
Jakarta, Koridor.co.id – Enam seniman berikut ini terkenal dan melegenda. Namun, kehidupan mereka tragis.
Goya, Toulouse-Lautrec, dan Van Gogh. Banyak orang di berbagai belahan dunia mengenal nama dan menyukai karya seni mereka. Namun, seberapa banyak yang kita ketahui tentang kehidupan mereka dan para seniman tersohor lainnya?
Stereotipe tentang kehidupan seniman yang penuh derita ternyata berlaku bagi enam seniman dalam daftar berikut ini. Inilah kisah para seniman di balik beberapa lukisan terkenal di dunia.
Caravaggio
Caravaggio, seniman Barok legendaris, terkenal dengan lukisan-lukisannya yang sangat dramatis dengan kontras cahaya dan bayangan serta nuansa teatrikal. Namun, sedikit yang menyadari bahwa kehidupannya sama turbulennya dengan banyak lukisan terkenalnya.
Dia terkenal karena kesombongannya, keberaniannya, dan temperamennya yang sumbu pendek. Caravaggio memiliki reputasi yang kelam seperti bayangan kanvas-kanvasnya. Kesombongan dia tampak meningkat seiring dengan popularitasnya di Roma.
Konon, dia bekerja keras sebagai seniman selama dua pekan. Namun, sebulan berikutnya dia berfoya-foya di Roma. Dan, terlibat perkelahian dengan siapa pun, mulai dari pelayan hingga polisi.
Sebagai seorang jagoan terkenal, Caravaggio akhirnya terlibat dalam terlalu banyak perkelahian pada 1606. Ketika itu, secara tidak sengaja dia membunuh seorang pemuda bernama Ranuccio Tomassoni karena hutang judi.
Selanjutnya, dia melarikan diri jerat hukum dan meninggalkan Roma. Pelarian Caravaggio akhirnya berakhir di Naples. Sayangnya, dia tidak menunjukkan tanda-tanda mau berubah. dan tetap keras.
Akibat satu perkelahian, dia pun cacat permanen. Akhirnya, dia meninggal dalam keadaan misterius. Muncul dugaan kematiannya itu akibat demam ketika berlayar dari Naples ke Roma. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa Caravaggio sebenarnya dibunuh oleh musuh-musuhnya.
Francisco Goya
Seperti banyak seniman dalam daftar ini, seniman Spanyol Francisco Goya menciptakan karya yang mencerminkan tragedi seputar hidupnya. Selama paroh pertama kariernya, Goya naik sebagai selebriti seni di kalangan Spanyol, menciptakan potret-potret terkenal gemerlap dari lingkaran istana Spanyol.
Namun, tragedi pribadi menimpanya pada 1792 ketika dia kehilangan pendengarannya karena penyakit. Setelah itu, dia depresi dan menyendiri. Hal itu menyebabkan kesehatan mentalnya menurun.
Dalam periode gelap ini, seniman terkenal itu mulai menciptakan serangkaian cetakan aquatint yang merupakan karya-karya terkenalnya hingga kini. Secara keseluruhan, cetakan-cetakan tersebut cukup suram, mencerminkan pandangan hidup sang seniman sendiri.
Tak lama setelah sakitnya itu, tragedi melanda di tingkat nasional ketika Prancis menyatakan perang pada Spanyol. Gambar-gambar kematian dan perang, yang kemungkinan besar dia sendiri saksikan secara pribadi, merajai karya-karyanya.
Serangkaian keruntuhan mental mengakibatkan penyakit yang berlangsung selama sisa hidupnya. Bermula pada usia 75 tahun, dia menciptakan salah satu seri terkenalnya, “Lukisan Hitam”. Dia mengecat lukisan tersebut langsung di dinding rumahnya.
Karya-karyanya menggambarkan tema-tema yang intens dan menghantui, termasuk “Saturnus Memakan Anak-anaknya.” Dia mengekspresikan iblis-iblis pribadinya melalui gambar-gambar mengerikan dan fantastisnya, yang berbicara secara universal dan memungkinkan para penonton menemukan pembebasan dalam karyanya.
John William Godward
Karya-karya John William Godward menangkap dunia idilis dan imajinatif yang terjadi dalam pengaturan Yunani-Romawi yang utopis. Sayangnya, kehidupan sang seniman berakhir dengan cara yang jauh dari idilis.
Pelukis besar terakhir dari tradisi Neoklasik ini adalah seorang binaan Sir Lawrence Alma-Tadema. Kedua seniman tersebut menyukai subjek-subjek klasik. Dari situlah Godward mulai meniti kesuksesan sebagai seorang pelukis.
Meskipun sukses, dia menjadi terasing dari keluarganya, yang merasa malu dengan kariernya. Karena itu, dia pindah ke Italia pada 1912 bersama salah satu modelnya dan tidak kembali ke London selama satu dekade.
Saat kembali ke Inggris, jelas bahwa gaya seninya telah keluar dari selera pasar. Alih-alih karya akademis dalam gaya neoklasik, para kolektor dengan antusias membeli karya-karya modern terbaru dari Pablo Picasso atau Claude Monet.
Hancur oleh ketidakpedulian publik terhadap seninya, Godward bunuh diri pada usia 61 tahun. Dalam catatan bunuh dirinya, dia menulis, “Dunia ini tidak cukup besar untuk saya dan seorang Picasso.”
