‘Linggih sami, jumeneng tanpa ratu’ menjadi slogan seni Bantengan di Kota Batu, Jawa Timur

Koridor.co.id

Sanggar Songgoriti kota Batu dengan nama paguyuban Persatuan Seni Pencak Silat & Bantengan “Empu Supo” Songgoriti-Foto: Dokumentasi Pribadi Ebes,

Kota Batu, Jawa Timur mempunyai seni yang disebut Seni Bantengan yang hingga kini berkembang dengan baik. Penelitian yang dilakukan Melisa Mulyono dan kawan-kawan dari Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni, Universitas Kristen Petra pada 2016 bertajuk  Perancangan Audio Visual Seni Bantengan di Kota Batu menyebutkan terdapat sekitar 250 kelompok Seni Bantengan.

Menurut penelitian itu disebutkan adanya unsur magis dari pertunjukkan ini adalah karena dilakukannya upacara di awal acara.

Upacara ini memiliki dua tujuan. Pertama adalah mantra-mantra atau doa agar dalam pertunjukan diberikan keselamatan dan kelancaran, dan hanya untuk kebaikan. Tujuan yang kedua adalah mantra untuk memanggil pihak ketiga (roh) untuk ikut terlibat dalam pertunjukan.

Pegiat Seni Tradisi dari Lingkungan Songgoriti Kelurahan Songgokerto, Kota Batu Udik Arianto mengungkapkan  Seni Bantengan adalah merupakan penggabungan seni gerak olah tubuh atau tari dengan kuda-kuda pencak silat.

Tetapi, menurut pria yang karib disapa Ebes ini asal usul Bantengan itu masih menjadi polemik  karena banyak versi. Namun yang jelas kesenian ini tumbuh kembang di geografis antara Gunung Arjuna, Bromo, Semeru dan Kawi.

“Yang jelas menurut saya pribadi sudah ada sejak jaman era singosari-majapahit hal ini di buktikan di beberapa relief candi yang ada bertebaran di Jatim. Misal candi Jago. Dan bukti kuat nama tokoh-tokoh yang berkaitan dengan binatang bertanduk ada di era kerajaan tsb, seperti nama depan beberapa tokoh Mahesa, Kebo , dan Lembu,” papar Ebes kepada Koridor, 4 Februari 2023 malam.

Bantengan sendiri mempunyai ciri khas karakter yang berbeda-beda setiap daerah. Suatu contoh di daerah Batu sama daerah Tumpang dari ciri khas musik beda. Yang menonjol kalau daerah Tumpang memakai properti ‘gonjong’ ( kerangka tubuh Bantengan dari rotan/bambu).

Dalam kesenian Bantengan ada berbagai peran, yaitu  macan/harimau dan monyet (bedhesan). Banteng merupakan simbol kemakmuran/pribumi. Macan menyimbolkan keangkaramurkaan/penjajah. Sedang monyet merupakan simbol pengadu domba.

Ebes ini merupakan aktivis dari  Sanggar Songgoriti kota Batu dengan nama paguyuban Persatuan Seni Pencak Silat & Bantengan “Empu Supo” Songgoriti.  Perkumpulan ini memiliki anggota 87 orang yang aktif.

“Anggota kami terdiri atas lintas suku, adat, dan agama serta dari berbagai daerah baik dalam lingkungan desa maupun luar lingkungan daerah kami baik pria maupun wanita, untuk paling muda usia 5 tahunan,” ujar Ebes.

Ebes merespon generasi milenial sampai detik ini sangat antusias sekali.  Seni Bantengan tumbuh subur dan berkembang sangat pesat.

“Untuk usul saran saya pribadi agar kesenian Bantengan tetap eksis dan berkembang adalah dengan mengenalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya kepada generasi penerus sebagai pondasi awal serta mengembangkan kreativitas dengan berbagai kreasi menurut ciri khas daerah masing-masing, guna mengangkat kearifan lokal,” papar Ebes.

Selain itu database kesenian Bantengan sangat diperlukan, agar dapat diperkenalkan kepada khalayak skala nasional bahkan internasional. Ke depan, jadi ditonjolkan nilai-nilai seninya.

“Di tempat kami pribadi,  menggunakan konsep era milenial dengan tetap mengedepankan pakem yang ada,” imbuhnya.

salah satu atraksi snei bantengan-Dok Pribadi Ebes.

Untuk pertunjukan rutin pihaknya mengikuti event “Ngarak Banteng 1 Suro Empu Supo” setiap tahun di  bulan suro. Pada  tahun ini akan memasuki agenda tahunan yang ke 15.  Event ini akan diikuti kelompok-kelompok Bantengan se-Malang raya bahkan luar Batu Malang juga ada.

Dalam satu tahun ada event besar di acara Festival Seribu Banteng yang diadakan di Kota Batu serta Ngarak Banteng 1 Suro di Songgoriti. Sanggar ini juga ikut festival-festival Skala Kota dan  Kabupaten dan nasional guna sebagai visi misi mengenalkan kesenian bantengan.

“Alhamdulilah beberapa waktu lalu kami berhasil menyabet juara piala Bupati Kediri serta lomba film Pendek mengambil tema Bantengan. Kami ingin agar kesenian bantengan menembus batas dan bisa berkolaborasi dgn kesenian lainya. Dan beberapa tahun lalu, kami  tampil di Jambi, Probolinggo, Kediri, Ngawi dan beberapa daerah lainya,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terkini