Kharisma Harimau Sumatera membuat Irene M. R. Pinondang memutuskan terjun ke dunia konservasi satwa liar itu, apalagi mereka dalam keadaan kritis. Sejak bekerja di konservasi mulai 2014, perempuan kelahiran Bandung 6 Juli 1989 ini, menyadari restorasi ekosistem tidak sekadar memperbaiki habitat satwa, tetapi juga pemulihan spesies dan hutan.
Profesi yang digelutinya membuat lulusan Biologi Universitas Padjadjaran dan mahasiswi di Kent University, Inggris ini, kerap ke berbagai daerah untuk melakukan penelitian. Perempuan yang karib disapa Areth ini, kini, Senin (1/8/2022), sedang melakukan penelitian di kawasan Riau.
Dari pengalamannya, Areth berpandangan, tantangan konservasi harimau juga datang dari para selebritas dan orang kaya yang memelihara harimau. Mereka sesungguhnya tidak cinta hewan, apalagi peduli pada konservasi. Para seleb, dan orang-orang kaya itu, malah cenderung mengeksploitasi satwa.
Berikut wawancara Irvan Sjafari dari Koridor dengan Irene M. R. Pinondang:
Mengapa tertarik dunia konservasi?
Saya memulai karir sebagai praktisi konservasi satwa liar, dengan minat harimau sumatera, macan tutul jawa, dan ajag sejak 2014, dua tahun setelah lulus dari Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran, Bandung. Saya bekerja di LSM konservasi internasional selama empat tahun, 2014 – 2018 yang punya program konservasi dari Sumatera hingga Papua.
Saya lebih banyak dilibatkan di konservasi harimau di Sumatera, meskipun saya belum pernah bertemu harimau secara langsung di alam. Populasi harimau yang kristis membuat kami fokus pada konservasi harimau. Tugas saya lebih banyak memasang camera trap untuk mengamati populasi, sekaligus juga satwa liar lain, seperti rusa dan babi. Dari situ saya jatuh hati pada kharisma harimau, klasik.
Apa yang membuat harimau sumatera menjadi kritis?
Perburuan liar terutama tentunya, juga berkurangnya hutan tempat habitat mereka. Seharusnya harimau dan manusia baik-baik saja. Kenyataannya sebetulnya keadaan harimau tidak baik-baik saja. Kita semua bertanggungjawab atas kelestarian populasi harimau.
Mengapa bergabung dengan (komunitas) Forum HarimauKita?
Saya bergabung dengan komunitas ini pada 2015. Saya banyak belajar dari forum dan lebih banyak mendapat masukan bagaimana me-monitoring harimau. Saya kagum pada orang-orang dalam komunitas ini yang begitu aktif dan peduli pada kelestarian harimau. Kami juga bekerja sama dengan lembaga pemerintah terkait. Saya ikut memberikan kegiatan edukasi pada masyarakat dan memberikan training kepada berbagai pihak, termasuk orang pemerintah.
Apa yang harus dilakukan untuk konservasi harimau?
Edukasi juga perlu dilakukan kepada masyarakat untuk tidak memasang jerat, karena itu bisa membunuh harimau. Rehabilitasi hutan tentu saja diperlukan demikian juga penindakan tegas terhadap perdagangan ilegal dengan melibatkan berbagai lembaga/mitra. Tugas konservasi itu bukan hanya pemerintah atau lembaga seperti kami, tetapi melibatkan banyak pihak. Juga masyarakat lokal yang berdampingan dengan harimau dan masyarakat luar habitat agar tidak ikut-ikutan memelihara harimau yang sebetulnya membuat maraknya perdagangan ilegal.
Kalau begitu apa pandangan Anda terhadap selebritis dan orang kaya yang punya hobi memelihara harimau?
Dari sisi saya sebagai orang di lapangan, saya memandang mereka sebagai orang yang tidak peduli konservasi harimau. Apa yang mereka lakukan justru memberikan inspirasi pada orang lain untuk ikut-ikutan memelihara harimau.
Begitu juga berlaku untuk mereka yang punya hobi memelihara satwa liar lainnya, seperti orangutan, primata liar lainnya, kucing hutan dan burung-burung liar. Orang-orang seperti ini mengeksploitasi satwa demi kepentingan konten dan kepuasan diri sendiri.
Saya mengingatkan bahwa bagaimana pun juga satwa-satwa tersebut punya sifat liar. Mereka juga berpotensi membawa penyakit ataupun sebaliknya.
Apakah harimau atau satwa liar lain yang sejak kecil kalau dilepaskan berisiko?
Harimau yang lahir dan besar di penangkaran atau di luar habitatnya tidak dianjurkan untuk dilepasliarkan. Beberapa waktu lalu ada pelepasliaran dua ekor harimau yang lahir di pusat rehabilitasi dan salah satunya mati. Kemudian sekitar dua tahun lalu juga ada pelepasliaran dua harimau yang sebelumnya ditangkap karena konflik lalu ditangkap kembali karena mendekat ke permukiman.
Jadi harimau yang lahir atau besar di luar habitat ataupun yang dipelihara nggak bisa dilepaskan begitu saja. Ada banyak faktor yang mempengaruhi dan perlu penelitian lebih lanjut. Dan penelitian seperti ini pekerjaannya bukan ukuran hari atau bulan. Tahunan.
Ada juga kasus macaca (monyet ekor panjang) yang dipelihara manusia ketika dilepaskan kembali ke permukiman dan menimbulkan konflik dengan manusia karena merasa terganggu. Sebenarnya ini jadi backfire dan merugikan diri sendiri dan orang sekitar.