Ekskavasi dan restorasi Candi Songgoriti terkendala bangunan hotel dan status kepemilikan tanah

Koridor.co.id

Ilustrasi Candi Songgoriti masa kolonial-Kredit Foto: https://www.batukita.com/2020/12/sejarah-daerah-batu-malang-6-a-pemandian-warisan-mpu-sindok-diambil-belanda.html Studio Songgoriti.

Sejarawan Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono menyampaikan besar kemungkinan ada bangunan lain di bawah  Candi Songgoriti, yang terletak dalam areal perhotelan pemandian air panas di Songgokerto, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur.

Hal ini sudah terbukti ketika dilakukan ekskavasi proses penyelamatan Situs Candi Songgoriti oleh Balai Penyelamatan Cagar Budaya Jawa Timur  pada November 2021 ditemukan sistem drainase yang dibangun pada masa Belanda.

Candi yang dibangun pada awal abad ke 10 ini pernah dipugar oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1921.Saat itu ditemukan tulisan pada lembaran swarnapatra yang setipis daun tulisan terkiat dewata dengan gaya penulisan masa candi itu dibangun.

Arkeolog Belanda J Knebel melakukan inventarisasi yang dilakukan dengan pemugaran Candi Songgoriti tahun 1921. Candi Songgoriti ini tiga kali mengalami pemugaran, pada 1921, 1938 dan 1941.

Menurut Dwi Cahyono, bangunan candi itu kompleks. Besar kemungkinan waktu dulu membangun hotel sumber pemandian air panas terlalu dekat  dengan areal candi dan merangsek ke wilayah zona inti.

“Kalau menurut aturan sekarang harus dibongkar.  Kemungkinan ada kerusakan karena peristiwa alam dan juga dampak hotel air panas. Batas timur sekitar bangunan hotel. Waktu dulu ada kecerobohan,” ujar Dwi Cahyono kepada Koridor 10 Februari 2023.

Dulu di era Belanda sudah ada bangunan Badhuis, hotel air panas yang dibangun sekitar 1911.Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië  tertanggal 11 Maret 1916 memuat iklan tentang Hotel Pemandian Air Panas dengan tarif 4 gulden per orang.

Sementara itu De Locomotief edisi 14 Januari 1926 menceritakan jalan terkenal berkelok-kelok di atas hotel permandian Songgoriti yang menghubungkan Malang dengan Poodjon banyak mengalami kerusakan akibat hujan lebat.

Sebagai catatan, sebetulnya pemerintah Hindia Belanda tidak hanya membangun hotel dengan pemandian tetapi juga fasilitas kesehatan di kawasan itu karena udaranya sejuk dan memadai. De Indische courantedisi 21 Juni 1938 mengungkapkan tentang pembukaan sanatorium (perawatan penderita TBC). Ketika dibuka semua tempat tidur sudah terisi penuh.  Namun setelah masa kemerdekaan lokasinya dipindah dan kini jadi rumah sakit paru Husada.

Setelah kemerdekaan tepatnya, pada 1948 warga mendirikan penginapan dengan tempat pemandian air panas yang kemudian jadi cikal bakal hotel yang sekarang.  Sejak itu hotel itu diperluas. Pada 1970-an berkembang  Taman Rekreasi Tirta Nirwana dan berbagai fasilitas lainnya.

Menurut Dwi Cahyono, dengan kondisi sekarang perlu penataan situs.  Sebagai cagar budaya dibuat tiga zona.  Zona pertama kayak Songoriti zona inti itu candi dan partitannya adalah zona inti.  Zona kedua, zona penyanggah dan zone ketiga pengembangan.

Persoalannya jika aturan diterapkan  maka sebagian bangunan hotel merangsek ke zona inti harus dianulir alias dibongkar. “Jadi kalau situs itu mau dikonservasi dan direvitalisasi harus ada bagian hotel yang dianulir atau disingkirkan.  Di zona penyangga pun juga tidak boleh ada bangunan masa kini,” tutur Dwi Cahyono.

Ada problem lain. Sejak 17 Oktober 2001 Kota Batu jadi daerah otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang.  Memang bangunan candi dan hotel terletak dalam wilayah Kota Batu. Tetapi status kepemilikan tanahnya diklaim milik Kabupaten Malang.

“Dua dasawarsa status belum jelas.  Berada di Kota Batu, tetapi kepemilikan lahanya diklaim Kabupaten Malang,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terkini