Sejarawan dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso menyampaikan sejak abad ke-19 Batavia (sekarang Jakarta) menjadi ibu kota negara kolonial Hindia Belanda.
Peraih gelar PhD Sejarah di Leiden University pada 2011 dengan disertasi: Beyond The City Wall: Socio-Economic Development in the Ommelanden Batavia, 1984-1740 mengungkapkan sejak itu Jakarta dirancang untuk menjadi ibu kota negara dengan pusat pemerintahan yang berada di kawasan Weltevreden.
Berikut wawancara Irvan Sjafari dari Koridor dengan sejarawan yang kerap mengisi workshop dan menjadi narasumber berbagai kegiatan dan menjadi kurator untuk berbagai pameran dan museum itu, melalui WhatsApp pada 24 Juni 2022:
Bagaimana Anda melihat transformasi Jakarta dari Kampung Besar jadi kota metropolitan seperti dilakukan Ali Sadikin hingga perkembangan sekarang? Perubahan-perubahan apa yang sudah terjadi?
Jakarta telah mengalami perkembangan pesat selama kurang lebih 50 tahun terakhir. Berbagai pembangunan infrastruktur dan administrasi serta gelombang migrasi besar dari berbagai penjuru Indonesia masuk ke kota ini telah mentransformasikan Jakarta dari sebuah kota dengan karakter seperti Kampung Besar menjadi kota Metropolitan, dan bahkan kemudian Megapolitan.
Perubahan-perubahan besar yang sudah terjadi antara lain perbaikan kualitas kehidupan yang ada di perkampungan, perbaikan transportasi kota, perluasan kota, pembangunan jalan dan jembatan, perbaikan dan penambahan pasar-pasar, peningkatan kualitas pelayanan pemerintah daerah, dan penambahan fasilitas umum berupa taman, ruang terbuka publik dan fasilitas kesehatan.
Apakah ciri kampung besar sudah benar-benar terkikis?
Adanya berbagai pembangunan di Jakarta telah mengubah wajah kota dan masyarakat yang hidup di dalamnya. Meski demikian, ciri dari sebuah Kampung Besar masih bisa ditemukan di balik gedung-gedung tinggi yang ada di jalan-jalan utama di Jakarta. Salah satu pekerjaan rumah pemerintah provinsi DKI Jakarta adalah menyediakan fasilitas perumahan bagi penduduk yang masih tinggal di kampung-kampung padat.
Bagaimana dulu sebenarnya Belanda merancang Jakarta, apakah memang disiapkan jadi ibu kota atau kota besar atau seperti sekarang? Atau sebenarnya hanya berpusat di kawasan Kota Weltevreden dan daerah lain menjadi satelitnya?
Jakarta dibangun oleh VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) di awal abad 16. Pada awalnya kota ini didirikan sebagai markas besar kegiatan VOC di Asia. Dalam perkembangannya Batavia (nama yang diberikan oleh Belanda untuk Jakarta) bukan hanya menjadi pusat kegiatan VOC, tetapi juga menjadi pusat perdagangan dan daerah tujuan bagi bagi orang-orang yang datang dari berbagai penjuru Nusantara dan dunia. Dengan demikian, sejak abad 17 Jakarta telah menjadi kota kosmopolitan, yaitu berpenduduk heterogen dari berbagai suku dan bangsa.
Pada abad 19 Batavia menjadi ibu kota negara kolonial Hindia Belanda. Sejak itu pembangunan Jakarta dirancang untuk menjadi ibu kota negara dengan pusat pemerintahan yang berada di kawasan Weltevreden. Kawasan di selatan kota Batavia lama ini dianggap masih hijau dan berudara segar sehingga cocok dijadikan pusat pemerintahan.
Di abad 20 kota Jakarta mengalami perkembangan ke arah selatan, dengan dibangunnya permukiman di kawasan Menteng dan Kebayoran. Perluasan wilayah ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi penduduk Jakarta yang terus bertambah. Di paruh terakhir abad 20 muncul kota-kota satelit Jakarta seperti Tangerang di barat kota, Bekasi di timur, dan Depok di selatan. Sejak itulah istilah Jabodetabek, yaitu Jakarta, Bogor, Depok,Tangerang, dan Bekasi dikenal.
Apakah penimbunan-penimbunan daerah resapan air yang kini jadi perumahan seperti di Kelapa Gading mengikuti pembangunan kota baru Kebayoran untuk pemekaran Jakarta juga direncanakan Belanda atau itu baru terjadi pada masa Republik?
Penambahan wilayah Kelapa Gading terjadi di masa Republik Indonesia. Belanda merencanakan Jakarta menjadi pusat pemerintahan dengan dukungan kota-kota lainnya seperti Bogor dan Bandung, Dalam perencanaan Belanda berbagai kegiatan pemerintahan tidak hanya terpusat di Jakarta, tetapi juga kota-kota lain, sehingga diharapkan kota-kota selain Jakarta juga turut berkembang.
Bagaimana dulu Belanda menyiapkan Ruang Terbuka Hijau (RTH), merencanakan jaringan jalan raya hingga permukiman, dan menata sungai hingga jadi kota yang layak?
Pemerintah kota Batavia di bawah Belanda menginginkan Jakarta menjadi kota hijau yang nyaman ditinggali oleh warganya. Karena itu mereka mengembangkan konsep kota taman untuk perumahan di Menteng. Langkah ini kemudian diikuti oleh pemerintah kota Jakarta di awal tahun 1950-an ketika membangun Kebayoran. Dalam perencanaan kota Batavia dan kemudian Jakarta, taman kota menjadi bagian penting yang diperuntukkan bagi masyarakat.