Henri de Toulouse-Lautrec
Henri de Toulouse-Lautrec merupakan salah satu pelukis pascailustrasi yang paling terkenal. Dia diingat karena komposisi-komposisi tercintanya mengenai bar dan klub malam bohemia Paris.
Namun, kehidupan pribadinya tidak mencerminkan keceriaan dari poster-poster terkenalnya. Hidupnya singkat dan tragis. Dia menerima kartu yang buruk sebelum lahir.
Orang tuanya adalah sepupu pertama, sehingga dia mengalami sejumlah masalah kesehatan yang sering terkait dengan perkawinan sedarah. Pada usia 13 tahun, dia patah tulang paha kanannya Setahun kemudian, dia patah tulang paha kirinya. Kedua tulang itu tidak sembuh benar, mungkin karena kelainan genetik yang dikenal sebagai pycnodysostosis (kadang-kadang disebut “Sindrom Toulouse-Lautrec”).
Akibatnya, kakinya berhenti tumbuh. Jadilah tubuhnya tumbuh dewasa dengan kaki anak remaja belia.
Tidak dapat mengejar hobi-hobi aristokratis seperti pria lain di kelasnya, Toulouse-Lautrec tenggelam dalam seninya. Dia terlibat dalam budaya bohemia Paris yang lebih gelap, menghabiskan sebagian besar waktunya di bar dan rumah pelacuran di Montmartre.
Toulouse-Lautrec pun menjadi pecandu berat alkohol. Sampai-sampai, dia mengosongkan tongkatnya dan mengisinya dengan minuman keras agar selalu memiliki setetes alkohol. Gaya hidupnya mulai berdampak buruk hingga akhirnya ajal menjemput dia pada usia muda, yaitu 36 tahun.
Edvard Munch
Terkenal dengan lukisan angker berjudul “The Scream”, Edvard Munch dengan wajar masuk dalam daftar seniman tragis dalam sejarah seni. Karya-karyanya menarik dengan tema-tema psikologis yang dieksplorasinya. Dan, dalam banyak hal mencerminkan hantu-hantu yang menghantui dirinya hampir sepanjang hidupnya.
Tragedi menghantam rumah tangga Munch ketika dia baru berusia 5 tahun. Ibunya, yang sangat dia cintai, meninggal tiba-tiba karena tuberkulosis. Sembilan tahun kemudian, saudari perempuannya juga meninggal karena penyakit yang sama. Munch sendiri juga anak yang sakit-sakitan. Saat dewasa, dia rentan mengalami serangan cemas, depresi, dan bahkan alkoholisme.
Ketika karya seninya terus berkembang, begitu juga neurotikisme dan masalah kesehatan mentalnya. Mengalami halusinasi, dia gagal mental pada 1908. Namun, akhirnya, sang seniman hebat ini pulih. Dia hidup dalam kesendirian di kebunnya yang hampir mandiri di Oslo hingga meninggal pada usia 80 tahun.
Mengenai masa lalunya yang tragis, dia pernah menyatakan: “Tanpa ketakutan dan penyakit, saya tidak akan pernah mencapai semua yang saya capai.”
Vincent van Gogh
Mungkin tokoh tragis paling legendaris dalam sejarah seni adalah Vincent van Gogh. Lahir dalam keluarga kelas menengah atas, Van Gogh anak yang serius, pendiam, dan tidak bahagia. Dia tertarik pada seni sejak usia dini.
Pada 1874, dia jatuh cinta pada seorang wanita muda di London, hanya untuk mengetahui bahwa dia sudah bertunangan secara rahasia. Ini memicu kecenderungan religiusitas van Gogh. Dia mencoba menjadi seorang pendeta, tetapi gagal dalam ujian masuk sekolah teologi.
Sebagai gantinya, dia menjadi seorang misionaris di Brussels, tetapi sekali lagi klerus setempat menolaknya. Ini adalah penolakan yang membuatnya sakit hati.
Akhirnya, dia memutuskan menjadi seniman penuh waktu. Jumlah karyanya hampir 900 lukisan. Namun, sepanjang hidupnya dia hanya berhasil menjual satu lukisan.
Dia hidup berkat dukungan orangtua dan saudaranya, Theo, yang dia korespondensi hampir setiap hari, kadang-kadang bahkan beberapa kali sehari. Surat-suratnya yang terkenal memberikan pemahaman tentang penyakit mentalnya serta proses artistiknya.
Klimaks kegilaannya terjadi saat kunjungannya pada 1888 kepada Paul Gauguin, Van Gogh memang menyimpan hasrat ingin menjadi sahabat karib seniman tersebut.
Mereka bekerja dan tinggal bersama di Arles selama beberapa bulan sebelum hubungan mereka mulai retak. Ketika mengetahui bahwa Gauguin bermaksud meninggalkannya, Van Gogh memotong telinga kirinya dengan pisau cukur dan memberikan telinga tersebut kepada seorang wanita di rumah bordil setempat.
Van Gogh kemudian mengaku tidak ingat peristiwa itu. Tak lama kemudian, dia masuk rumah sakit jiwa Saint-Paul-de-Mausole. Dan pada 1890, di usia 37 tahun, dia bunuh diri. (Kontributor)
*** Saduran dari Rau Antiques.