Dua film superhero Indonesia pasca Gundala gagal di pasaran. Kendala storytelling atau pergeseran selera penonton? Bagaimana peluang Virgo and The Sparkling?

Koridor.co.id

Penampilan Pevita Pearce dalam teaser film Sri Asih
Penampilan Pevita Pearce dalam teaser film Sri Asih (Foto: Screenplay Bumilangit)

Ketika tayang di bioskop Indonesia pada 2019 Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot mampu meraup sekitar 1,7 juta penonton. Dari segi angka lumayan.  Dengan semangat bahwa sineas Indonesia juga bisa, Bumilangit Cinematic Universe (BCU) mencoba menunjukkan film superhero yang tak kalah dengan Marvel.

Setidaknya dari segi CGI sekalipun tidak bisa apple to apple dengan film-film Hollywood dari kelompok MCU dan DC, tetapi sineas kita menunjukkan juga bisa.

Computer Graphic Images atau CGI adalah teknologi grafis komputer yang kini banyak digunakan untuk membuat efek visual pada video, baik untuk film, siaran televisi, video games, iklan, media cetak, hingga perangkat simulator. CGI adalah salah satu jenis special effect (SFX) yang banyak dijumpai di industri perfilman.

Sayangnya dua film superhero Indonesia yang rilis pada 2022, yaitu Satria Dewa: Gatotkaca, serta film kedua dari BCU Sri Asih tidak mampu melewati angka satu juta penonton hingga timbul tanda tanya, bukankah dari segi teknologi lebih meningkat dari Gundala dan khususnya Sri Asih punya plot yang lebih kuat dan membumi.

Tak kurang praktisi dan creative director sebuah rumah produksi film UKI Utama memuji Satria Dewa Gatotkaca dan Sri Asih secara special effect  bagus sekali. 

“Hanya, menurut saya pribadi storytelling-nya tidak kuat. Itu sebabnya penonton Indonesia menyukai superhero dari Marvel memang unggul,” ujar Uki ketika dihubungi Koridor beberapa waktu lalu.

Koridor juga mewawancarai sejumlah penonton yang mengakui menonton film superhero dari Hollywood. Galuh, 29 tahun, karyawati sebuah apotik di kawasan Depok mengakui menonton film DR. Strange dan juga film produksi MCU dan DC. Dia bilang ceritanya bagus dan sebaliknya film superhero tidak menarik, karena tidak menawarkan cerita yang memikat.

Fajar, 27 tahun, kayawan sebuah outbound, mengakui terpikat Thor karena menyukai  akting Chris Hemsworth. “Karakter ini bisa konyol dan ngebanyol, sekaligus film itu memberikan informasi soal fisika quantum, Begitu juga dengan Captain America.”

Selain itu film superhero Indonesia sejak awal penonton Indonesia disodorkan sebuah plot dan karakter yang kompleks. Penonton disuruh mandiri untuk mengetahui apa yang terjadi dan bukannya menikmati sebuah perkenalan. Berbeda dengan Spider Man diperkenalkan setahap demi setahap sehingga citra film itu melekat di benak penonton. 

Dari segi branding juga kurang, penonton Indonesia cara berpikirnya menganggap film superhero hanya film buat anak kecil. MCU membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk meyakinkan penonton bahwa produk MCU adalah film untuk Semua Umur.

Membuat film superhero yang diterima penonton kualitasnya mencakup segala aspek, bukan saja CGI, tetapi plot, penokohan, dialog. Jika itu adaptasi dari komik harus akurat dari segi aktor maupun kostum dengan versi komiknya. Jika tidak, siap-siap mendapatkan kritikan dari penggemarnya.

Sebetulnya Sri Asih memenuhi sejumlah kriteria. Pevita Pearce mampu menampilkan sosok titisan Dewi Asih, yang tidak tomboi, masih girly, serta perkenalan cukup bagus karena ditampilkan di akhir film Gundala.

Hanya Sri Asih harus head to head dengan Black Panther: Wakanda Forever yang branding dan promosinya jauh lebih kuat lebih menimbulkan kesan pada penonton dan calon penonton. 

