Regional Coordinator ASEAN Youth Forum Fatimah Zahrah ingin hidup di bumi tanpa khawatir krisis pangan, air dan iklim

Koridor.co.id

Fatimah Zahrah-Foto: Dokumentasi Pribadi.

Di antara anggota delegasi Indonesia dalam acara  perhelatan Pertukaran Pemuda Uni Eropa-ASEAN tentang Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan’ di Bangkok, Thailand, 31 Maret hingga  April 2023, terdapat nama Fatimah Zahrah.

Regional Coordinator ASEAN Youth Forum ini mengaku jatuh hati pada masalah lingkungan setelah merasakan sendiri  akibat perubahan iklim.  Kawasan Purwokerto, tempat dia bermukim beberapa kali dilanda bencana.

Bahkan rumah orang tua perempuan kelahiran 1990 ini nyaris dilanda longsor, banjir. Beruntungnya rumah yang  ditempati  keluarganya adalah hunian lama berhalaman luas sekitar 700 meter per segi danserapan air masih banyak hingga longsor menghantam tanah kosong. Tetapi itu membuatnya sadar bahwa masalah lingkungan hidup adalah hal serius.

Fatimah menyadari  suhu setiap tahun makin memanas. Purwokerto yang dulu dingin sekarang jadi panas. Suplai air semakin sulit. Perubahan cuaca ekstrim yang tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan tapi juga suplai pangan.

“Kini saya khawatir pada suplai pangan dan air beberapa tahun ke depan.,” ujar alumni Fakultas Falsafah dan Peradapan Universitas Paramadina ini  kepada Koridor, 5 April 2023.   

Berikut petikan percakapannya dengan Irvan Sjafari dari Koridor.

Setelah mengikuti  ‘EU-ASEAN Youth Conferenference On Suistanable’ di Bangkok,  31 Maret hingga 1 April, Isu apa saja yang menonjol dan yang paling dibicarakan para peserta?

Konferensi membicarakan mengenai bagaimana membangun kota yang berkelanjutan dan melibatkan anak muda di dalamnya. Perserta dibagi dalam beberapa kelompok diskusi yang di dalamnya terdapat perwakilan anak muda Eropa dan ASEAN.

Salah satu perbedaan yang didiskusikan adalah mengenai sarana komunikasi dalam engage anak muda. Di ASEAN, sosial media memerankan peranan penting untuk menarik anak muda terlibat atau sadar akan sebuah isu. Sementara di Lithuania misalnya, dari penjelasan salah satu delegasi negara tersebut, mereka kadang harus ketuk pintu ke pintu secara luring untuk bisa membuat anak muda tertarik, dan akhirnya terlibat.

Anda mewakil kelompok mana?

Saya bekerja bersama ASEAN Youth Forum, berbasis di Jakarta. Namun bekerja secara daring dari kota kecil, Purwokerto. Dulu saya kuliah di Universitas Paramadina, Jakarta. Saya bersama kelompok diskusi membicarakan mengenai 3 payung elemen yang menurut kami penting dipertimbangkan untuk membangun kota yang berkelanjutan. Ketiga elemen tersebut: komunitas, infrastruktur, dan lingkungan.

Peserta konferensi di Bangkok dari ASEAN-Foto: Dokumentasi Fatimah.

Apa peran ketiga elemen dalam hal ini?

Sebuah kota tidak bisa dilepaskan dari komunitas di dalamnya, yaitu manusia. Komunitas penghuni kota harus tidak hanya ditilik tapi juga dilibatkan dalam membangun kota. Representasi menjadi faktor penting karena itu akan berpengaruh terhadap suara seperti apa yang dilibatkan. Maka representasi kelompok marjinal juga harus dilibatkan.

Infrastruktur dan lingkungan akan berpengaruh terhadap apakah misalnya kota memiliki transportasi publik memadai, ruang terbuka hijau, akses dan suplai air bersih.

Apa hanya diskusi atau lebih?

Tidak hanya diskusi, saya juga mendapat pengetahuan dan contoh praktis dari bagaimana membangun kota yang berdasar pada data yang ada. Selain itu, pengetahuan bagaimana merancang sebuah strategi komunikasi yang dapat membantu mengaplikasi inisiatif anak muda untuk isu ini.

Bersama kelompok akan mengadakan workshop untuk anak muda di Asia Tenggara untuk isu-isu di bawah payung lingkungan yang berkelanjutan supaya peserta memeroleh pengetahuan dan kesadaran untuk isu tersebut.

