
Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin pesimistis Indonesia mampu membuat karya yang menjadi ikon film dunia, seperti Titanic, selama kultur kerjanya tidak diubah.
“Saat ini kerjanya orang kita hanya bisa menghujat, memfitnah, tetapi produktivitasnya kurang. Selain itu perfilman kita harus dibenahi secara total,” ujar Djonny Syafruddin ketika dihubungi Koridor, 18 Februari 2023.
Sineas film Indonesia selalu bicaranya orang yang populer, sekalipun sebetulnya otaknya pintar soal mana yang laku dan tidak laku. Namun masalahnya bukan soal ekonomi, tetapi budaya, yang seribu satu macam.
Infrastruktur perfilman harus dibenahi. Ketika membuat film praproduksi saja mengambil lokasi syuting kerap dipalak, misalnya Rp10 juta. Jadi harus dibuat dulu tidak usah pusat film seperti Hollywood, tetapi seperti Bollywood.
Bollywood itu bukan hanya menawarkan tempat syuting, tetapi juga motel, bioskop, kantor sensor film yang independen. Di Indonesia kantor sensor film menumpang di tempat parkirannya Kemendikbud, Senayan.
“Tetapi retorikanya begitu keren terdengar, sensor menjadi garda terdepan bangsa Indonesia menjaga kebudayaan. Menjaga etika, menjaga moral. Ini kejadian berulang-ulang. Padahal gedung saja nggak punya,” imbuhnya.
Djonny menyorot untuk membangun jalan tol seperti Trans Sumatera membutuhkan ratusan triliun rupiah. Tetapi untuk membangun infrastruktur perfilman tidak sampai sata triliun rupiah. Pemerintah punya lahan untuk itu.
Selain itu dia meminta film diurus oleh pejabat setingkat eselon satu, jangan diberikan ke pejabat eselon kedua dan ketiga. Selain itu harus dipastikan lembaga ekonomi kreatif maupun Kemendikbud sama-sama kerja. Jangan yang satu aktif, yang lain diam.
Sementara ada masalah lain, yaitu pandemi Covid-19 berimbas pada industri bioskop yang hampir membuat kolaps. Jumlah layar 2.088 di 417 bioskop. Jumlah ini menyusut dibanding sebelum pandemi sekitar 3.000 layar.
Djonny meminta wartawan film bersikap kritis dan peka terhadap perkembangan industri film. Para insan pers harus mendorong perubahan. Sebab kalau dibiarkan, dinamika industri film stagnan. Kalau ini terus dibiarkan, tidak baik untuk kemajuan industri film.