Di mata sineas film horor, sosok zombie dan vampir dikaitkan dengan supranatural. Di mata sineas fiksi ilmiah keduanya dirasionalkan, misalnya disebabkan virus

Koridor.co.id

Adegan dalam Train to Busan-Foto: The Next Entertainment World.

Menurut beberapa referensi seperti Britannica dan The Guardian kata zombie diperkenalkan penulis Inggris Robert Southey pada 1819 dalam karyanya History of Brazil yang mengadopsi zombie berasal dari kata nzambi.

Dalam bahasa Kongo berarti ‘roh orang mati’, atau zombi, digunakan dalam Kreol Louisiana atau Kreol Haiti yang mewakili orang yang meninggal dan kemudian dihidupkan kembali tanpa ucapan atau kehendak bebas. Zombi dulunya adalah korban utama para ahli voodoo.

Ide zombisme dalam fiksi secara luas diyakini telah digalakkan oleh buku nonfiksi The Magic Island, sebuah catatan perjalanan Haiti oleh William Seabrook, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1929, yang merinci pengamatannya terhadap zombi Vodou.

Tiga tahun setelah publikasi The Magic Island, film zombie berdurasi panjang pertama, White Zombi. Dalam film tersebut dituturkan seorang pria yang mabuk cinta berkonspirasi dengan penyihir untuk mengubah objek kasih sayangnya menjadi zombie tepat setelah dia menikah dengan orang lain, sehingga dia dapat mengendalikannya. Wanita itu “mati” dan diberi pemakaman tetapi kemudian bangkit dari kematian melalui kekuatan sihir.

Namun pelan-pelan zombie berevolusi dari horor spiritual menjadi lebih rasional, yaitu manusia menjadi zombie karena terinfeski sejenis virus dan bukan mayat hidup yang keluar dari tanah dengan penuh lubang berisi cacing.

Film karya sutradara Inggris Danny Boyle bertajuk 28 Days Later, yang dirilis pada 2002 adalah salah satu contoh. Cerita dibuka dengan pencinta hewan mencoba membebaskan kera dari percobaan, yang berakibat fatal karena kera yang mengidap virus itu menggigit pembebasnya dan bencana bagi umat manusia tak terelakkan.

Tokoh utama film ini Jim (Cillian Murphy) yang mengalami koma mendapatkan dirinya tidak saja sendirian di rumah sakit, tetapi juga kota London menjadi kosong dengan mobil terbengakalai. Dia kemudian diserang orang-orang yang menjadi buas dan bergabung bersama segelintir orang yang mencari cara lolos dari kota London. 

Konsep ini juga dibangun oleh War World of Z hingga film Train to Busan karya sineas Korea, hingga serial televisi populer AS Walking Dead. Dalam beberapa War World of Z dan Train to Busan, zombie digambarkan mampu bergerak cepat, bukan lagi lambat. Sineas Indonesia Amanda Iswan mengadopsi zombie dengan sebab virus dari air banjir dalam Zeta (2019).

Jelas bahwa terjadi pergeseran untuk merasionalkan zombie sebagai mahluk diciptakan oleh kekuatan jahat menjadi mahluk yang batang otaknya mati karena virus hingga tinggal naluri agresivitasnya untuk selanjutnya menularkan manusia lainnya.

Bagaimana dengan vampir? Britannica menuturkan mahluk pengisap darah itu sudah disebutkan dalam mitos Yunani Kuno, di mana cerita diceritakan tentang makhluk yang menyerang orang saat tidur dan menguras cairan tubuh mereka.

Kisah-kisah tentang mayat berjalan yang meminum darah orang hidup dan menyebarkan wabah berkembang di Eropa abad pertengahan pada masa penyakit, dan orang-orang yang tidak memiliki pemahaman modern tentang penyakit menular menjadi percaya bahwa mereka yang menjadi vampir pertama-tama memangsa keluarga mereka sendiri.

Penelitian dari abad ke-20 dan ke-21 mengemukakan karakteristik yang diasosiasikan dengan vampir dapat ditelusuri kembali ke penyakit tertentu seperti porfiria, yang membuat seseorang sensitif terhadap sinar matahari hingga pellagra, penyakit yang menipiskan kulit; dan rabies, yang menyebabkan gigitan dan kepekaan umum yang dapat menyebabkan penolakan oleh cahaya atau bawang putih.

Mitos vampir sangat populer di Eropa Timur, dan kata vampir kemungkinan besar berasal dari wilayah tersebut. Dalam dunia fiksi, kehadiran vampir dipopulerkan oleh Drakula karya Bram Stocker rilis pada 1897.

Drakula bisa dibilang merupakan karya fiksi vampir yang paling penting. Kisah tentang bangsawan Transylvania yang menggunakan kemampuan supranatural, termasuk pengendalian pikiran dan perubahan bentuk, untuk memangsa korban yang tidak bersalah mengilhami karya yang tak terhitung jumlahnya setelahnya.

Dracula diangkat ke layar lebar pertama kali pada 1971 dengan menghadirkan Christoper Lee. Vampir bisa menjadikan manusia yang digigit menjadi vampir pula dan awalnya tanpa ada penjelasan mengapa hal itu bisa terjadi.

Belakangan film vampir berkembang dengan varian yang romantis mulai dari serial Twilight Saga yang begitu populer percintaan manusia perempuan bernama Bella Swan dengan vampir laki-laki bernama Edward diangkat dari novel karya Stephenie Meyer.

Termasuk kasih sayang yang menyentuh antara anak laki-laki korban bullying dengan vampir perempuan cilik dalam Let Me In (baik versi Swedia maupun Amerika) Penonton di bawah menyelami kepedihan sang bocah laki-laki.

Suatu ketika bocah laki-laki yang tidak punya teman itu berkata pada gadis lembut-namun sebenarnya makhluk buas: Maukah kamu menjadi pacarku? Tapi Sang Vampir cantik hanya diam. Di akhir cerita si bocah laki-laki tetap menjadi manusia dan membawa vampir pujaan hatinya dalam kopor tertutup (untuk melindunginya dari cahaya). 

Berbeda dengan zombi yang rata-rata dihakimi sebagai hama, maka trilogi Twilight, Let Me in maupun Interview with Vampire yang dibintangi Brad Pitt dan Tom Cruise menampilkan sisi humanisnya.

Vampir menjadi rasional dalam serial televisi Passage (2019) ketika dikaitkan dengan virus dan percobaan yang dilakukan manusia sendiri untuk kepentingan militer dan keserakahan. Akhirnya manusia percobaan melakukan balas dendam dengan buas dan nyaris memusnahkan peradaban. Sekalipun nuansa horornya terasa tetapi vampir dalam Passage sudah mendapatkan suntikan fiksi ilmiah.

Merasionalkan vampir yang disebabkan oleh virus juga disampaikan I am Legend (2007) yang dibintangi Will Smith dan sebangun dengan versi klasik Omega Man dengan bintang Charton Heston produksi 1971.

Artikel Terkait

Terkini