Sakti, seorang anak baru gede yang duduk di kursi kelas satu SMP, cinta mati pada sepak bola. Posisinya bebas. Cekatan saat mengoper bola, soal menyundul bola bisa diadu, mencetak gol apalagi.
Musabab kehilangan kedua orang tua waktu bencana tsunami di Aceh, ia dibesarkan dan dibawa ke Jakarta oleh Surya Purnawarman, sahabat mendiang ayahnya.
Surya mantan pesepakbola profesional yang kini melatih di Sekolah Sepak Bola (SSB) Balebunder, tempat Sakti juga mendapat gemblengan untuk mewujudkan impiannya menjadi pesepakbola terbaik Indonesia. Untuk itu ia harus membuktikan diri dengan melewati banyak adangan dan lawan-lawan hebat.
Demikian secuplik kisah yang terdapat dalam komik Menembus Jantung Pertahanan hasil kreasi Juan Vito Marbun dengan beberapa orang kawan yang bergantian datang membantu.
Bagi para maniak komik, ingatan mungkin langsung merujuk pada Captain Tsubasa karya Yoichi Takahashi. Komik atau manga tentang sepak bola asal Jepang yang bisa dibilang sangat fenomenal. Tak lama kemudian diadaptasi menjadi serial animasi alias anime.
Upaya awal memantik minat anak-anak di Jepang untuk bermain sepak bola alih-alih bisbol melalui anime bisa terlacak melalui serial Akakichi no Eleven (Red-Blooded Eleven). Adaptasi dari manga berjudul sama karya Ikki Kajiwara (penulis cerita) dan Mitsuyoshi Sonoda (ilustrator) itu disiarkan oleh stasiun televisi nasional sejak 13 April 1970 hingga 5 April 1971.
Sementara manga dan anime Captain Tsubasa hadir sekitar satu dekade kemudian. Versi komik terbit perdana sejak 1981. Sirkulasi kumulatifnya mencapai 80 juta di seluruh dunia pada 2018.
Judulnya menyesuaikan tempatnya rilis. Publik Spanyol mengenalnya dengan judul Campeones: Oliver y Benji. Kala meluncur di Italia, tajuknya berganti Holly and Benji. Pembaca dan penonton di Jerman lebih familiar dengan titel Die tollen Fußballstars, Kapitan Tsubasa di Polandia, Olive et Tom di Prancis, Captain Majid di Arab Saudi, dan Subasa di Vietnam. Kita di Indonesia cukup menyebutnya Captain Tsubasa laiknya judul aslinya.
Mundur satu dekade sebelum kehadiran Captain Tsubasa di tanah air, sekitar medio 90-an, Indosiar sudah menayangkan serial kartun Kickers! yang diadaptasi dari komik Ganbare, Kickers! karya Noriaki Nagai.
Hanya saja kala itu pengaruh yang ditimbulkannya tak sekuat Tsubasa Ozora, sang protagonis utama dalam komik, yang bukan hanya membawa gelombang pengaruh dalam kultur budaya populer, tapi juga memberi sumbangsih besar terhadap dunia sepak bola. Menginspirasi banyak anak di seluruh dunia hingga akhirnya dunia mengenal mereka sebagai bintang di lapangan hijau.
Hidetoshi Nakata (Jepang), Andreas Iniesta (Spanyol), Alexis Sanches (Cili), Zinedine Zidane (Prancis), hingga Lionel Messi (Argentina) hanya segelintir nama. Masih banyak lagi yang lain.
Fernando Torres, anggota tim nasional Spanyol yang meraih trofi Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010, dan sekali lagi Piala Eropa 2012, mengenangkan dalam sebuah wawancara yang berlangsung satu dekade silam.
“Saya ingat ketika masih kecil, semua orang di sekolah membicarakan kartun tentang sepak bola dari Jepang. Judulnya Oliver y Benji di Spanyol. Tentang seorang pemain muda yang masuk ke tim nasional, memenangkan Piala Dunia, dan memperkuat tim-tim besar Eropa. Saya mulai bermain sepak bola karena itu. Saya ingin menjadi Oliver,” ujar Torres (38) yang kini melatih tim Atletico Madrid U19.
Masayuki Okano (49), mantan pemain timnas Jepang yang pernah bermain di Piala Dunia 1998, menulis betapa banyak pemain Japan League seangkatan dirinya yang ternyata juga menggemari komik dan kartun Tsubasa semasa kecil.
Kehadiran Tsubasa memang bukan hanya memantik keinginan banyak bocah untuk menjadi pemain bola, tapi juga menginspirasi pemerintah Jepang bersegera membenahi persepakbolaan mereka.
Mengikuti apa yang tergambarkan dalam panel-panel di komik, Jepang kala itu memperkuat level pembinaan usia muda yang bermula dari institusi pendidikan. Kompetisi antarsekolah yang berjenjang, mulai dari SD hingga SMA, mereka bangun dengan sangat baik.
Beberapa pesepakbola andal yang dihasilkan Negeri Sakura, ambil contoh Keisuke Honda (pernah memperkuat AC Milan di Italia), Shunsuke Nakamura (Glasgow Celtic/Skotlandia), Yuto Nagatomo (Inter Milan/Italia), dan Makoto Hasebe yang kini bergabung dengan Eintracht Frankfurt, Jerman, matang berkat gemblengan kompetisi antarsekolah.