Sebagai aktivis di ASEAN Youth Forum. Apa yang dilakukan AYF untuk lingkungan?

Beberapa yang dilakukan AYF untuk isu ini di antaranya membuat kegiatan semacam lokakarya dengan sesi peningkatan kapasitas bagi pemuda untuk belajar tentang rencana adaptasi iklim dengan lebih baik pada 2021. Di antaranya dari para ahli termasuk aktivis pemuda. Lokakarya ini menampilkan presentasi tentang Hak Asasi Manusia dan Adaptasi Perubahan Iklim.

Pada 2022 ASEAN Youth Forum (AYF) kami punya program Youth Rights Ambassador termasuk untuk isu lingkungan, telah menyatukan pemuda di Asia Tenggara. Bersama Raoul Wellenberg Institute (RWI), kali ini kami menantang anak muda untuk berkampanye di media sosial. Ini adalah tantangan empat minggu untuk membuat postingan Instagram tentang Hak Asasi Manusia, Perubahan Iklim, Kesetaraan Gender, dan Lingkungan.

Bentuk kampanye ASEAN Youth Forum-Foto; Istimewa.

Mengapa Fatimah tertarik pada isu lingkungan?

Dulu saya masih skeptis isu lingkungan, atau climate crisis, adalah isu yang membumi dan berdampak pada saya. Kemudian, seiring dengan merasakan sendiri, dan semakin terpapar pada dampak dari krisis iklim yang terjadi di sekitar, negara sendiri, dan dunia, menjadi meyakini bahwa ini adalah isu nyata.

Dampak yang dialami sendiri misal, suhu yang tiap tahun makin memanas. Kota Purwokerto yang dulu dingin sekarang jadi panas. Terutama sejak 2019.  Selain itu suplai air yang semakin sulit. Perubahan cuaca ekstrim yang tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan tapi juga suplai pangan. Kini saya khawatir pada suplai pangan dan air beberapa tahun ke depan.

Belum ditambah bencana yang frekuensi makin meningkat seperti banjir ekstrim yang merenggut nyawa orang. Banjir pernah. Longsor di wilayah lain di Purwokerto pernah.

Pernah mengalami bencana?

Longsor? Di rumah orang tua di Salatiga pernah.  Beruntungnya rumah yang saya tempati adalah rumah lama yang punya halaman masih sangat luas, 700 meter per segi. Jadi serapan air masih banyak. Tapi rumah persis di belakang saya tiap hujan ekstrim pasti kebanjiran air masuk rumah karena kami dekat sungai.

Kapan?

2020 atau 2021. Untungnya sih tanah longsor melewati aliran jalan tanah yang memang kosong, tidak ada rumah. Tapi kebun jadi rusak karena penuh dengan tumpahan tanah longsor. Dengan cuaca yang makin ekstrim ibu saya sebagai orang tua juga makin mudah sakit seperi batuk berkepanjangan.

Mencekam waktu itu?

Kalau mencekam atau engga sih harus tanya orang tua, karena sya lagi ngak di rumah waktu itu. Tapi waktu dikabari ya jadi khawatir bagaimana kalau suatu saat tanah longsor kena rumah?

Sejauh ini saya masih beruntung. Tapi tidak tahu beberapa waktu ke depan bagaimana? Dan orang-orang di sekitar yang saya lihat dan dengar sendiri bagaimana?

Apa yang Fatimah  akan lakukan untuk Purwokerto setelah ikut konferensi?

Dalam lingkup terkecil, rumah dan pertemanan, saya sudah dan akan terus menerapkan mengenai kesadaran soal pentingnya ruang hijau dan serapan air. Itu yang bisa saya lakukan dalam kapasitas individu meskipun sebaiknya juga dikuatkan oleh kebijakan sistemik.

Tapi selagi belum bisa mempengaruhi kebijakan sistemik di sana, setidaknya saya melakukan dalam lingkup individu.

Apa Yang Anda Harapkan untuk Bumi dan Purwokerto?

Saya ingin hidup di bumi yang saya tidak khawatir akan krisis pangan, air dan iklim ke depannya karena itu sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari dan nyawa.

Di lingkup yang lebih kecil, kota Purwokerto, saya ingin Purwokerto dibangun pada tata kelola kota yang tidak merusak ketahan suplai air, serapan air, dan ruang hijau yang juga berpengaruh pada kehidupan sehari-hari: air, banjir, suhu kota.

Artikel Terkait

Terkini