Ngeri-ngeri sedap betul kiprah Bene Dion di industri perfilman tanah air. Kini mengerjakan proyek film terbaru dengan mitra yang gres.

Koridor.co.id

Bene Dion
Bene Dion di set film Ngeri-Ngeri Sedap (Foto: Imajinari)

Ernest Prakasa, komedian, penulis skenario, dan sutradara film, sekali waktu berkelakar dengan menyebut Bene Dion sebagai sutradara jutaan penonton. Orang yang dimaksud hanya menyunggingkan senyum, dan mengaminkan.

Jika merujuk data, apa yang dikatakan Ernest sebenarnya bukan sekadar kelakar, tapi sebuah fakta valid. Bene Dion Rajagukguk (32) yang mengawali kariernya di panggung hiburan Tanah Air sebagai seorang komika, lalu menjadi konsultan komedi, penulis skenario, dan akhirnya menjabat sutradara terasa wajar mendapat julukan tadi.

Apakah kemudian predikat sebagai sutradara jutaan penonton bisa langgeng tentu menjadi lain soal. Pasalnya karier Bene sebagai sutradara juga masih seumur jagung. Baru dua film yang disutradarainya, yaitu Ghost Writer (2019) dan Ngeri-Ngeri Sedap (2022).

Film debutnya yang menuai 1.116.676 penonton diproduksi bersama Starvision. Sementara proyek teranyarnya yang tayang di bioskop sejak 2 Juni 2022 hingga artikel ini ditulis sudah dintonton lebih dari 2,7 juta penonton. Artinya Ngeri-Ngeri Sedap yang hasil join produksi Imajinari dan Kathanika Studio sukses menggusur Cek Toko Sebelah (2016) arahan Ernest sebagai dengan cerita asli terlaris.

Kepada Koridor yang menghubunginya via sambungan telepon, Kamis (7/7/2022) petang, Bene menceritakan banyak hal, termasuk bocoran film selanjutnya yang akan dia garap. Simak selengkapnya.

Berapa lama proses menggarap cerita Ngeri-Ngeri Sedap?

Ide cerita sudah ada sejak 2014, tapi aku mulai menulis itu 2016. Selesai menulis  skenarionya 2020. Jadi proses penggalian ide hingga rampung jadi film berjalan selama 8 tahun.

Apakah sejak awal bikin Ngeri-Ngeri Sedap sudah ada kesadaran penuh untuk mengekspos daerah-daerah wisata yang ada di Medan?

Salah satu misi film ini sejak awal untuk menaikkan wisata. Ketika aku masih kecil, yang kutahu Danau Toba itu sangat ramai wisatawan nusantara, bahkan mancanegara. Belakangan sebelum digenjot jadi 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) jumlah wisatawan yang ke sana sangat lesu.

Akhirnya muncul niat untuk berpartisipasi mengangkat kembali daerah itu ketika punya karier sebagai sineas. Lewat produk sinema aku ingin menunjukkan betapa indahnya daerah-daerah pariwisata di Sumatera Utara. Semoga yang kulakukan ini bisa menolong.

Bagaimana proses izin menggunakan daerah-daerah pariwsata sebagai lokasi syuting?

Sejujurnya aku enggak tahu detailnya karena ada tim lain yang khusus mengurus perkara itu. Cuma menurut laporan yang kuterima, hampir semua lokasi bekerja sama. Komunikasinya juga baik.

Pemerintah setempat paham bahwa film ini memang berlandaskan niat baik kami untuk memajukan pariwisata di Sumatera Utara. Jadi kami saling mendukung. Puji Tuhan setelah filmnya tayang ternyata memberikan dampak bagus.

Sudah ada laporan betapa Ngeri Ngeri Sedap menaikkan jumlah kunjungan ke destinasi-destinasi wisata yang jadi lokasi syuting tadi?

Ada, sih, beberapa orang yang mengabarkan pergi ke Bukit Holbung setelah menonton Ngeri Ngeri Sedap, tapi aku enggak tahu jumlah pastinya berapa.

Beberapa laporan yang saya terima juga bilang kalau tiket pesawat tujuan Bandara Silangit sekarang jadi mahal saking banyaknya peminat. Lalu beberapa orang juga bilang bahwa hotel-hotel di sekitar Danau Toba, terutama Parapat, banyak yang full.

Apakah Bene Dion sudah mendengar kabar akan dinobatkan sebagai Duta Pariwisata Sumatera Utara?

Ha-ha-ha. Aku, sih, sejak awal tidak ada harapan atau ekspektasi ke arah ke sana. Memang murni melakukan sesuatu untuk daerah asal. Semisal nanti betul diberikan kesempatan, akan kuterima dengan senang hati.

