Apakah satelit bisa mendeteksi ikan paus dari luar angkasa?

Koridor.co.id

Dua ikan paus beluga.

Artikel ini bersumber dari Majalah Hakai, sebuah publikasi daring tentang sains dan masyarakat di ekosistem pesisir.

Pandemi memaksa semua orang untuk membawa pulang pekerjaan mereka ke rumah. Bagi Cortney Watt, seorang ahli ekologi di Fisheries and Oceans Canada, itu berarti membangun enam beluga palsu di garasinya. Sebuah proyek aneh dengan tujuan yang bahkan jauh lebih aneh: untuk melihat apakah dia bisa melihat paus dari luar angkasa.

Watt membangun beluga dari kanvas dan kayu lalu menguji sistem katrol di kolam renang untuk mengontrol kedalaman model. Dalam percobaan di berbagai danau, Watt menguji seberapa dalam di bawah permukaan air, satelit dapat melihat paus palsunya tersebut. Dia dapat menerapkan hasil tes itu untuk menghitung jumlah beluga nyata di Kutub Utara. Hasilnya mengejutkan. Citra satelit yang terbentuk saat ini cukup jelas sehingga Watt bahkan dapat melihat ketika satu beluga menyelam di bawah yang lain. Ini adalah temuan tak terduga yang memberi harapan pada bidang penelitian paus dari luar angkasa.

Upaya untuk melacak paus dengan satelit berjalan lambat. Upaya pertama yang berhasil adalah pada tahun 2002 – beberapa dekade setelah para peneliti pertama kali menggunakan satelit untuk studi satwa liar berbasis darat. Tapi perbandingannya cukup jelas. Fotografer dapat melihat paus dari pesawat kecil, tetapi hal itu masih dibatasi oleh seberapa jauh pesawat dapat melakukan penerbangan. Mikrofon bawah air dapat memantau paus, tetapi hanya jika paus-paus itu bernyanyi. Sebuah kapal penelitian mungkin mengunjungi fjord Arktik satu kali, tetapi satelit dapat mengambil gambar sepanjang waktu.

Manfaat dari memiliki citra satelit adalah Anda bisa mendapatkan citra yang sangat besar dari suatu area secara instan,” kata Watt.

Paus memang makhluk terbesar di Bumi, tetapi menemukannya dengan satelit tidaklah mudah dan bukan tanpa masalah. Misalnya, perusahaan satelit komersial pasti lebih senang melayani penawar tertinggi mereka, dibanding peneliti paus. Sementara itu para peneliti tidak dapat turut menggunakan foto yang ada karena hanya sedikit yang sangat peduli dengan lautan di luar garis pantai. Gulir beberapa kilometer di lepas pantai melalui aplikasi Google Maps dan saksikan resolusinya hancur.

Bahkan jika seekor paus muncul ke permukaan untuk bisa difoto, paus kanan Atlantik Utara setinggi 12,5 meter hanya muncul sebagai titik berukuran 83 piksel pada gambar satelit paling tajam. Para peneliti dapat memperbesar, tetapi gambar paus tidak akan pernah lebih jelas daripada gabungan 83 kotak berwarna yang kusam. Dan karena satu foto satelit dapat mencakup hingga 200 kilometer persegi, itu seperti mengambil gambar tusuk gigi di trotoar dari balkon lantai atas.

Rintangan lain adalah paus itu sendiri. Beluga, menurut Watt, mudah dibedakan dengan kulit pucat mereka yang sangat kontras. Namun, ikan paus di bagian selatan memiliki warna yang sama dengan air dan jauh lebih sulit dikenali.

Kurangnya satelit adalah hambatan lain bagi bidang penelitian ini.

Saat ini, satelit komersial terbaik adalah WorldView-3: “Cadillac-nya satelit,” kata Matus Hodul, seorang peneliti pengindraan jauh di Simon Fraser University di British Columbia. WorldView-3 adalah satelit paling tajam yang tersedia di luar militer, dan dapat mengambil warna dan pola individual paus. Tahun lalu, Hodul menggunakan satelit untuk mengidentifikasi paus spesifik pertama dari luar angkasa, paus kanan Atlantik Utara bernama Ruffian yang dikenali oleh bekas luka putihnya yang khas.

Kondisi untuk pengambilan foto itu sempurna: tidak ada awan, tidak ada ombak, dan ratusan paus dengan lembut meluncur di permukaan Cape Cod Bay di Massachusetts. Dalam satu gambar itu, Hodul melihat 72 paus kanan Atlantik Utara dari populasi di seluruh dunia yang mungkin berjumlah 350 ekor. Spesies ini selangkah lagi dari kepunahan, tetapi hebatnya, para peneliti masih belum tahu ke mana setengah dari populasi pergi setiap musim panas. Satelit bisa memperbaiki hal itu.

“Semua orang, bagaimanapun, berjuang melawan waktu saat menggunakan WorldView-3, dan satu gambar dapat menelan biaya puluhan ribu dolar,” kata Hodul. Tetapi masalah cakupan, biaya, dan kejelasan akan berubah seiring waktu. Sebuah perusahaan siap meluncurkan serangkaian enam satelit komersial tahun ini, sementara perusahaan lainnya sedang mengembangkan satelit dengan resolusi tiga kali lebih tajam dari WorldView-3.

Sementara para insinyur membangun lebih banyak satelit, para peneliti paus masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan di Bumi.

Saat ini, kata Hodul, cara terbaik untuk melihat paus melalui satelit, terlepas dari apakah gambar itu diambil secara khusus untuk menemukan paus, atau diambil karena alasan lain, adalah dengan meminta seseorang dengan susah payah menelusuri setiap gambar. “Anda akan melihat berjam-jam air dengan satu atau dua paus di antaranya,” katanya.

Program pencari paus otomatis akan menghemat waktu semua orang, tetapi belum ada cukup gambar untuk merumuskan sebuah algoritma. “Kami membutuhkan otomatisasi. Untuk itu kami membutuhkan banyak orang untuk membagikan data mereka,” kata Hannah Cubaynes, seorang rekan peneliti di British Antarctic Survey.

Idealnya, semakin banyak peneliti yang menggunakan satelit untuk mencari paus dapat menyumbangkan hasil mereka ke perpustakaan terbuka, termasuk detail utama seperti spesies, lokasi, dan satelit yang digunakan. Pemrogram kemudian dapat membangun algoritma yang secara pasif menunjukkan paus dan membantu peneliti mengisi kekosongan pada rute migrasi.

Nilai konservasinya jelas, menurut Cubaynes, untuk menyelamatkan paus, para peneliti pertama-tama perlu tahu berapa banyak yang ada. Kemudian pada akhirnya penelitian satelit dapat menemukan paus di tempat yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya.

Watt belum mengemas beluga buatannya sendiri. Dia masih memiliki banyak tugas penelitian di Arktik. Sejauh ini, dia hanya melakukan survei beluga di fjord tempat mereka berkumpul. Apa yang terjadi ketika paus berada di perairan terbuka yang tumpang tindih dengan spesies lain? Bisakah satelit membedakan satu mamalia dari mamalia berikutnya? Mungkin sudah waktunya untuk membangun beberapa narwhal palsu dan mencari tahu jawabannya.

*** disadur dari SmithsonianMag.

Artikel Terkait

Terkini