
Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) malah menjadi seorang chef. Begitu perjalanan seorang Dian Nugraha, seperti mengikuti ungkapan Minang: alam takambang menjadi guru, Ketika masih kecil ia selalu diminta ibu atau neneknya untuk membantu memasak di dapur meski hanya mengaduk makanan yang membuatnya mencintai kuliner. Dia tak segan berbelanja di pasar menemani adik perempuannya.
Pria kelahiran Padang 1 September 1983 ini bertemu William Wongso sekitar 2012 yang mendorongnya menjadi chef dengan spesialisasi masakan rendang. Rendang racikannya pernah dipesan beberapa tokoh politik, seperti Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berikut perbincangan Irvan Sjafari dari Koridor dengan pria yang karib disapa Uda Dian ini soal rendang kaitannya dengan budaya Minang, Kamis 16 Juni 2022:
Bagaimana asal usul masakan rendang sepengetahuan Anda? Apa memang asli masakan Minang? Kapan kira-kira rendang sudah menjadi kuliner Minang?
Rendang Marandang itu adalah teknik memasak dengan menggunakan bahasa Minangkabau yakni “Marandang”, yaitu mengeringkan air dari santan dan bumbu dengan pola pemasakan lambat, merupakan masakan asli Minangkabau yang juga diperkuat oleh beberapa literasi.
Dalam Hikayat Amir Hamzah, rendang telah dikonsumsi bangsa Melayu sejak 1550. Kemudian Kolonel Stuers juga menulis tentang kuliner dan sastra Minang pada 1827 yang mengarah pada rendang.
Rendang itu ada variannya? Soalnya ada rendang yang warnanya merah dan pedas, lalu ada coklat kehitaman dan ada yang disajikan dengan kentang kecil dan kacang merah?
Rendang itu lazimnya berwarna coklat pekat kehitaman. Jika masih merah dan terang baru di tahap Kalio. Varian rendang ada dua yakni rendang darek yang minim rempah dan rendang pasisia yang kaya rempah. Rendang darek ada di daerah Darek Minangkabau dan randang pasisia kebanyakan di daerah rantau seperti Padang, Pariaman, daerah pesisir dan sebagainya.
Rendang itu di luar Minang ada nggak sih? Seperti di Malaysia, negara Timur Tengah, Singapura atau Brunei dengan varian agak berbeda? Menurut Anda bagaimana?
Minangkabau itu daerah kekuasaannya pada zaman dahulu meliputi sebagian Malaysia yakni Negeri Sembilan, Singapura bahkan yang menjadi Perdana Menteri pertama adalah orang Minang, begitu juga Malaysia. Bahkan keturunan keluarga kerajaan di Malaysia, Brunei Darussalam dan Manila berdarah Minang. Sehingga memang sedari dahulu rendang sudah melintasi batas-batas antarnegara. Namun, pasti ada bedanya, kebanyakan rendang di luar Sumbar itu lebih terang dan manis.
Posisi rendang dalam budaya Minang?
Rendang itu ada dua posisi. Pertama, sebagai teknik memasak (Merandang) yakni teknik masak perlahan yang mengurangi air dari santan dan bumbu secara perlahan. Kedua, sebagai “Penghulu Makanan di Minangkabau”, ibarat kata, di Minangkabau yang berfalsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dalam seluruh acara pentingnya, Rendang Minang itu makanan kehormatan, bahkan dibuat khusus, semisal ada namanya Rendang Gadang, yakni sebongkah daging dimasak jadi rendang utuh, dan menjadi permata sajian dalam acara-acara penting di Minangkabau.
Rendang punya makna budaya dalam, apa itu ?
Masyarakat Minang percaya bahwa rendang memiliki tiga makna yang berkaitan dengan sikap, yaitu kesabaran, kebijaksanaan dan ketekunan. Ketiga makna tersebut dibutuhkan dalam proses memasak rendang, termasuk saat memilih bahan-bahan yang bercita rasa tinggi.
Filosofi pada daging melambangkan niniak mamak atau pemimpin suatu suku. Bagi masyarakat Minang, daging sapi atau kerbau melambangkan kemakmuran dan rasa cinta yang diberikan oleh orang tua kepada anak dan keponakannya.
Santan terbuat dari kelapa atau melambangkan cadiak pandai yang berarti kaum intelektual. Makna kelapa bagi kaum Minangkabau sebagai mempersatukan semua komunitas yang ada di masyarakat.
Cabai atau lado merupakan lambang ‘Alim Ulama’ yaitu yang tegas dalam mengajarkan agama. Masakan, Padang khas dengan rasa pedas yang tercipta dari cabai. Kaitan antara cabai dan ulama, pedas melambangkan guru-guru agama di Padang waktu mengajar anak-anak membaca Alquran dan cara berbudi pekerti. Hal ini dilakukan agar anak-anak dapat ingat dan tahu serta dapat menjadi orang yang baik nantinya.
Bumbu atau pemasak melambangkan keberagaman atau keseluruhan masyarakat Minangkabau. Bumbu dalam rendang sebagai pelengkap yang kaya akan rempah. Maksudnya, semua orang dalam komunitas masyarakat itu penting dan harus dihargai sebagai sesuatu yang penting juga.