Pemerintah kota Batavia dan juga Jakarta, membangun jalan dan pemukiman yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Sementara itu, penataan sungai sangat penting dilakukan karena di musim hujan sungai-sungai di Jakarta membawa debit air yang besar yang dapat menyebabkan banjir. Sampai sejauh ini penataan kota Jakarta mampu mengakomodasi kebutuhan warganya, meskipun kemacetan, kurangnya fasilitas perumahan dan banjir masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Kira-kira bagaimana wajah Jakarta kalau Ibu Kota Negara yang baru terwujud? Apakah Jakarta bisa seperti New York dan mandiri?
Jika rencana pemindahan ibukota negara terwujud, Jakarta akan tetap menjadi kota terbesar di Indonesia. Status administrasi Jakarta bukan hanya sebagai kota, tetapi sebuah provinsi. Ada jutaan orang yang tinggal di Jakarta dan kota ini menjalankan peran sebagai tempat terjadinya lebih dari 60% perputaran uang di Indonesia.
Sangat mungkin Jakarta akan menjadi seperti New York, yaitu sebuah kota besar yang kegiatan masyarakat kotanya mengambil peran strategis bagi perkembangan Indonesia secara keseluruhan. Dalam konteks ini pusat pemerintahan akan beralih ke Ibu kota negara yang baru, tetapi Jakarta akan tetap menjadi pusat kegiatan ekonomi dan kota tujuan penduduk yang ingin memperbaiki taraf hidupnya.
Di masa kolonial, Belanda telah melihat kemungkinan bahwa Jakarta akan menjadi kota yang terlalu padat jika semua dipusatkan di kota ini. Karena itulah mereka merencanakan Bandung dan juga Bogor untuk menjadi pusat pemerintahan selain Jakarta.
Saat ini Pemprov DKI Jakarta masif melakukan pembangunan seperti Jakarta International Stadium yang dianggap namanya berbau kebarat-baratan dan diusulkan namanya berubah menjadi Muhamad Husni Thamrin. Bagaimana Anda menanggapi hal ini?
Corak Jakarta sebagai kota kosmopolitan menyebabkan adanya kecenderungan untuk menamai bangunan-bangunan penting dan penanda kota dengan menggunakan bahasa Inggris. Di pihak lain, masyarakat kota menyadari arti penting identitas mereka untuk ditampilkan dalam kehidupan Jakarta, termasuk di dalamnya adalah penamaan bangunan penting.
Sebaiknya ada dialog antara pemerintah kota Jakarta dan masyarakat sebelum memberi nama kepada sebuah bangunan. Masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan utama dalam kehidupan kota harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting. Aspirasi masyarakat harus diperhatikan karena mereka adalah pendukung utama dari keberadaan kota Jakarta.
Orang Betawi menganggap dirinya terkait Jakarta, tetapi lewat sinetron Si Doel dan sejenisnya terkesan Budaya Betawi ketinggalan zaman, misalnya gambang kromong hanya jalan di tempat. Tidak seperti angklung Saung Udjo di Bandung yang sudah mampu menyanyikan lagu Queen dan musiknya go internasional. Lagu Sunda juga sudah ada yang bergaya global. Kok Betawi tidak bisa? Jangan-jangan kuncinya adalah tidak adanya studi Betawi di perguruan tinggi? Menurut Anda perlu nggak studi Betawi dibakukan?
Selama ini kajian tentang masyarakat Betawi telah banyak dilakukan. Kajian-kajian itu berupa disertasi, penelitian, dan karya akademis lainnya. Berbagai aspek tentang Betawi dan kebetawian juga sudah dikaji, yaitu dari aspek sejarah, bahasa, sastra, antropologi, kuliner, arsitektur dan aspek-aspek lainnya. Dengan kata lain kajian tentang masyarakat Betawi sangat banyak dan tidak kalah dari kajian terhadap suku-suku dan kelompok masyarakat lainnya di Indonesia.
Apa yang membedakan adalah masyarakat Betawi tinggal di Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia yang mengalami pertambahan penduduk pesat dari seluruh penduduk Indonesia. Selain itu laju perkembangan kota Jakarta juga sangat cepat jika dibandingkan dengan kota-kota lain. Jika kita melihat kepada kota-kota besar seperti New York dan Sydney akan terlihat bahwa masyarakat Betawi jauh lebih dapat bertahan daripada masyarakat asli/lokal yang bukan pendatang di kota-kota besar lainnya di dunia.
Terakhir soal revitalisasi Kota Tua Jakarta ada masukan dari Anda? Bagaimana agar sejarah tidak hilang tetapi ekonomi juga berjalan hingga kota tua itu hidup?
Kota Tua Jakarta perlu mengalami revitalisasi agar dapat memberi kontribusi signifikan bagi Kota Jakarta. Kontribusi itu meliputi aspek ekonomi, budaya, sejarah, dan identitas kota. Sebagai pusat dari kota Batavia lama di abad 17 dan 18, Kota Tua menyimpan memori kolektif perkembangan kota Jakarta. Berbagai bangunan dan tata kota di Kota Tua merupakan bagian tidak terpisahkan dari sejarah dan identitas yang membentuk kota Jakarta yang sekarang.
Dengan melakukan revitalisasi Kota Tua, Jakarta akan mempunyai karakter sebagai kota yang dapat melestarikan dan bahkan mengembangkan warisan sejarahnya. Berbagai kota-kota besar yang telah berusia ratusan dan bahkan ribuan tahun telah merevitalisasi dan merawat bagian kota tuanya, sebagai contoh: Roma, Paris, London, Athena, Beijing, Tokyo. Di kota-kota metropolitan dunia itu bagian kota lama dan baru membentuk identitas kota yang memperlihatkan keterkaitan yang kuat antara apa yang terjadi di masa lalu dengan masa sekarang dan masa yang akan datang.