Bagaimana caranya agar tidak terjebak dengan perspektif orang “kota” saat membuat film yang bercerita dan mengambil latar tempat di daerah?

Aku sendiri pun bahkan merasakan seperti itu. Sederhananya kita seringlah menonton film-film yang berlokasi di kawasan Indonesia Timur. Tapi sering kali yang ditampilkan keprihatinan betapa tertinggalnya daerah di sana. Padahal orang-orang sana belum tentu merasa mereka tertinggal. Perspektif bahwa mereka tertinggal dan hidup penuh kesedihan kan perspektif Jakarta.

Itu juga yang kusadara ketika menulis dan membuat Ngeri-Ngeri Sedap. Cara pandangnya tidak boleh orang kota. Harus menggunakan sudut pandang orang sana.

Aku beruntung karena memang besar di sana. Jadi dengan mudah aku paham persepektif, konflik, dan pola pikir orang-orang di sana. Harapanku ketika film ini laris, bisa makin banyak film yang perspektifnya tidak melulu perspektif orang kota yang ke daerah.

Belakangan di industri kita sangat kurang produksi film-film dengan cerita orisinal. Lebih banyak berdasarkan Intellectual Property (IP). Apakah juga menyadari tren itu sehingga ngotot memutuskan Ngeri-Ngeri Sedap harus jadi tahun ini?

Sebagai orang yang ada di dalam industrinya, aku paham betul mengapa arah trennya ke sana. Karena bikin film kan sangat besar biayanya. Dan penanam modal tentu butuh kepastian investasi.

Meminimalisir risiko kerugian?

Iya, betul sekali. Oleh karena itu, aku sadar proyek macam Ngeri-Ngeri Sedap ini akan susah dapat orang yang mau memodali. Apalagi secara format memang tidak box office friendly, mulai dari para pemainnya dan segala macamnya.

Makanya mindset kami adalah bagaimana membuat film ini dengan biaya seminimalis mungkin. Dan bagaimana aku dan teman-teman berpromosi agar pemodalnya tidak kapok. Kalau ternyata hasilnya lebih besar dibandingkan ekspektasi, aku berharap bisa memberikan perspektif dan warna bahwa film yang laku tidak harus cerita-cerita dengan Intellectual Property (IP) besar atau sekuel dengan segala macamnya.

Tapi lagi-lagi memang satu film saja belum tentu cukup meyakinkan para investor untuk mengubah tren yang sedang berjalan ini. Bagi aku pribadi, paling tidak ada kesadaran untuk mencoba. Misalnya proporsi yang tadinya 10% cerita orisinal dan 90% IP, paling tidak bisa bergeser jadi 20% cerita orisinal.

Kalau dari sudut pandang sebagai penonton, seberapa penting film dengan cerita orisinal di tengah kepungan film-film yang sudah punya IP?

Sebenarnya aku pengin juga nonton film-film yang berbeda. Karena akan lebih besar efek kejutannya. Kita tidak bisa meraba ke mana arah filmnya. Kalau film yang dari IP, kan, istilahnya kita sudah punya cetakan kasarnya.

Semisal kita menonton film-film Warkop DKI, kita sudah tahu arahnya ke sini. Atau film-film Danur universe arahnya ke sana.

Beda ketika kita menonton film dengan original story. Bisa saja kita kaget atau mungkin malah bingung, kok, ceritanya jadi begini.

Mungkin itu juga yang terjadi dengan Ngeri-Ngeri Sedap. Orang-orang kaget karena awalnya menyangka ini film komedi, ternyata bukan. Bisa jadi itu salah satu faktor yang membuat film ini spesial karena berhasil membuat orang terkecoh.

Apa sudah ada tabungan film dengan ide cerita orisinalitas lain?

Film Ngeri-Ngeri Sedap ini kan sebuah passion project. Jadi sembari aku mengerjakan proyek-proyek lain yang katakanlah lebih komersial, aku pelan-pelan terus mengerjakan Ngeri-Ngeri Sedap.

Nah, untuk passion project selanjutnya aku sebenarnya sudah ada, tapi kayaknya belum bisa terwujudkan dalam waktu dekat. Mungkin butuh beberapa tahun lagi.

Boleh kasih bocoran apa proyek selanjutnya yang sedang dikerjakan?

Filmku yang selanjutnya sama MD Pictures. Aku jadi sutradara sekaligus penulisnya. Sejauh ini aku masih menggodok skenarionya. Belum tahu mau syuting kapan. Intinya film ketigaku nanti bukan drama komedi Batak lagi dan juga bukan komedi horor. Jadi aku pengin ada perbedaan lagi.

Artikel Terkait

Terkini