Keriuhan dari acara pembacaan nomine yang berhasil masuk Emmy Awards ke-74 telah usai (13/7/2022). Acara yang dipandu oleh aktor JB Smoove dan Melissa Fumero itu, menghasilkan Succession sebagai tayangan paling banyak jadi nomine.
Serial drama komedi satire yang tayang di HBO itu berhasil masuk 25 kategori. Menyusul kemudian serial Ted Lasso (Apple TV+) dengan 22 unggulan. Lalu The White Lotus (HBO) yang jadi kandidat untuk 20 kelompok penilaian.
Salah satu serial yang mendapat banyak perhatian hingga di Tanah Air, Squid Game (Netflix), tentu saja turut diperhitungkan sebagai favorit, termasuk di kategori “Outstanding Drama Series”. Padahal tayangan ini menggunakan Bahasa Korea Selatan alih-alih Bahasa Inggris.
Dengan demikian Squid Games menjadi serial berbahasa asing (nonbahasa Inggris) pertama yang masuk di salah satu kategori paling prestisius Emmy Awards. Total jenderal drama survival ini diunggulkan dalam 15 kategori.
Berdasarkan hasil akumulasi, stasiun atau platform yang tayangannya paling banyak mendapat nomine adalah HBO/HBO Max (140), diikuti Netflix (105), Hulu (58), Apple TV+ (51), Disney+ (34), dan Amazon Prime (30).
Dari sekian banyak topik percakapan mengenai Emmy Awards, satu yang agak kurang mendapat perhatian terkait adanya beberapa perubahan aturan dalam penyelenggaraan kali ini. Tujuannya agar makin selaras dengan tuntutan dunia industri televisi yang dinamis dan berkembang pesat.
Kita ketahui bersama, seturut disrupsi digital yang mendorong makin ramainya pemain di platform streaming beberapa tahun terakhir, sebuah tayangan kini tak lagi menjadi monopoli stasiun televisi konvensional alias media tradisional. Tak ada lagi dikotomi antara serial yang tayang di stasiun televisi HBO dengan platform streaming Netflix. Semua punya kesempatan masuk Emmy Awards.
Berbeda dengan kondisi ajang apresiasi untuk para insan penghasil tayangan layar kaca di Indonesia. Dulunya kita kenal ada Festival Sinetron Indonesia (FSI). Perdana diselenggarakan 1994 kala industri perfilman nasional mati suri. Panitianya dibentuk berdasarkan SK Menteri Penerangan kala itu. Acara ini tutup buku 1998 saat gelombang reformasi dan krisis moneter terjadi.
Ada beberapa acara yang bisa dikatakan sejenis bermunculan setelah FSI tinggal nama, yaitu Panasonic Gobel Awards, Indonesian Television Awards, dan—termasuk—SCTV Awards. Meskipun demikian, jangan gegabah menyamakannya persis dengan Emmy Awards. Secara metode, penjurian, hingga jumlah kategori jelas kalah kelas.
Melansir situsweb resmi Emmy Awards, ajang apresiasi untuk produksi televisi Amerika Serikat yang diinisiasi Academy of Television Arts & Sciences (ATAS), the National Academy of Television Arts & Sciences (NATAS), dan the International Academy of Television Arts and Sciences (IATAS) melakukan sejumlah penyesuaian.
“Sejumlah perubahan ini merupakan langkah besar yang kami lakukan agar sejalan dengan perkembangan dalam distribusi konten,” ujar Frank Scherma, Chairman dan CEO ATAS, dalam siaran pers.
Perubahan paling signifikan yang dilakukan dalam penyelenggaraan Emmy Awards kali ini adalah meniadakan batas durasi untuk kategori serial komedi dan drama. Panjang episode tidak akan lagi mendikte kategori pengajuan.
Artinya sebuah tayangan diajukan berkompetisi pada sebuah kategori, entah drama atau komedi, sepenuhnya ditentukan oleh preferensi produser dan hasil tinjauan anggota panel ATAS.
Pasalnya sejak 2015 berlaku aturan bahwa semua serial berdurasi satu jam otomatis masuk dalam kategori drama. Sementara pertunjukan berdurasi setengah jam melungsur ke ranah komedi.
Arketipe penentuan kategori drama dan komedi waktu itu bergantung isi programnya apakah lebih kental drama, atau lebih banyak muatan komedinya. Yang pasti jumlah episodenya minimal enam. Jika durasinya di bawah 20 menit akan masuk kategori bentuk pendek.
Kebijakan terbaru Emmy menghapus durasi, sekali lagi, agar bisa relevan dengan era streaming saat ini ketika durasi episodik tidak penting lagi. Kenyataannya durasi sebuah tayangan kini bisa sangat bervariasi tiap episodenya.
Definisi tayangan untuk bioskop juga mendapat revisi. Semua tayangan yang sudah terdaftar di Academy of Motion Picture Arts and Sciences, penyelenggara ajang Academy Awards alias Piala Oscar, otomatis dianggap sebagai film bioskop sehingga tidak memenuhi syarat untuk berkompetisi di Emmy Awards. Jadi tidak ada lagi ceritanya tayangan dokumenter yang gagal menerima nominasi Piala Oscar bisa mencoba lagi di Emmy Awards.
Masih ada beberapa tambahan perubahan. Salah satunya mempertegas kriteria supervisor musik dalam sebuah tayangan. Jika selama ini para kepala produser tayangan serial kerap termasuk dalam barisan penerima trofi kategori “Outstanding Music Supervision”, sekarang sudah tidak bisa lagi. Penerima adalah mereka yang murni bekerja sebagai penyelia musik.
Koordinator adegan-adegan berbahaya yang biasa dilakukan stunt performer juga mengalami perluasan di kategori “Outstanding Stunt Coordination for A Drama Series, Limited Series or Movie”. Kategori tersebut kini mendapat tambahan menjadi “Outstanding Stunt Coordination for a Drama Series, Limited or Anthology Series or Movie”.
Perubahan lainnya terjadi di departemen “Special Visual Effects”, “Character Voice-Over Performance”, “Reality Programming”, “Special Visual Effects”, “Makeup and Hairstyling for a Variety, Nonfiction or Reality Program”, dan “Lighting, Camera and Technical Arts”.
Bisa dibilang semua departemen yang mendukung hadirnya sebuah tayangan tak luput mendapatkan apresiasi. Pun spesifik kategorisasinya.
Hal ini yang tak dimiliki oleh satu pun ajang apresiasi untuk insan pertelevisian di negeri ini. Begitu juga bentuk adaptasi ajang tersebut dengan kondisi terkini. Padahal platform streaming di Indonesia, semisal Vidio, MolaTV, GoPlay, Vision+, MAXStream tak kurang banyak dalam menghasilkan tayangan orisinal berkualitas.