Ghosting dan Efek Negatifnya bagi Kesehatan Mental

Koridor.co.id

Seseorang yang merasa terasing akibat mengalami ghosting. Ilustrasi.
Gosting Bikin Terasing – Seseorang yang merasa terasing akibat mengalami ghosting. Ilustrasi.

Jakarta, Koridor.co.id – Berkembangnya aplikasi tekknologi komunikasi dan media jejaring sosial memunculkan fenomena ghosting. Ironisnya, ghosting membuat korbannya mengalami keterasingan sosial.

Menurut Urban Dictionary, ghosting adalah tindakan ketika seseorang memutuskan semua komunikasi dengan teman atau orang yang mereka kencani. Tindakan tersebut secara tiba-tiba, tanpa peringatan atau pemberitahuan sebelumnya.

Anda akan melihat pelaku ghosting menghindari panggilan telepon teman, media sosial, dan menghindari korbannya di depan umum.

Ghosting: Cara Baru Memutuskan Silaturahim

Dengan media jejaring sosial dan teknologi telepon seluler (ponsel), saat ini lebih mudah untuk memutuskan hubungan dengan seseorang karena berbagai alasan. Seseorang bisa melakukan ghosting kepada kekasih, teman, atau bahkan anggota keluarganya.

Media jejaring sosial saat ini hampir menjadi sarana komunikasi utama antarindividu. Karena itu, memutus hubungan silaturahim dengan seseorang dapat semudah menekan tombol. Dari sudut pandang evolusi, tentu saja ini masalah.

‘Keterasingan’ dalam Perspektif Evolusioner

Beberapa tahun yang lalu, satu tim peneliti menerbitkan makalah yang menunjukkan bagaimana jumlah ‘keterasingan’ seseorang dalam hidupnya sangat berpengaruh pada kondisi psikologi dan sosial yang negatif. Dia merasa tidak mendapat dukungan orang lain dan cenderung tidak stabil secara emosional.

Dalam penelitian lanjutan, mereka menemukan bahwa memiliki kecenderungan terhadap gangguan kepribadian sangat terkait dengan berapa kali seseorang merasa teralienasi.

Kita tidak berevolusi dalam kelompok berskala besar, melainkan dalam kelompok kecil seperti yang kita miliki sekarang. Dalam kelompok kecil, setiap orang saling mengenal, dengan kedekatan dan interaksi yang intens. Dalam kondisi demikian, kita dapat melihat mengapa begitu sulit bagi seseorang untuk berpisah dari orang lain.

Konsekuensi Psikologis dari Ghosting

Beberapa peneliti, sebagian besar adalah mahasiswa pascasarjana dan sarjana psikologi, meneliti tentang ‘keterasingan’ hanya beberapa tahun sebelumnya. Mereka menyebutkan bahwa situasi sekarang bahkan lebih buruk. Ini akibat dari semakin mudahnya seseorang melakukan ghosting pada orang lain melalui media jejaring sosial dan teknologi ponsel.

Mereka kembali melakukan studi yang pada dasarnya mengulang studi mereka sebelumnya tentang ‘keterasingan’, menggunakan ghosting sebagai penanda ‘keterasingan kontemporer’.

Para peneliti meminta peserta memperkirakan (dengan kemampuan terbaik mereka) jumlah orang yang mereka ghosting serta jumlah orang yang menurut mereka telah melakukan ghosting terhadap mereka. Setelah itu, para peneliti melakukan serangkaian tes untuk mengukur kesehatan sosial, emosional, dan psikologis peserta.

Berikut ini adalah kesimpulan dari penelitian tersebut:

  • Sekitar delapan peserta rata-rata telah melakukan ghosting terhadap orang lain.
  • Peserta di-ghosting oleh rata-rata delapan orang per sesi.
  • Jumlah peserta yang pernah melakukan ghosting dan jumlah peserta yang pernah mengalami ghosting berkorelasi secara signifikan dan positif (dengan kata lain, pelaku ghosting cenderung di-ghosting).
  • Orang-orang yang memiliki pengalaman ghosting relatif tinggi cenderung memiliki kepribadian mengambang, tingkat kepuasan hidup rendah, ketidakstabilan emosi, dan merasa tidak aman apabila terikat hubungan dengan orang lain.

Dengan kata lain, studi ini pada dasarnya mengonfirmasi hasil negatif terkait dengan sejumlah besar ‘keterasingan’ dalam penelitian sebelumnya.

Kerenggangan Akibat Media Sosial

Studi tentang ghosting membawa kita pada kesimpulan bahwa jarak seseorang dari orang lain tampaknya berkembang pesat. Jumlah rata-rata kerenggangan sosial yang dilaporkan dalam studi 2019 adalah empat. Jumlahnya berlipat ganda menjadi delapan dalam studi pada 2022. Tampaknya peningkatan pengalaman merasa ‘terasingkan’ dan penggunaan media sosial saling terkait.

Penemuan ini tentu saja sangat meresahkan. Ini menunjukkan cara lain ketika teknologi media jejaring sosial kontemporer secara evolusioner tidak cocok dengan metode komunikasi tatap muka nenek moyang kita. Dan, tentu saja hal ini berdampak buruk pada kesehatan mental kita.

Nicole Wedberg menjelaskan secara rinci tentang berapa banyak teknologi kontemporer yang telah dikembangkan tanpa mempertimbangkan perkembangan psikologi kita.

Di era prasejarah, untuk membuat seseorang menghilang dari hidup Anda selamanya, tidak cukup hanya dengan menekan tombol. Ghosting mungkin menjadi faktor peningkatan luar biasa dalam masalah kesehatan mental yang kita amati di dunia modern. Ini terutama di kalangan remaja dan dewasa muda yang tumbuh dengan teknologi internet dan media sosial.

Kesimpulan

Popularitas ghosting dalam beberapa tahun terakhir adalah akibat dari ketersediaan media jejaring sosial dan teknologi komunikasi mutakhir lainnya secara luas. Ghosting tampaknya berkorelasi dengan berbagai hasil emosional dan sosial yang negatif.

Itu sangat masuk akal dari sudut pandang evolusi. Sebelum penemuan tombol “blokir” di aplikasi media sosial, tidak mungkin menghapus seseorang dari hidup Anda.

‘Keterasingan sosial’, yang telah dikaitkan dengan berbagai hasil psikologis negatif, semakin lazim berkat teknologi modern. Ghosting adalah wajah baru keterasingan sosial. Dan ghosting tentu saja menyakitkan. Sudut pandang evolusi memungkinkan kita memahami alasannya.

Efek psikologis negatif dari teknologi semacam itu tampaknya akan makin memburuk jika pengembang teknologi komunikasi terus gagal memperhitungkan perkembangan psikologi kita saat membuat produk yang mereka buat. (Kontributor)

*** Saduran dari tulisan Glenn Geher Ph.D. di situs Psychology Today dengan beberapa perubahan.

*** Glenn Geher, Ph.D., adalah profesor psikologi di State University of New York di New Paltz. Dia adalah direktur/pendiri program Evolutionary Studies (EvoS) kampus tersebut.

Artikel Terkait

Terkini