Secara kasat mata kita dengan jelas dapat melihat atribut fisik yang kita terima, atau warisi dari generasi sebelumnya. Antara lain, warna rambut atau mata. Lainnya, warna kulit, sawo mateng, hitam manis, tinggi badan, dan lain sebagainya.
Mengutip https://www.amenclinics.com/blog/can-you-stop-the-cycle-of-generational-trauma/, ternyata masih banyak lagi ‘warisan’ yang tidak kita lihat. Termasuk di dalamnya, sejarah emosional keluarga.
Katakanlah seperti kecemasan, ketakutan, prasangka, fobia, dan hal-hal lain yang sering diturunkan oleh orang tua atau kakek-nenek kepada kita melalui tindakan, norma budaya, dapat terwarisi secara langsung kepada kita.
Trauma lintas generasi
Trauma individu, trauma keluarga, trauma komunitas, atau trauma kolektif yang berdampak pada ras, atau kelompok dan komunitas lain semuanya dapat menjadi benih bagi generasi berikutnya untuk mengalami efek trauma berkepanjangan. Ini dikenal sebagai trauma historis. Sejarahnya panjang trauma, dari leluhur, sampai ke anak-cucu.
Setiap orang rentan terhadap efek trauma leluhur. Mereka, yang keluarga atau komunitasnya telah mengalami bentuk-bentuk pelecehan, pengabaian, bullying, atau perundungan, penyiksaan, penindasan, atau ketidakadilan ras yang parah berada pada bahaya tertinggi.
Anak-anak korban perang, perbudakan, genosida, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, perundungan, dan kemiskinan parah terpengaruh secara tidak proporsional.
Pertama kali diidentifikasi pada keturunan, cucu, dan cicit dari korban Holocaust, trauma lintas generasi telah dipelajari dalam frekuensi yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Anak-anak dan cucu dari penyintas memiliki peningkatan risiko gangguan kecemasan dan gangguan stres paskatrauma, menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Psychiatric Research.
Selain itu, cucu-cucu korban Holocaust terwakili secara berlebihan sebesar 300% dibandingkan dengan teman sebayanya, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Psychotherapy. Dampak serupa telah diamati dalam studi tentang orang-orang yang berasal dari korban tragedi sejarah lainnya.
Holocaust adalah genosida terhadap kira-kira enam juta keturunan Yahudi Eropa selama Perang Dunia II. Mereka menjadi korban pembantauan dari suatu program pembunuhan sistematis oleh Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler. Pembantaian etnis itu, berlangsung di seluruh wilayah yang dikuasai oleh Nazi.
Pengalaman traumatis yang dialami korban pembantaian itu, bisa dipahami. Anak-anak dari orang tua, atau leluhur PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma adalah gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa bersifat traumatis atau sangat tidak menyenangkan.
Literatur yang ada mnyebutkan, PTSD merupakan gangguan kecemasan yang membuat penderitanya teringat pada kejadian traumatis. Beberapa peristiwa traumatis yang dapat memicu PTSD adalah perang, kecelakaan, bencana alam, perundungan, dan pelecehan seksual.
Anak-anak, atau turunan dari orang tua dengan PTSD tiga kali lebih mungkin mengembangkan gangguan tersebut dibandingkan populasi umum. Keluarga yang pernah mengalami trauma emosional besar —perceraian, kecelakaan atau kehilangan yang fatal, pengabaian, penahanan orang tua, penyalahgunaan zat, kematian karena bunuh diri, atau kematian anggota keluarga– juga rentan mengalami trauma lintas generasi.
Efek dari trauma ini bertahan lama. Misalnya, kematian dini dapat memiliki efek mendalam pada sistem saraf, sehingga mengubah susunan genetik anggota keluarga. Hal ini dapat
memiliki efek jangka panjang pada generasi berikutnya.
Trauma juga bisa disebabkan oleh pola asuh yang negatif. Depresi, penyalahgunaan zat, penyakit mental, dan gangguan lainnya semuanya dapat secara signifikan mempengaruhi pengasuhan anak ketika orang tua memiliki trauma yang belum terselesaikan. Mereka mungkin menunjukkan strategi koping yang buruk dan menjadi orang tua yang kurang perhatian. Mereka bahkan mungkin menjadi pelaku trauma mereka sendiri; pelecehan seksual sering diulang dalam keluarga selama beberapa generasi.
Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan mental dapat dipengaruhi oleh trauma di masa lalu. Anak-anak dari orang tua yang depresi lebih cenderung mengalami depresi didirinya sendiri, menurut sebuah penelitian besar yang diterbitkan pada tahun 2019.
Mengakhiri rantai trauma lintas generasi
Trauma leluhur dapat dicegah. Ini jelas kabar baik. Tetapi, harus dimengerti hal itu tidak akan hilang dengan sendirinya. Dengan bekerja sama untuk mengatasi trauma, keluarga dapat menciptakan warisan kekuatan dan harapan baru. Salah satu cara terbaik untuk membebaskan generasi mendatang dari dampak trauma lintas generasi adalah dengan menumbuhkan ketahanan melalui dialog yang penuh kasih dan jujur antargenerasi.
Penyembuhan terjadi ketika anggota keluarga berbicara danbekerja melalui luka, rasa sakit, atau pelecehan dari masa lalu. Untuk membantu anak dan cucu mengatasi trauma, ahli kesehatan mental menyarankan agar mendapatkan bantuan untuk diri sendiri terlebih dahulu. Terbukalah tentang pengalaman Anda. Bagikan sejarah keluarga Anda dan peristiwa tragis yang terjadi selama kehidupan orang tua dan kakek-nenek Anda.
Jika Anda adalah orang dewasa dengan orang tua atau kakek-nenek yang mungkin pernah
mengalami trauma, penting untuk membicarakannya dengan mereka. Cobalah untuk belajar sebanyak mungkin tentang sejarah keluarga Anda. Catat setiap kebiasaan, kepercayaan, atau cerita yang mendarah daging yang Anda warisi dari keluarga Anda dan terus tunjukkan.
Jelajahi cara-cara alternatif untuk menjadi dan berbicara dengan orang kepercayaan yang dapat diandalkan seperti teman, anggota keluarga, atau terapis. Mulailah membuat hidup untuk diri sendiri bebas dari penderitaan masa lalu Anda.
Bentuk pengobatan baru dapat sangat berguna dalam mengatasi efek trauma yang diturunkan dari generasi ke generasi. Terapi somatik adalah salah satu bentuk pengobatan untuk gangguan stres traumatis di mana pasien belajar menggunakan kesadaran sensasi internal tubuh untuk mengontrol respons emosional.
Selain itu, bagi mereka yang pernah mengalami trauma emosional, terapi eye movement desensitization and reprocessing (EMDR) bisa menjadi pengobatan yang efektif. Metode yang melibatkan gerakan mata atau stimulasi hemisfer nondominan digunakan untuk meredakan muatan emosional dari ingatan traumatis.
Jika Anda atau orang yang Anda cintai mengalami gejala yang konsisten dengan trauma lintas generasi, bantuan kesehatan mental profesional harus dicari. Karena masalah kesehatan mental, seperti yang disebabkan oleh teauma lintas generasi, tidak bisa ditunda. Anda mungkin tidak bertanggung jawab penuh atas kecemasan, kesedihan, atau kondisi kesehatan mental Anda sendiri.