Bagi anak muda dari kalangan minelial khususnya kalangan urban Astinapura adalah hal asing, begitu juga dengan Dewi Sri. Tenggelam dengan hingar bingarnya K-Pop dan Hollywood. 

Apakah cerita tentang Mahabarata, Baratayudha dan kearifan lokal seperti Dewi Sri diperkenalkan pada anak sekolah di Jakarta khususnya?  Perlu dibuktikan apakah anak sekolah sekarang tahu soal itu. Jangan-jangan tidak? Anak urban sekarang  yang notabene basis penonton lebih suka Tiktok daripada menari tradisional.

Jangan-jangan konsep superhero seperti itu  hanya untuk penonton generasi 1980-an dan 1990-an yang rata-rata memberi ekspetasi yang baik dan menganggap membumi, karena mereka sempat kenal dengan Kosasih. Plus penggemar Pevita Pearce.

Virgo and The Sparkling: Superhero dengan wajah milenial?

Mungkin berbeda dengan Virgo and The Sparkling yang akan dirilis pada awal 2023 menawarkan nuansa yang lebih kekinian. Sekalipun Virgo adalah tokoh komik superhero Indonesia ciptaan Jan Mintaraga.

Ilustrasi-Foto: BCU.

Karakter Virgo pertama kali diperkenalkan dalam komik serial Kapten Halilintar Ghorghon, oleh penerbit Sastra Kumala pada 1973, tetapi dibuatkan versi baru dalam bentuk webtoon yang akrab bagi generasi milenial. 

Dalam webtoon tokohnya bernama Riani, seorang mahasiswa baru yang akan diospek. Dari karakter gambarnya ada pengaruh dari webtoon Korea dan Jepang. Riani menggunakan ponsel cerdas dan menyukai band, ada kakak kelas yang menyebalkan, resep dari komik Jepang dan film K-Pop.

Riani mempunyai kekuatan yang bisa mengeluarkan energi yang membakar, namun menyembunyikan kekuatan itu. Tetapi di sisi lain Riani gemar main gitar dan punya teman bernama Monika dan Ussy yang punya hobi sama. Mereka kebetulan sama-sama berbintang virgo dan membentuk band bernama Virgo and The Sparkling.  

Nah, dalam versi filmnya, dari trailer, Riani dan kawan-kawan adalah anak-anak SMA dengan girl band yang selalu memakai topeng ketika tampil. Virgo and The Sparkling menawarkan konsep superhero yang cukup menjanjikan: youtuber, subscriber dan hingar bingar musik menjadi bagian dari film.

Masuknya eks personel JKT 48 Adhisty Zara sebagai Riani bakal menarik generasi milenial yang lahir pasca 2000. Apalagi cucu dari salah seorang personel Bimbo ini mampu membuktikan aktris yang baik dalam Dua Garis Biru yang juga penonton dari generasi yang lebih tua untuk jatuh hati.

Dari segi itu MCU juga lebih dahulu menghadirkan MsMarvel bahkan melakukan terobosan, dengan tokohnya Kamala Khan, anak SMA, muslimah dari New Jersey yang menjadi konten kreator, suka posting kuliner di medsos dan Youtube, yang punya kekuatan super mengeluarkan materi energi yang menjadi perisai dan untuk jalan di udara.

Lewat MsMarvel MCU sudah menunjukan dirinya sebagai produsen superhero yang inklusif sekaligus kekinian. Menampiilkan muslimah sebagai superhero jadi suatu terobosan. MCU sadar bahwa MsMarvel hanya ditonton 775 ribu rumah tangga di AS, masih jauh di bawah Wanda Vision, Hawkeye dan Moonknight lebih dari 1,5 juta penonton. 

Namun MCU sudah membuka pasar baru untuk penonton Disney Plus di negara lain.  Seperti halnya pada tokoh superhero lainnya, MCU melakukan langkah setahap demi setahap melakukan branding. 

Tinggal ditunggu apakah Virgo and The Sparkling merupakan penyegaran dari superhero Indonesia.  

Artikel Terkait

Terkini