Jakarta, Koridor.co.id – Direktur Eksekutif Komunikonten sekaligus pengamat media sosial Hariqo Wibawa Satria menyampaikan pandangannya terkait kebijakan pemerintah yang akan menjatuhkan denda kepada platform digital yang masih memuat konten judi online.
Dia mengaku niat dan semangat Menteri Kominfo RI, Budi Arie dan Google itu sama yakni sama-sama ingin melindungi masyarakat.
Namun perbedaannya, ucap Hariqo, pada target perlindungan. Masyarakat yang dimaksud oleh Menkominfo RI, Budi Arie adalah WNI atau masyarakat Indonesia, utamanya yang berada di wilayah hukum NKRI.
Sedangkan yang dimaksud oleh Google, Meta, TikTok, Twitter, adalah masyarakat dari negara-negara yang menggunakan platform mereka.
“Pemerintah Indonesia melarang judi online, termasuk iklan judi online, sebagaimana tertulis dalam pasal 27 UU ITE. Google juga melarang iklan judi online di Indonesia, namun membolehkan iklan judi online di negara-negara yang membolehkan judi online, dengan banyak sekali catatan,” ujar Hariqo kepada Koridor pada Jumat (24/5).
Menurut Hariqo, iklan judi online harus bertanggungjawab. Dalam artian pengiklan harus punya sertifikasi Google Ads, mematuhi Undang-Undang terkait perjudian yang berbeda-beda di setiap negara.
“Maksudnya, iklan judi online harus menargetkan negara yang memang membolehkan judi online, dilarang menargetkan pengguna di bawah umur, dan menampilkan informasi selengkap-lengkapnya di website judi online,” tuturnya.
Hariqo menjelaskan Google dan platform digital lainnya termasuk pihak yang kooperatif dengan Pemerintah Indonesia dalam pemberantasan judi online.
Menurut Hariqo, iklan judi online biasanya muncul di layar perangkat digital orang Indonesia yang sebelumnya mencari informasi tentang judi online, membuka situs judi online, menggunakan aplikasi gratisan atau membuka web yang membolehkan iklan judi online.
“Begitulah salah satu cara kerja iklan, termasuk iklan judi online,” ucapnya.
Namun, kata Hariqo, mengenai ancaman denda Rp500 juta harus dijabarkan ke publik untuk meningkatkan partisipasi dalam pengawasan.
Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, terutama di medsos.
“Maksud saya terkait cara kerja medsos yang tidak menyensor konten sebelum tayang, namun mengandalkan pada pengetahuan, tingkat literasi digital dan kedewasaan dari para pengguna,” jelasnya.
Literasi digital Kemkominfo yang terkesan mengejar jumlah partisipan juga harus dievaluasi, mengapa gagal dalam mengedukasi warga untuk menjauhi judi online, kata Hariqo.
“Sejauh mana efektivitas literasi individu, komunitas, bahkan literasi digital di tingkat ASN yang mengelola web dan medsos pemerintah juga harus dievaluasi, karena banyak web pemerintah yang jebol,” ujarnya.
Hariqo membeberkan salah satu tantangan saat ini adalah, promosi judi online telah menyatu dalam konten, ini termasuk yang susah diberantas.
Modusnya, ada pengguna yang menempelkan iklan judi online pada konten, atau mengunggah ulang konten yang sudah terbukti viral dengan sedikit pengubahan, lalu menambahkan iklan judi online.
Modus kedua, membuat akun yang seakan-akan akun tersebut adalah akun fanbase dari selebritas medsos.
Lalu memposting ulang konten dari seleb itu dengan memasukkan iklan judi online, video ini biasanya berisi joget-joget seksi, namun ada juga video-video dari para olahragawan terkenal.
“Modus ini membuat manipulasi, seakan seleb dan olahragawan tersebut mempromosikan judi online, ini juga membuat masyarakat tertarik pada judi online,” paparnya.
Soal efektivitas, jelasnya, ini yang harus jadi perhatian.
Usaha pemerintah sudah banyak, namun nilai Transaksi Judi Online di Indonesia juga semakin banyak. Setidaknya kalau kita lihat data PPATK dari tahun 2017 – 2022, perputaran uang di judi online semakin meningkat.
Di sisi lain, sambung Hariqo, perlu jadi evaluasi yang sangat serius, karena ada banyak situs pemerintah yang sistem pertahanannya lemah, sehingga disusupi puluhan ribu iklan judi online.
“Di sinilah perlu keteladanan, masyarakat bisa menurun kepercayaannya terhadap apa yang dikatakan Menteri Budi Arie, jika situs pemerintah saja tidak mampu menghadang konten judi online,” tegasnya.
Sebelumnya, Menkominfo Budi Arie menyatakan penyelenggara platform digital di Indonesia seperti X, Telegram, Google, Meta, dan Tiktok, yang membiarkan atau tidak memberantas konten judi online diancam akan dikenakan denda Rp500 juta per konten.
“Jika tidak kooperatif untuk memberantas judi online di platform Anda, maka saya akan mengenakan denda sampai dengan Rp500 Juta rupiah per konten. Saya ulangi, saya akan denda sampai dengan Rp500 juta per konten,” tegas Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, dalam Konferensi Pers Judi Online yang berlangsung secara virtual dari Jakarta, pada Jumat (24/5).
Menurut Budi Arie, berdasarkan pemantauan Kementerian Kominfo, hingga masih terdapat banyak konten dengan kata kunci atau keyword terkait judi online di berbagai platform digital.
Di platform Google misalnya, sejak 7 November 2023 hingga 22 Mei 2024, ditemukan sebanyak 20.241 kata kunci terkait judi online.
Sementara di Meta ditemukan 2.702 keyword terkait judi online sejak 15 Desember 2022 hingga 22 Mei 2024.
“Sebagai gambaran, 10 besar keyword terkait judi online dalam seminggu terakhir adalah: Live Slot, RTP Slot, No Limit, Situs Slot, Slot Gacor, Pragmatic Slot, Casino Online, Togel, Bonus Slot, Dan CQ9,” ungkapnya.
Budi Arie menegaskan, langkah peringatan keras itu sejalan dengan regulasi yang telah berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta ketentuan perubahan dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Privat serta ketentuan perubahan.
“Denda kepada platform digital dikenakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kominfo,” tutur dia. (Pizaro Gozali Idrus)