Jelajah Puncak Bintang ke Patahan Lembang menyenangkan dan aman bagi penyuka solo hiking. Tetapi, di musim hujan jalan setapak rusak oleh pengendara motorcross  

Koridor.co.id

Papan tanda Patahan Lembang dan spot kota Lembang-Foto: Dokumentasi Irvan Sjafari.

Jarum jam pada ponsel menunjukkan tepat pukul tujuh, Rabu pagi 7 Desember 2022 ketika, Dudung, penjaga pos di Puncak Bintang memberi tiket yang dibeli Koridor

Puncak Bintang berada di Kampung Buntis Bongkor, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dapat diakses sejauh 8 kilometer dari Padasuka, Bandung, kawasan yang kondang dengan Saung Udjo. Biasanya backpacker menggunakan jasa ojek tradisional ke daerah itu.

Ketika tahu tujuannya bukan saja melihat ikon bintang di ketinggian yang cukup terjal, tetapi juga jelajah jalan setapak menuju Patahan Lembang, dia mewanti-wanti.

“Memang aman, tetapi waspada jalan yang licin dan berlumpur karena hujan,” ucapnya, seraya mengatakan ada berapa rute yang bisa diambil bukan saja ke Patahan Lembang yang berjarak dua kilometer, tetapi juga Tebing Kraton dalam kawasan Tahura sejauh 7 kilometer.

Jalan setapak yang rusak oleh pengendara motor cross (Foto; Dokumentasi Irvan Sjafari)

Tetapi, kelihatannya aman karena sejumlah testimoni menyatakan rute itu bisa dilalui keluarga muda, pasangan dua anak dengan waktu tempuh sekitar satu jam  seperti dikutip dari DigitalPress.

Setelah singgah di Puncak Bintang, Lembang, Koridor sendirian menempuh jalan setapak yang berlumpur dan melihat jalan setapak terbelah oleh ulah pengendara motorcross, bahkan tanah yang diijak amblas dibuatnya. Koridor sempat terjatuh, namun memutuskan untuk jalan lagi. 

Dani menunjuk areal Tebing kraton daerah Patan Lembang (Foto; Irvan Sjafari)

Awalnya sempat berpikir untuk berbelok ke arah rute Tebing Kraton yang curam dan banyak simpang tiga, tanpa referensi satu pun. Hasilnya Koridor sempat berhadapan dengan pilihan turun melalui jalan setapak yang terjal ke hutan tetapi kiri kanannya curam.

Nyaris terpeleset di tengah hutan pinus yang sepi dan kabut mulai turun. Akhirnya kembali ke pos. Dalam perjalanan ke pos, jatuh dua kali menginjak lagi-lagi di jalur motorcross.  Kabut pun mulai turun.

“Memang harusnya pengendara motorcross tidak boleh serampangan menggunakan jalan setapak berlumpur karena merusak rute, tetapi mereka nggak bisa dilarang karena banyak jalan masuknya,” tutur Dudung.

Akhirnya pada kesempatan kedua ditemani Dani, 22 tahun untuk memandu ke Patahan Lembang. Berangkat lagi pukul 08.30 WIB. Pemuda yang tidak tamat SMA ini mendapatkan penghasilan dari memandu sebesar Rp50 ribu selain gaji dari petugas pos.

Dengan panduan Dani, walau tertatih-tatih karena kaki sudah terkilir akibat jatuh dua kali, Koridor tetap ingin menyelesaikan tujuan pertama ke Patahan Lembang. Kami melalui berapa spot, di antaranya sawung kosong yang di belakangnya adalah jurang dan warung-warung makan yang kosong.  

Kami melalui jalan setapak yang  bervariasi medannya; ada tanjakan, turunan, perbedaan kontur ketinggian, lubang, tidak rata, berbatu

Plang besi batas Puncak Bintang-Patahan Lembang (Foto: Dokumentasi Irvan Sjafari)

“Kalau musim kemarau perjalanan lebih aman untuk solo hiking sekalipun. Tetapi kalau musim hujan sebaiknya tidak sendiri,” katanya.

Betul satu jam perjalanan sampai ke papan pengumuman Patahan Lembang setinggi 1.515 meter di atas permukaan laut.

Sesar Lembang merupakan patahan yang memanjang sepanjang 29 km dari Padalarang hingga Lembang. Bentuknya adalah perbukitan dan Tebing Kraton adalah ujungnya, kata Dani.

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan sesar yang aktif di Indonesia. Di antara sesar yang aktif tersebut adalah Patahan atau Sesar Lembang dan salah satu sesar yang aktif bergerak dan mampu menghasilkan gempa bumi.

Dani memperlihatkan panorama Lembang di kaki bukit yang kami jelajahi, di antaranya Lodge Maribaya. Koridor masih bersyukur walau industri pariwisata cukup masif di Kawasan Bandung Utara dan Lembang, selimut hijau masih terhampar hingga memberikan oksigen menyegarkan.

Kami berpisah di Patahan Lembang, Koridor memutuskan turun melalui jalan setapak melanjutkan perjalanan sekitar dua jam lagi melalui jalan berbatu dan tanah yang lagi-lagi telah dirusak oleh pegiat motorcross.

Perjalanan pun melalui kontur bervariasi, jalan batu dan tanah dengan pagar pohon dan rumut dan sebelah kiri adalah jurang dan kanan tebing. Koridor menggunakan sebatang bambu bekas sebagai tongkat ketika kaki kanan semakin nyeri untuk menelusuri jalan.

Dalam perjalanan ke Kampung Batu Lonceng, Koridor menemui Kang Yahya, petani bambu tandanya bahwa Koridor tidak lagi sendiri dan berpapasan dengan motor yang membawa bambu. Itu artinya bambu menjadi komoditas yang baik di Lembang.

Pukul 11.30, di Batu Lonceng terdapat warung untuk mengisi perut yang sejak lama keroncongan. Koridor sudah berada di Lembang dan harus menggunakan angkutan umum untuk turun ke Bandung melalui panorama hamparan Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda. 

Koridor menggunakan sandal jepit, setelah sepatu yang dikenakan hancur ketika jatuh dipaksa pakai untuk menyelesaikan perjalanan. Secara keseluruhan situasi tempat jelajah relatif bersih dari sampah yang kerap ditemui di areal pendakian gunung. Mungkin karena tidak menarik bagi mereka yang mengaku pendaki tetapi bukan pencinta alam.

Artikel Terkait

Terkini