
Tarian Tua Reta Lou adalah tarian perang yang bisa Anda saksikan jika berkunjung ke Desa Wisata Umauta, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu bagian paling menakjubkan ialah seorang penari pria berbaring tertelungkup di atas sebuah tiang kayu bertumpu dengan perutnya. Sama memukaunya ketika Anda melihat warga desa di Nias melompati batu yang tersusun tinggi, melebihi tingginya si pelompat.
Tarian adat ini salah satu warisan leluhur yang dilestarikan dan disuguhkan kepada setiap wisatawan yang berkunjung. Sejak kedatangan, disambut dengan sapaan adat dan tarian Penjemputan. Wisatawan akan melalui pengalungan kain sembar dan juga menikmati Tarian Soka Papak Giti Ole.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokwardis) Desa Wisata Umauta, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka Cletus Beru menyampaikan tarian ini hanya salah satu atraksi yang disugguhkan kepada wisatawan yang singgah.
Kain Tenun Ikat Dokat Tawa Tana ini berbeda dengan wilayah lain dari coraknya. Ia menggunakan bahan pewarna alami dari ubi-ubian, kulit, akar pohon dan daun. Wisatawan bisa belajar bagaimana menenun kain di Ulamauta. Selain tenun masih terdapat aneka kerajinan anyaman daun lontar.
Desa wisata yang memiliki luas 1.017 hektare ini, masuk nominasi 50 desa wisata terbaik dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) tahun 2022. Cletus mengatakan prestasi itu merupakan kebanggaan setelah melewati proses cukup sulit dan melelahkan.
“Kami masuk dalam kategori 50 besar, sesuatu yang luar biasa bagi kami,” ujar Cletus kepada Koridor, Kamis, 27 Oktober 2022.
Menurut Ketua Sanggar Doka Tawa ini, sebelum pandemi Covid-19, desa berpenduduk 1.732 jiwa ini kedatangan ribuan wisatawan per tahun, didominasi wisatawan asing. Mereka umumnya fokus pada kehidupan masyarakat desa.
Sayangnya pandemi membuat jumlah kunjungan wisatawan turun, dan baru meningkat lagi sejak April 2022. Selain budaya, Umauta menawarkan kuliner khas. Di antaranya kue lekun yang dibuat dari tepung beras dicampur pisang. Biasanya kue ini menjadi sajian bagi rombongan mempelai pria jika bertandang ke tempat mempelai perempuan.

Secara administratif, wilayah Desa Wisata Umauta terdiri atas 4 dusun, 15 Rukun Warga, dan 32 Rukun Tetangga. Secara rinci luas wilayah dengan rata-rata dimanfaatkan untuk lahan Perladangan/huma 25%, Perkebunan 60%, Bangunan/Rumah 15%.
Jumlah Kepala Keluarga sebanyak 530 KK dan Jumlah Rumah Tangga sebanyak 372 Rumah, dan terdata sebagai penduduk miskin sebanyak 478 KK
Usaha ternak masih dipadukan pada lahan huma/ladang dan sisanya belum dimanfaatkan karena kondisi lereng curam dan pada umumnya ditumbuhi tanaman hutan dan ilalang. Cletus menceritakan, desanya memiliki tanaman cokelat, mangga dan alpukat yang rasanya beda dengan daerah lain.
Wisatawan masih bisa melihat Watu Uran Dara tempat khusus upacara adat memohon hujan dan panas. Ada lagi tempat upcara adat yang disebut Batu Mahe.

Jika wisatawan ingin menginap tersedia homestay dengan tiga unit kamar siap huni dengan rumah berarsitektur khas desa itu. Begitu juga interiornya. Tentu saja, Umauta menerapkan protokol kesehatan sesuai standar Kemenparekraf.
Sanggar Doka Tawa berawal dari pergumulan Karolus Djawa (almarhum) di bidang seni tari dan seni musik tradisional di Kampung Doka pada tahun 1950-an hingga tahun 2007. Karolus Djawa telah melaluinya bersama Sanggar Pesa Lin Tuna Penin di kaki gunung Ladat kampung dokar.
Pada 2011, Karolus Djawa meninggal dunia dan putranya Cletus Beru, Johanes, Joseph dan Michael bersama anak cucunya mengajak warga kampung memulai lagi kegiatan di dunia seni.
Setahun kemudian bersama warga kampung lainnya, mereka mendirikan Sanggar Doka Tawa Tana. Tahun itu merupakan momen penting karena kegiatan sanggar dihidupkan lagi dengan cita-cita mempertahankan keberlanjutan nilai-nilai seni budaya.
Untuk menuju desa itu, pelancong dapat menempuh perjalanan udara ke Maumere. Kemudian dilanjutkan jalur darat ke desa itu kurang lebih sekitar satu jam dari bandara.