Soal polemik masakan babi dibuat dengan bumbu rendang, apa kesalahannya karena mencantumkan kata rendang Padang di mana seharusnya dia katakan saja aneka masakan babi tapi berbumbu rendang?
Saya coba sederhanakan kembali. Biar teman-teman se-Indonesia tidak langsung marah-marah karena mungkin temen-teman merasa kok rendang masakan kesukaan kita tidak boleh dimasak dengan bahan pilihan kita sendiri.
Jika ditanya ke saya, sebenarnya ada beberapa hal yang dimaklumi. Reaksi keras itu lebih ke melindungi “Nasi Padang” dan “Restoran Padang/Minang” sebagai sebuah brand yang dalam benak muslim Indonesia tercantum sebuah stigma bahwa jika pergi kemana-mana dan khawatir dengan kehalalan masakan di sebuah restoran di sebuah daerah, solusinya adalah cari Restoran Padang, Warung Padang atau Makan Nasi Padang.
Ada sebuah garansi dalam benak muslim Indonesia bahwa ketika makan Nasi Padang atau makan di Restoran Padang itu “Pasti Halal”. Nah inilah yang menjadi titik kritis kasus “Babiambo” walau memang ia sudah bilang jualan masakan babi namun ada hal dalam segi brand tidak pada tempatnya, mengusung nama Minang bisa menimbulkan kerancuan dan sensitivitas belum lagi memadankan narasi “Padang” dengan makanan non-halal dianggap tidak pas karena seakan akan memberikan opsi bahwa Nasi Padang itu bisa non-halal secara brand.
Ini berpotensi mengganggu stigma Nasi Padang pasti halal dalam benak muslim Indonesia. Dan sebenarnya mereka sudah tutup lama. Tapi kehebohan ini karena jejak digital yang diangkat seseorang dan akhirnya heboh. Case closed. Mereka sudah minta maaf dan secara hukum juga tidak ada pasal apapun yang menjerat karena memang tidak melanggar hukum. Lebih kepada pelanggaran adab dan norma saja.
Bagaimana dengan kalangan Non-Muslim, apakah boleh memasak rendang, balado, gulai dan sesuai bahan pilihan mereka baik dalam bentuk masakan pribadi atau jualan ?
Selama bertahun-tahun ini tidak ada gejolak soal rendang yang dimasak banyak orang di belahan lain wilayah Indonesia. Jujur, rendang dengan bahan non-halal itu tidak baru baru ini dijual langsung atau online, sudah bertahun-tahun sebenarnya dan tidak dipermasalahkan langsung. Yang jadi masalah menurut hemat saya, karena sudah mengusung citra Restoran Padang, Penamaan dengan Bahasa Minang dan Logo yang seperti rumah gadang.
Makanya kalau ditanya lagi, andaikan kami kalangan Non-Muslim mau masak masakan Minang? Ya bebas dong, teman-teman punya hak masak apapun yang teman-teman mau dengan bahan apapun. Yang saya sarankan adalah jika memang mau berbisnis masakan non-halal dan ada menu resep populer masakan Padang, gunakanlah brand yang tidak menyerempet ke bahasa minang dan membawa narasi Padang. Dijamin aman, misal Nyonya Liem, dan ada jual masakan Rendang Non Halal, Balado Non-Halal. Selama ini tidak ada masalah kan? Yang jualan masakan masakan populer Minang dengan bahan non-halal banyak di marketplace. Cuma mereka tidak mengusung penamaan Minang dan mem-branding diri dengan narasi Padang.
Mengapa tidak boleh mengusung penamaan Minang dan mem-branding narasi Nasi Padang dengan bahan non-halal ?
Jika saya ditanya dalam hal ini, menurut pendapat saya Restoran Padang itu memang harus 100% halal dan Nasi Padang itu harus 100% halal. Ini adalah sebagai upaya melindungi karakter dan branding yang sudah dipertahankan oleh orang Minang dalam membuka usaha selama puluhan dan ratusan tahun.
Hal ini juga untuk melindungi “Protective Geographic and Culture Brand” maksudnya agar sampai kapanpun harapan dan stigma Muslim Indonesia terhadap masakan Padang “Pasti Halal” itu tetap terlindungi.
Selain masalah perlindungan, stigma brand terhadap Masakan Minang, Nasi Padang dan Restoran Padang pasti halal itu lahir tidak serta merta. Ada hal yang harus ditarik ke belakang, jadi adat Minangkabau mempunyai falsafah dalam yang bisa dibilang, Minang Itu adalah Islam dan seluruh kebudayaannya sangat kental dengan nuansa nilai-nilai Islam, sebagai contoh Rumah Gadang itu ukirannya tidak ada yang meniru bulat-bulat pada bentuk hewan. Jika pun ada ukiran bernama hewan tapi diukir tanpa ada kemiripan dengan bentuk hewan, lebih ke abstraknya, sedemikian rupa orang minang secara seni menjaga seninya agar selaras dengan nilai-nilai Keislaman.