Alfabet Korea, juga sering disebut Hangul (한글), adalah sistem unik yang telah dipuji oleh banyak orang dan dianggap sebagai salah satu alfabet paling efisien di dunia. Hangul memiliki bentuk geometris dasar yang terdiri atas 14 konsonan, 5 konsonan kuat, 10 vokal, dan 11 vokal kompleks yang dibuat dengan menggabungkan vokal dasar.
Hangul pertama kali diumumkan pada tahun 1446 dengan nama Hunmin Jeongeum (훈민정음, 訓民正音), yang berarti suara yang tepat untuk mengajar orang-orang. Hangul diciptakan oleh Raja Sejong Agung yang merupakan raja keempat dari Dinasti Joseon Korea (1392 hingga 1897).
Sebelum Hunmin Jeongeum dibuat, orang Korea kebanyakan menggunakan bahasa yang ditulis secara vertikal dari kanan ke kiri dan terdiri dari aksara Tionghoa Tradisional dengan pelafalan bahasa Korea. Bahasa yang disebut Hanja atau Sino Korean ini terdiri dari aksara Tionghoa Tradisional dengan pelafalan bahasa Korea.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa karakter tradisional Tionghoa adalah salah satu yang paling sulit dipelajari di dunia. Beberapa karakter hanya terdiri dari satu atau dua strokes, sedangkan yang lebih rumit dapat memiliki lebih dari 40 strokes. Hal ini menjadi masalah bagi masyarakat kelas bawah Korea, karena aksara Tionghoa pada saat itu jauh lebih sulit dipelajari dan dipahami daripada aksara Tionghoa sederhana yang banyak digunakan saat ini.
Dengan demikian, Raja Sejong Agung membuat dan menyebarkan alfabet Korea untuk membantu orang awam belajar membaca dan menulis. Hall of Worthies, yang merupakan sekelompok cendekiawan yang dipilih oleh pemerintah kerajaan, pada awalnya tidak menyukai gagasan ini karena mereka ingin tetap menggunakan Hanja, yang menurut mereka lebih canggih. Oleh karenanya, Raja Sejong harus membuat mereka setuju menggunakan Hangul agar lebih banyak orang awam yang dapat belajar membaca dan menulis. Hunmin Jeongeum memiliki total 28 huruf ketika pertama kali dipublikasikan. Saat ini, hanya 24 yang digunakan.
Setelah Hunmin Jeongeum dibuat, banyak sarjana dan bangsawan yang menentangnya karena mereka berpendapat Hanja adalah satu-satunya cara yang benar untuk menulis, dan melihat Hunmin Jeongeum sebagai ancaman bagi status mereka. Penentangan ini, dan poster-poster yang ditulis dalam bahasa Korea dan dipasang oleh rakyat jelata yang mengkritik Raja Yeonsungun ke-10, yang dianggap sebagai tiran terburuk dari Dinasti Joseon, memprovokasinya dan menyebabkan larangan studi dan publikasi Hunmin Jeongeum pada tahun 1504.
Hunmin Jeongeum mengalami kebangkitan kembali pada akhir 1600-an, ketika puisi dan novel yang ditulis dalam alfabet Korea mulai populer. Kemudian, pada tahun 1894, Hunmin Jeongeum pertama kali digunakan dalam dokumen resmi. Ini terjadi karena nasionalisme Korea dan promosi misionaris Barat untuk menyebarkan alfabet Korea.
Pada tahun 1896, surat kabar pertama dicetak dalam alfabet Korea dan Inggris. Di sekolah dasar, alfabet Korea diajarkan dan digunakan dalam buku teks. Hunmin Jeongeum terus diajarkan di sekolah-sekolah selama dan setelah Perang Dunia II. Ju Si- Gyeong, seorang ahli bahasa, menciptakan istilah “Hangul” pada tahun 1912. Setelah beberapa perubahan, Korea Utara menjadikan Hangul sebagai sistem penulisan resminya dan melarang penggunaan Hanja pada tahun 1949. Korea Selatan, di sisi lain, menggunakan karakter Hangul dan Hanja secara bersamaan.
Hangul tidak dapat direpresentasikan dengan mudah menggunakan huruf atau suara bahasa Inggris dan tidak ada cara sempurna untuk mengajarkan pengucapan alfabet Korea melalui bahasa Inggris. Konsonan dalam Hangul terdengar berbeda tergantung di mana mereka berada dalam satu suku kata. Mereka terdengar berbeda di awal, di tengah, atau di akhir. Vokal, di sisi lain, terdengar sama di mana pun mereka berada.
Tetapi karena kesederhanaannya, siapa pun dapat mempelajari alfabet Korea dan cara mengucapkan bunyinya dalam waktu yang relatif singkat.
*** disadur dari Only You Singapura.