Jakarta, Koridor.co.id – Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengkritik pernyataan Sekjen PBNU Syaifullah Yusuf yang meminta warga NU untuk tidak memilih paslon yang didukung oleh Abu Bakar Baasyir atau ABB.
Indragiri mengamini bahwa tidak ada pembenaran terhadap terorisme. Tindakan tersebut harus ditentang dan pelakunya dipidanakan.
Namun, kata dia, ada tiga hal yang perlu ditinjau dari pernyataan Saifullah Yusuf tersebut.
Pertama, ABB selaku eks narapidana.
Indragiri mengatakan studi di sejumlah benua menunjukkan tingkat residivisme pelaku pidana terorisme adalah sebesar 2-7 persen. Persentase tersebut dikategorikan sebagai sangat rendah (very low) dan jauh lebih rendah (far lower) ketimbang residivisme kejahatan umum.
“ABB sendiri telah menyatakan kembali ke NKRI. Pihak yang masih menyebut ABB sebagai penolak Pancasila, perlu memperbarui pengetahuannya,” ujar Indragiri dalam keterangannya kepada Koridor pada Kamis (18/1).
Kementerian Hukum dan HAM juga tentu telah melakukan risk assessment (RA) terhadap ABB. RA adalah mekanisme untuk menakar antara lain risiko residivisme terpidana.
Seandainya hasil RA menunjukkan ABB berisiko tinggi mengulangi tindak pidana, Kemenkumham dan lembaga-lembaga negara lainnya niscaya akan memberikan rekomendasi agar ABB dengan cara apa pun tidak dikeluarkan dari lapas.
Alhasil, ucap Indragiri, kalau ada pihak yang ketakutan bahwa ABB akan melakukan aksi pidananya kembali, pihak tersebut perlu diinsafkan bahwa ketakutannya itu terlalu berlebihan.
“Sekaligus, ketakutan itu menunjukkan ketidakpercayaan terhadap kerja pemasyarakatan Kemenkumham,” jelasnya.
Kedua, dukungan ABB terhadap paslon tertentu.
“Anggaplah, risk assessment sebatas menangkap indikator. Sementara, dukungan ABB tersebut merupakan bukti bahwa telah terjadi disengagement ABB dari elemen-elemen terorisme yang pernah didakwakan kepada dirinya,” tutur Indragiri.
Menurut Indragiri, disengagement itu merupakan kabar baik. Bahwa, bukan sebatas reprogramming pada level berpikir, ABB sudah memperlihatkan perubahan pada tataran perilaku.
“Narasi ‘jangan mendukung paslon yang didukung ABB’ pun mengandung logika yang membingungkan. Narator menunjukkan sikap anti terhadap individu tertentu, tapi rekomendasi yang ia keluarkan justru bernuansa politik praktis,” jelas Indragiri.
Ketiga, paslon yang didukung ABB.
Menurut Indragiri, dukungan ABB justru memperkuat citra paslon dimaksud sebagai kubu yang identik dengan kemajemukan.
Tak terkecuali, mantan terpidana yang telah mengalami perubahan nyata pada pemikiran dan perilakunya pun tidak canggung untuk bersikap pro terhadap paslon yang juga didukung oleh banyak pihak dengan serbaneka latar belakang dan afiliasinya.
“ABB, dalam istilah psikologi forensik, ber-reintegrasi dengan masyarakat yang heterogen. Inilah puncak keberhasilan proses pemasyarakatan,” pungkasnya. (Pizaro Gozali Idrus)
Pakar Psikologi Forensik Ungkap 3 Hal Tanggapi Capres Didukung Baasyir
Koridor.co.id
Artikel Terkait