Para trekker yang mendaki Tangkuban Perahu dari Gerbang Jayagiri pada umumnya singgah di sebuah pondok kayu yang berada dekat instalasi air minum. Pondok itu kerap dijadikan checkpoint mereka. Letaknya juga tidak jauh dari tempat orang orang biasa berkemah.
Pada Kamis 2 Februari 2023, Koridor melakukan trekking yang serupa dari gerbang Jaya Giri. Setelah lebih dari satu jam melakukan hiking melalui medan terjal, Koridor tiba di pondok itu seperti pada Desember 2013 masih utuh. Ketika itu sejumlah pencinta alam sedang mengaso sambil ngeliwet.
Pemiliknya adalah Nenek Idah, yang diprediksi berusia dari 90 tahunan tinggal sendiri di pondoknya, setelah almarhum suaminya meninggal.
Dia menghuni pondok sejak 1973. Karena berada di depan instalasi air minum maka Nenek Idah juga dijuluki Sang Penjaga Air. Tidak bisa dibayangkan bagaimana sendirian malam hari di hutan yang gelap dan sepi. Tetapi tampaknya Idah santai saja.
Setelah memesan satu gelas teh manis hangat, seharga Rp3.000, Nenek Idah menunjukkan jalan yang harus ditempuh kalau menuju Tangkuban Perahu.
“Di titik ini banyak jalur bercabang yang semuanya mirip hingga kalau salah pilih akan tersesat,” katanya mengingatkan dalam logat Sunda yang kental. Dia mengingatkan bahwa jalan di hutan mempunyai cabang dan ada yang di pagar.
Mak Idah telah diberikan izin khusus berada di dalam kawasan hutan untuk membangun warung dan juga menjadi Ikon tersendiri Puncak Jayagiri. Para petugas Perhutani dan para pendaki begitu peduli kepada nenek yang tinggal berkilometer dari permukiman warga.
Ketika tahu Koridor sulit menemukan jalur ke Tangkuban Perahu seperti 10 tahun lalu, entah mengapa Nenek Idah tergerak hatinya.
Ajaib, nenek itu bahkan bisa berjalan lebih cepat dengan sandal jauh meninggalkan Koridor hingga 200-300 meter di depan. Koridor menyadari tidak ada apa-apanya di alam yang asri ini dan patuh pada kearifan lokal.
Berkat Nenek Idah, Koridor bisa menemukan jalur menuju Jalan beraspal Cikole yang ujungnya ke atas menuju Tangkuban Perahu dan ke bawah menuju Cikole.
Perjalanan menuju Warung Mak Idah sebenarnya tak begitu jauh. Jaraknya sekitar 2.3 km dari Gerbang Masuk Wana Wisata Jayagiri dengan waktu tempuh kurang lebih sekitar 45 menit.
Titik awal pendakian ada di ketinggian 1.323 mdpl dengan elevasi sekitar 350 meter ke tempat tujuan. Sepanjang perjalanan kami melewati hutan yang ditumbuhi oleh pepohonan pinus yang lantai hutannya dimanfaatkan dengan ditanami kopi.
Emak juga pernah didatangi para legenda pencinta alam seperti Abah Bongkeng atau Abah Iwan Abdurrahman. Semenjak Abah meninggal, Mak Idah hidup di sini sendirian. Hari-harinya hanya ditemani suara dari radio tua.
Nenek itu bertahan hidup dengan berjualan minuman dan makanan ringan di warung kecilnya. Ia membeli barang dagangannya dari Pasar Lembang.
Dia harus berjalan turun-naik gunung setiap kali berbelanja. Jadi tak mengherankan kalau Koridor tertinggal jauh dari Nenek Idah ketika menunjukkan jalan keluar.
Entah apa yang terjadi jika tidak bertemu Nenek Idah. Barangkali masuk dalam daftar korban kesasar di Hutan Jayagiri yang banyak jalan bercabang. Koridor saat itu melakukan solo hiking.
Nenek Idah Sang Penjaga Air kemudian kembali ke pondoknya dengan santai, setelah yakin Koridor menemukan trek yang benar. Rupanya dia benar. Mudah-mudahan nenek Idah diberi umur panjang hingga para pencinta atau trekker bisa kembali menjadikan pondoknya sebagai tempat checkpoint.