Diah Satya Darmawaty, seorang diaspora Indonesia asal Palembang memegang peran penting dalam perancangan struktur interior pesawat Boeing sejak 2004 hingga memutuskan mengambil pensiun dini pada 5 Desember 2020. Alumni Teknik Sipil dari Universitas Sriwijaya Palembang ini menjadi pembicaraan di Indonesia karena dia merupakan muslimah berhijab yang menembus salah satu korporasi pembuatan pesawat terbesar di dunia itu.
“Tidak masalah di Amerika Serikat, di sana juga ada muslimah berhijab yang bekerja mulai di parlemen hingga dunia medis,” ujar Diah Satya Darmawaty.
Kiprahnya di dunia penerbangan sudah lebih dari 20 tahun. Sebelum bekerja di Boeing, Diah bekerja untuk IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia).
Berikut petikan wawancara ibu rumah tangga yang masih bermukim di Mukilteo, Washington, Amerika Serikat itu, dengan Irvan Sjafari dari Koridor melalui Whatsapp, Sabtu, 7 Mei 2022 tentang kiprahnya di Boeng hingga industri pesawat terbang di Indonesia.
Apa saja yang sudah Anda kerjakan untuk Boeing?
Di Boeing saya bekerja di bagian Boeing Commercial Aircraft (BCA). Yang sudah dilakukan cukup banyak. Saya terlibat di hampir semua proyek Product Development untuk pesawat terbang komersial Boeing dari periode tahun 2004-2020. Mengerjakan proyek-proyek design improvements, beberapa proyek besar untuk fleet support bagian interior, mendukung sustaining programs, juga terlibat di beberapa proyek material design value development.
Proyek apa yang pernah ditangani?
Ada beberapa proyek Product Development yang saya terlibat dari sejak awal mula proyek diinisiasi dan bahkan yang baru dalam bentuk ide. Proyek-proyek tersebut antara lain 737 Boeing Sky Interior, 777 Premium Architecture, 737 MAX, 777 DECO, 777X, 787-10.
Apa saja pengalaman paling berkesan dan berharga selama bekerja di Boeing?
Pengalaman paling berkesan dan berharga selama bekerja di Boeing adalah ketika menyadari pekerjaan yang diberikan kepada saya adalah sesuatu yang sangat baru bagi saya. Saya belum pernah mengerjakannya. Sebelum bekerja di Boeing, selama 11 tahun saya mengerjakan analisa kekuatan struktur badan pesawat yang memakai teknologi metal. Sedangkan di Boeing saya ditugaskan menganalisa kekuatan struktur interior pesawat yang memakai teknologi komposit, suatu hal yang saat itu sama sekali tidak saya kuasai, sedangkan harapan dari manajemen saya bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan yang lumayan rumit.
Jadi saya harus jumpalitan belajar sendiri mengejar kekurangan saya. Alhamdulillah bisa bertahan di Boeing dan mendapat cukup banyak recognition awards, bahkan dari salah satu proyek yang saya kerjakan, saya mendapat penghargaan “Revolutionizing Flight Award” dari CEO Boeing Commercial Aircraft.
Apa yang bisa dicontoh bangsa Indonesia dari kinerja di Boeing?
Berdasarkan pengalaman saya, yang bisa kita contoh adalah sebelum memulai pekerjaan kita harus terlebih dahulu memahami target yang ingin dicapai perusahaan, memahami requirements dan regulations, dan open communication. Dengan begitu ketika kita melaksanakan pekerjaan bisa menjaga mutu, tepat sasaran dan tepat waktu.
Mengapa menurut Anda tenaga-tenaga expert dari Indonesia lebih banyak memilih bekerja di luar negeri?
Menurut saya pribadi, alasan para tenaga expert Indonesia lebih banyak memilih bekerja di luar negeri karena dengan bekerja di luar negeri kesempatan berkembang lebih tinggi, pengalaman lebih banyak, dan tidak bisa dipungkiri penghasilan juga lebih bagus.
Benarkah perempuan berhijab tidak dipermasalahkan bekerja di perusahaan seperti Boeing?
Benar, tidak menjadi masalah. Di Amerika Serikat, cukup banyak muslimah berhijab menjadi anggota parlemen, dokter/paramedis, pendidikan, kepolisian, properti dan sebagainya.
Apa yang harus dilakukan Indonesia terutama di bidang teknologi agar lebih banyak tenaga expert ini bekerja di Tanah Air, apa soal penghargaan atau gaji atau apa?
Saya rasa pada umumnya pada persoalan gaji, apresiasi dan kesempatan untuk berkembang. Wallahualam bissawab.
Dulu memang cita-citanya bekerja di pesawat terbang mulai dari IPTN?
Tidak. Awalnya saya sama sekali tidak ada cita-cita untuk bekerja di industri pesawat terbang. Saya lulusan Teknik sipil, dan dalam tugas akhir saya mendalami tentang stabilitas lereng untuk mencegah terjadinya tanah longsor. Pada masa itu saya senang dengan ilmu mekanika tanah. Sama sekali tidak ada rencana untuk masuk IPTN, karena saya merasa itu bukan bidang saya. Saya masuk IPTN atas saran kakak sulung saya. Disuruh coba ngelamar kerja di IPTN. Saya coba lamar, Alhamdulillah diterima
Apa yang mendorong Anda bekerja di industri pesawat?
Setelah masuk ke IPTN, saya merasa mendapatkan banyak pengetahuan dan hal-hal baru yang menuntut saya untuk belajar dan belajar lagi. Semakin saya pelajari, semakin saya suka. Dalam industri pesawat terbang itu ilmu pengetahuan yang dibutuhkan sangat luas. Hampir setiap hari mendapatkan sesuatu yang baru. Hampir setiap hari saya merasa pengetahuan saya masih sangat minim karena banyak sekali hal yang saya tidak tahu. Hal itu memicu saya untuk banyak belajar. Saya suka lingkungan kerja yang demikian.
Apa masukan Anda untuk mengembangkan industri pesawat di Indonesia?
Indonesia ini sudah memiliki prospek pasar internal yang tinggi. Sebagai negara archipelago terbesar di dunia, Indonesia memerlukan pesawat-pesawat terbang yang bisa mencapai daerah-daerah yang sulit dijangkau. Yaitu pesawat-pesawat berbadan kecil dengan kebutuhan runway yang pendek.
Akan sangat baik kalau dalam hal industri pesawat terbang ini Indonesia membuat strategi jangka pendek dan jangka panjang. Strategi jangka pendek adalah memenuhi kebutuhan dalam negeri, sambil mempersiapkan rencana jangka panjang yaitu ekspor pesawat terbang ke dunia internasional serta mempersiapkan pesawat dengan kapasitas penumpang lebih besar.
Apa dasar pertimbangan Anda?
Kenapa saya menyarankan untuk mendahulukan meng-establish-kan pembuatan pesawat berbadan kecil dari pada langsung mengerjakan proyek-proyek pesawat berbadan lebar? Karena selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan produk buatan sendiri, juga untuk memiliki persiapan lebih matang dalam pembuatan pesawat penumpang berbadan lebar. Karena secara realita, saat ini kita belum sanggup bersaing dengan perusahaan-perusahaan pesawat terbang yang sudah mapan, seperti Boeing, Airbus, bombardier, dan sebagainya . Untuk itu perlu strategi yang jitu.