women versi original, maka representatif Jo adalah In-Kyung.  Sebagai catatan Drakor menghapus tokoh Beth dan menyederhanakannya jadi tiga perempuan.

Tiga bersaudara ini tinggal bersama ibu mereka yang bekerja sebagai karyawati restoran. Sang ayah merantau ke Philipina sebagai pekerja migran. Bangunan awalnya tidak jauh beda.

Little Women versi drakor 12 episode dibuka dengan perayaan ulang tahun Si Bungsu. Sebuah kue dan uang saku yang cukup besar, hasil patungan kedua kakaknya agar Si Bungsu bisa ikut teman-teman sekolahnya berdarmawisata ke Eropa.

Kedua kakaknya, terutama si Sulung ingin adik bungsu mengecap sedikit kemewahan seperti teman-temannya.  Dulu ketika ia kecil In-Kyung hanya merayakan ulang tahunnya dengan lima telur rebus ditaruh lilin.  Adegan kilas balik mengharukan, tentang kebersahajaan sebuah keluarga.

Tetapi oleh Sang Ibu uang itu justru diambil digunakan untuk ke Philipina menengok ayahnya. Kedua kakaknya berupaya mencari uang lagi agar Si Bungsu bisa jalan-jalan. Padahal In-Hye menolak menyusahkan kedua kakaknya.

Namun bukan itu inti drakor ini. Cerita bergulir In-Ju berkawan dengan  Jin Hwa-Young (Choo Ja-Hyun) seorang karyawati yang senasib dan sepenanggungan, sama-sama kesepian, diasingkan. Tampaknya sahabatnya  bersahaja. Tetapi diam-diam Hwa-Young punya kehidupan lain, yang mewah: anggota klub yoga. 

Suatu ketika Hwa-Young meninggal diduga bunuh diri dengan mewariskan dua miliar won di loker klub yoga untuk In-Ju. Jumlah duit sangat besar, yang In-Ju pun tidak tahu mau diapakan. Di satu sisi, Hwa-Young dituding menggelapkan uang perusahaan sebesar 70 miliar won.  In-Ju melakukan penyelidikan.

Namun direkturnya  yang ia sangka tersangkut kematian sahabatnya itu, justru tewas. Mobilnya disabotase, sehingga membuatnya mengalami kecelakaan mematikan. Petunjuknya hanya anggrek biru, seperti halnya di tempat kediaman sahabatnya. Wah, ternyata versi drakor mulai melenceng dari versi asli Little Women menjadi thriller.

Sementara itu, In-Kyung, pada satu sisi sebagai jurnalis patut mendapat acungan jempol. Dia menjunjung tinggi kebenaran fakta dan tidak tunduk dengan uang. Tidak percaya begitu saja bahwa sejumlah kasus bunuh diri yang ramai diberitakan hanya kebetulan. 

Suatu ketika dia terlibat dalam liputan terkait seorang pengacara kaya bernama Park Jae-Sang (Uhm Ki-Joon), nampak sebagai seorang filantropi, yang akan terjun ke dunia politik: Jadi calon wali kota Seoul. Namun Sang Reporter mengendus bahwa pengacara itu tidak bersih, punya skandal perbankan yang melibatkan sejumlah kasus bunuh diri.

Pertanyaannya dalam konferensi pers membuat pengacara itu terhenyak: “Empat orang yang Anda pernah bela mati bunuh diri. Apa tanggapan Anda?” Si Pengacara dengan dingin bertanya: Siapa nama Anda?” Si Reporter menjawab dengan lantang: “Oh In-Kyung dari OBN.” Dengan cepat reporter itu jadi lawan Jae-Sang.

Jae-Sang tak lain dari ayah Hyo-Rin sahabat baik adiknya. Itu sebabnya dia menentang kehadiran sang adik dalam pesta perayaan.  Caranya mengajak baik-baik tidak bisa, maka dia panjat tiang CCTV sambil berteriak agar adiknya pulang. 

Tetapi di sisi lain In-Kyung digambarkan sebagai seorang alkoholik yang membuatnya diskors kantor medianya.  Ini menjadikan tokoh ini di mata penggemar drakor sebagai tokoh yang mengesalkan.  

Sekalipun di kalangan jurnalis, bisa dipertanyakan, apakah alkoholik bisa jadi pertimbangan seorang jurnalis diskors oleh kantor media? Tidak penting. Itu urusan pribadi. Daripada kalau jurnalis itu berkomplot dengan pengusaha atau politisi hitam, menerima suap dari mereka, misalnya.  

Sekalipun idealis. Nenek dari tiga bersaudari  yang kaya raya justru paling menghargainya.  In-Kyung tidak mau menerima uang begitu saja dari neneknya. Dia menggantinya dengan sarapan bersama dengan bibinya atau membacakan berita. 

“Selama kamu diskors datang ke kantor nenek. Nanti nenek ajarkan bagaimana menjadi orang kaya di Korea,” ucap Sang Nenek yang memintanya berhenti jadi reporter.

Sementara Si Bungsu lebih pragmatis. Dia juga diiingatkan kakak sulung In-Ju jangan seperti pengemis menerima pemberian orang.  Dia tidak ingin adiknya dikasihani karena miskin.

Kesannya  In-Ju adalah anak pertama yang ingin menyelamatkan keluarga. In-Kyung anak kedua ingin melindungi keluarga dan si bungsu ingin melarikan diri dari keluarga. Mantap karakter-karakternya.

Little Women versi drakor mempunyai plot twist yang tidak bisa ditebak. Sang Sutradara dan Penulis Skenario mengikuti tren film-film Korea yang mengkritik kesenjangan sosial di negeri ginseng itu.  Dalam beberapa adegan diungkapkan bagaimana keinginan perempuan Korea begitu gandrung operasi plastik (terutama mengubah bentuk hidung) selain memakai sepatu, tas hingga baju mewah.  

Hal ini juga ditemukan begitu mencolok dalam film Parasite (2019) dan sebetulnya juga dalam fiksi ilmiah Snowpiercer (2013) ketika Bumi sudah hancur pun segelintir orang kaya mau tetap hidup mewah.

In-Ju dan In-Kyung merupakan simbol orang-orang yang sebetulnya tidak dikendalikan dengan uang. Namun realitasnya berhadapan dengan kekuatan uang.

“Di dunia ini tidak ada yang lebih berharga dari pada uang.” Ucapan seorang rekan In-Ju. Percakapan dengan Direkturnya menjelang kematiannya juga miris: Di dunia ini banyak hal yang menakutkan, ada sesuatu di atasnya.”

In-Kyung  juga dinasehati kawannya: “Politik tak lain bisnis pertunjukan.” Pernyataan itu telak sekali dengan apa yang terjadi di sejumlah negara saat ini. 

Little Women versi drakor, dibuat oleh perempuan, ditulis oleh perempuan, dengan tiga karakter utama perempuan memberikan webseries yang tayang di platform Netflix ini menyuguhkan pengalaman menonton paling asyik tahun ini. 

Memang menyimpang dari versi aslinya, namun untungnya tidak kehilangan unsur feminisme. Tokoh-tokoh ceweknya tetap perempuan perkasa. Tinggal penikmat serial bersiap apakah akan happy ending seperti versi aslinya atau ada kejutan lain. Yang pasti plot twist-nya, wow!.

Artikel Terkait

Terkini