Fondasi ini pula yang membuat reputasi timnas Jepang sekarang menjadi macan Asia. Keadaan yang sangat bertolak belakang dengan awal dekade 80-an atau sebelumnya. Buah manis pertama yang mereka panen dari perbaikan lantaran komik Captain Tsubasa terjadi pada 1998. Untuk pertama kalinya tim samurai biru—julukan Jepang—lolos ke putaran final Piala Dunia yang berlangsung di Prancis.
“Menurut saya, yang membedakan Jepang dengan negara lain adalah bagaimana kalian mengetahui perkembangan dunia, tahu apa yang harus diperbaiki, dan terus melatihnya secara konsisten,” kata Witthaya Laohakul, mantan pemain Tim Nasional Thailand yang pernah membela Yanmar Diesel (kini Cerezo Osaka).
Beragam komik bola yang dijual di marketplace
(Sumber: Elex Media Komputindo)
Mengharapkan komik Menembus Jantung Pertahanan bisa punya efek sedahsyat Captain Tsubasa mungkin terlalu muluk. Terlebih melihat bagaimana kinerja PSSI dalam mengurusi kompetisi dan pembibitan pemain usia dini.
Harapan Vito selaku kreator sederhana saja. Kemunculan komik ini bisa membuat anak-anak yang punya impian, semangat, dan talenta sebagai pemain sepak bola bisa bersetia dengan impiannya. Jangan lekas menyerah dan memupus ambisi menjadi pemain sepak bola.
Alumni Institut Teknologi Bandung Jurusan Desain Komunikasi Visual itu mengaku sempat punya cita-cita menjadi pesepakbola profesional. Menyaksikan para bintang bola beken dalam mengolah kulit bundar membuatnya termotivasi menjadi seperti idolanya.
Cita-cita yang kemudian ditanggalkannya ketika memasuki bangku kuliah. “Waktu itu saya tidak tahu jalur yang tepat untuk menjadi seorang pesepakbola. Seharusnya ketika SMP itu saya masuk Sekolah Sepak Bola. Saya baru menyadarinya pas SMA, tapi kan sudah telat. Seharusnya masuk SSB sejak usia dini,” ungkapnya kepada Koridor melalui sambungan telepon (12/7/2022).
Berbagai kenangan seru tak terlupakan saat bermain atau menonton sepak bola di televisi kemudian dituangkannya dalam komik. Salah satunya tampilan tokoh Senopati, rekan Sakti di SSB Balebunder, terinspirasi dari Francesco Totti, mantan pemain dan kapten AS Roma, yang sangat diidolakan Vito.
Orat-oret komik Menembus Jantung Pertahanan sudah ada sejak 2012. “Berhubung waktu itu baru masuk dunia komik, kami menganggap gambar dan ceritanya masih belum oke untuk diterbitkan,” ungkap Vito.
Setelah melalui berbagai proses mematangkan ide cerita dan gambar, Vito akhirnya merilis komik ini secara independen pada 2014. Berselang setahun Penerbit Mizan Pustaka membeli hak distribusinya yang didahului dengan perilisannya secara berkala di laman Wook Wook, majalah berisi kompilasi komik-komik populer buatan komikus Indonesia.
Komik tersebut kemudian hadir dalam bentuk buku komik solo yang dijual di toko-toko buku. Beberapa pelapak yang ada di marketplace terpantau masih menjual komik ini secara eceran. Kehadiran Menembus Jantung Pertahanan menambah khazanah dunia perkomikan nasional. Pasalnya era itu belum ada komik lokal yang mengangkat tema soal sepak bola yang notabene olahraga terpopuler di negeri ini.
Mulai 2019 perilisan komik ini berpindah ke webtoons, semacam kolam tempat berkumpulnya beragam komik yang bisa dibaca gratis tiap hari secara online. Sejumlah penyesuaian pun dilakukan oleh Vito dkk. mengingat platformnya berbeda dengan buku komik fisik. Alhasil mereka harus mendesain ulang tata letak dan warna. Total Menembus Jantung Pertahanan terbit sebanyak 22 episode di platform ini. Masih jauh dari kata tamat.
Pertengahan 2022, situsweb Pandit Football Indonesia giliran menerbitkannya saban Jumat petang. Kali ini hadir sudah full color sejak episode pertama. Berkas-berkas komik ini yang masih ada webtoons kemudian mereka hapus. Memberikan kesempatan bagi para pembaca Pandit Football untuk menikmatinya lebih eksklusif dan segar.
Apakah kelak Komik Jantung Pertahanan bisa memberikan dampak signifikan, minimal kepada pembaca untuk menyukai sepak bola, tentu waktu yang mengujinya.
Pun demikian, Vito tak menampik jika komik merupakan platform yang bisa membuat seseorang tertarik menggeluti sesuatu. Selain Captain Tsubasa, komik Slam Dunk—yang juga asal Jepang—sudah unjuk kemampuan dalam mengajak para pembacanya menggemari bola basket.
Apa pun mediumnya, ikhtiar untuk memajukan sepak bola dalam negeri sepatutnya terus mendapat sokongan. Penggila bola di tanah air sudah terlalu lama menantikan momen saat timnas garuda berlaga di ajang Piala Dunia.