
Mereka yang karib dengan dunia digital mengenal konten ASMR (autonomous sensory meridian response), konten media sosial seperti youtube pembuatnya terus menemukan suara-suara dari berbagai sumber yang memantik perasaan gembira dan tenang ke pendengarnya.
Pembuatan konten ini menjadi titik film teranyar karya sutradara Gina S Noer bertajuk Like & Share yang tayang di layanan streaming Netflix. Film ini dibuka dengan dua remaja perempuan yang menjadi tokoh utamanya, Lisa (Aurora Ribero) dan Sarah (Arawinda Kirana).
Film ini dibuka dengan narasi lalu adegan pemotretan Lisa dan Sarah dan penayangan video mereka mengisap loli, menjilat kue krim, vape, lalu berkata: jangan lupa subscribe dan kemudian “Like dan Share”. Kalau viewernya besar maka keduanya akan meraup keuntungan sebagai konten kreator.
Keduanya yakin konten ASMR dengan tema yang colorful membuat pendengar rileks dan tidur dengan lebih nyaman.
Kedua siswi sebuah SMA ini boleh dibilang apa yang disebut istilah gaul sekarang sebagai besti (sahabat terbaik), menghabiskan waktu bersama dan mengerti kekurangan serta kelebihan masing-masing.
Baik Lisa dan Sarah, sosok remaja yang kurang mendapatkan perhatian orang tua. Lisa memiliki masalah di rumah, terutama dengan Ninda, ibunya (Unique Priscilla) yang serba menuntut.
Pascabercerai dari ayahnya, sang ibu memintanya untuk jadi mualaf. Lisa harus bersikap baik, karena ayah tirinya (Joshua Pandelaki) taat beragama, terpandang dan mau bertanggung jawab untuknya.
Sementara, Sarah menjadi yatim piatu karena orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Ia pun hidup bersama kakaknya, Ario (Kevin Julio). Sang kakak jarang berkomunikasi dengan adiknya karena sibuk dengan urusan masing-masing.
Selain masalah keluarga dalam kehidupan di luar rumah, keduanya juga mempunyai masalah besar yang mengubah jalan hidup mereka. Lisa kecanduan pornografi setelah menonton video viral “bokep hp jatuh” membuatnya kerap bermasturbasi yang tidak kenal tempat, mulai di rumahnya hingga di toilet sekolah.
Like & Share menyajikan menarik ketika Lisa dan Sarah buat konten makan mi pedas kamera berganti ke potongan video porno yang pernah disaksikan Lisa dan mengendap di dalam otaknya membuat desah kepedasan menjadi lebih kuat.
Ketika Lisa ketahuan nonton video porno oleh orangtuanya, Sarah hadir di sisinya.
“Lo normal, lo baik, gue normal, kita jadi diri kita sendiri, kita lakukan apa yang kita anggap baik, kita eksplorasi dunia ini bareng-bareng. Orangtua lo boleh ngejudge loh, boleh ngomong apa saja. Tetapi kalau gue menerima lo apa adanya. Percayalah sama gue,” ujar Sarah.
Sarah membela kawannya ketika diketahui kakaknya bawa cewek tidak pantas menonton video porno. Ditampik dengan elegan: “Lo juga nonton bokep! Memangnya nonton bokep itu ada batasan gender!”
Masalah kian pelik ketika Lisa dekat dengan Fita (Aulia Sarah), pelaku dalam bokep yang dia tonton dan sekaligus pembuat roti. Fita mengajarkan bahwa pembuat roti memberikan raginya nama. Nah Lisa menamakan raginya nama Michael, ayah kandungnya.
Tapi ragi itu dibuang oleh ibunya karena bau. Ini tanda konflik generasi “Semua mahluk itu bisa dirawat dengan penuh kasih sayang! Bau bagi Mama bukan bau bagi aku, Lisa sedih bukan main!” cetus Lisa.
Sementara Sarah diperkosa Devan (Jerome Kurnia), laki-laki yang dikenalnya di area kebugaran tubuh. Masalahnya, perkosaan itu terjadi di hari ulang tahunnya yang ke 18 dan Sarah ikut di hotel menginap bersama, yang membuatnya tersudut dan di mata hukum suka sama suka. Apalagi Devan merekam sejumlah adegan, kalau dia sampai memutuskan hubungan akan menyebar.
Sebelumnya Sarah kerap mengirimkan foto-foto seksinya pada Devan dengan alasan prospek kelas kebugaran. Ini kelak melemahkan posisi dia ketika terjadi kasus.
Di sini terdapat bahasa gaul di kalangan anak muda saat ini ada istilah no face no case. Kalau diartikan secara harfiah selama foto dan video tidak ada muka, tidak akan jadi masalah. Terkait dengan pornografi selama wajah pelakunya tidak diperlihatkan, maka itu bisa siapa saja.
Sebagai Besti, kali ini Lisa membela dan berani menghadapi Devan di depan teman-temannya. Laki-laki itu lolos dari hukum, tetapi mereka punya cara sendiri membalas pernyataan Devan: “Yang ada yang ancur cewek, bukan cowok!”
Lewat dua masalah itu sutradara yang kondang lewat Dua Garis Biru ini menunjukkan bahwa kehidupan remaja saat tidak lagi bisa dilihat hitam dan putih. Siapa yang tidak pernah mengakses pornografi?
Seksualitas merupakan eksplorasi tiada akhir di masa remaja hingga mereka menemukan jawabannya. Seksualitas dan nafsu berahi bukan hanya milik laki-laki tetapi juga perempuan dengan istilah gaulnya sange.
Like & Share juga mengungkapkan kedigayaan dunia digital yang membuat konflik antara orang tua dan anak menajam. Bagi ibu Lisa, konten yang dibuat Lisa dan Sarah tidak jelas, tetapi bagi anaknya konten itu adalah hidupnya.
Gina juga menunjukkan begitu mudahnya penghakiman masyarakat dan orang tua saat melihat hal menyimpang. Hingga hal-hal yang disepelekan remaja demi cinta. Lewat film ini sutradara ini menampar orang tua dalam beberapa hal: sahabat jauh lebih baik dan hadir memecahkan masalah remaja daripada keluarga.
Cerita bagus dan Gina begitu detail menggambarkan dunia remaja masa kini. Tentu saja pemeran dua sahabat Aurora Ribero dan Arawinda Kirana bermain ciamik, seolah mereka benar-benar besti. Adegan saling cemburu karena kurang diperhatikan setelah sahabatnya lebih fokus ke hal lain hingga saling membela.
Like & Share setara kualitas pesannya dengan Dua Garis Biru dan harusnya layak untuk ditonton di bioskop.