Sejak kecil Lia Putrinda dan ayahnya gemar melakukan turing dan jalan-jalan bersama ke pantai serta wilayah terpencil. Perempuan kelahiran Malang, Jawa Timur, 8 Juni 1993 ini menyadari Pantai Clungup panas. Situasi ini mendorong mereka merintis pemulihan mangrove bersama keluarga inti. Akan tetapi seiring berjalan waktu, mereka tahu bahwa kerusakan mangrove begitu luas, mencapai 81 hektare.
Keinginannya untuk melakukan konservasi begitu kuat. Berkat kerja kerasnya bersama tim, Lia mampu menanam 77,7 ha dari target utama 81 ha. Target lain 114 ha hutan mangrove di Desa Sendangbiru dan menginspirasi teman-teman yang mempunyai mangrove di lain daerah. Selain itu lahirlah Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna, unit pariwisatanya.
Lia pun meraih puluhan penghargaan atas aktivitasnya di bidang lingkungan. Di antaranya, Pemuda Utama Jawa Timur Kategori Bidang Kesadaran Dalam Kemajuan Pembangunan Jawa Timur di Bidang Pengembangan Ecotourism dalam Rangka Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-90 tahun 2018 dan Terbaik II Nasional Anugerah Pesona Indonesia tahun 2017 kategori Destinasi Wisata Bersih Terpopuler.
Pada Selasa, 13 Desember 2022, Irvan Sjafari dari Koridor mewawancarai anak muda yang berhenti kuliah di Semester III Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya itu. Berikut petikannya.
Bagaimana ceritanya Lia bisa menghijaukan enam pantai di Kabupaten Malang, yaitu Pantai Mini, Pantai Sapana, Pantai Watu Pecah, Pantai Clungup, Pantai Gatra, dan Pantai Tiga Warna?
Aku menemui situasi sangat panas di Pantai Clungup tahun 2004, bertanya pada ayah (Pak Saptoyo), “Kok bisa panas begini tidak ada kehidupan, apa yang dilakukan generasi sampean yah?” Pertanyaan ini yang memantik kami untuk berkarya fokus di Pantai Clungup.
Kami memperkuat niat dengan cara ngobrol dengan tetua lain bahwa dulu sebelum 1998 Pantai Clungup adalah surganya Desa Tambakrejo. Berbanding terbalik sewaktu saya berdiri di situ, maka saya tergerak melalukan sesuatu untuk Pantai Clungup, hingga saat ini tetap mengedepankan prinsip berkarya Ekologi, Sosial, Ekonomi. Local Action For Global Solution. Saya memulai kerja konservasi ini ketika berumur 12 tahun.
Pantai mana yang pertama dihijaukan?
Pantai pertama yang Lia hijaukan dengan sebisanya adalah Pantai Clungup dengan cara jalan-jalan setiap hari ke pantai dan menanam mangrove langsung tanpa dibedeng atau dikarantina sebelum ditanam seperti saat ini.
Hobi Lia dan bapak turing dan jalan jalan bareng ke pantai-pantai serta wilayah terpencil. Sejak tahu bahwa Pantai Clungup panas dan bermotivasi untuk melakukan sebisanya di Pantai Clungup, maka kami tidak lagi jalan-jalan ke lain tempat-hanya ke Pantai Clungup.
Anda tampaknya bersemangat?
Semangat awal kami merintis untuk pemulihan mangrove saja bersama keluarga inti (ayah, ibu, Lia). Akan tetapi seiring berjalan waktu kami tahu bahwa kerusakan mangrove begitu luas 81 ha. Lalu memutuskan untuk berbagi peran: Lia sekolah di Malang sambil membangun keterlibatan teman-teman dan berhasil.
Teman teman mau ikut menanam berasal dari SMPK Santa Maria I, SMA: SMAK St. Albertus Malang). Kami kerja sama dengan Universitas Brawijaya Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan untuk mengukur luasan mangrove yang rusak.
Pak Saptoyo berkarya menanam mangrove di desa bersama masyarakat lokal dengan swadaya & gotong royong tahun 2005-2010. Tahun 2011 dibentuk lembaga kelompok masyarakat pengawas bernama Pokmaswas GOAL (Kelompok Masyarakat Pengawas Gatra Olah Alam Lestari).
Awal 2011 beranggotakan 78 orang. Tetapi, seleksi alam terjadi sehingga tahun 2013 tinggal 6 orang laki-laki dan satu perempuan (Lia). Jumlah memang sedikit tapi tetap yakin akan tujuan awal, bergerak terus maju, perlahan tapi pasti memulihkan hutan pesisir untuk anak cucu dan persembahan bagi leluhur. Hasilnya ekologi terjaga, masyarakat sejahtera
Ada kendala?
Sempat kena fitnah melakukan pungli dan akhirnya berdampak pada GOAL, akhirnya mendirikan Yayasan Bhakti Alam Sendangbiru. Lembaga ini memiliki kegiatan di antaranya unit pariwisata, Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna. Lembaga ini menjadi tempat melakukan perlindungan sumber daya pesisir.
Bagaimana hasilnya setelah lembaga ini berdiri? Bagaimana pembiayaannya?
Hasilnya sebagai lembaga independen milik masyarakat yang kuat secara de jure, menjadi wadah kolaborasi multi stakeholder, diakui dan dipercaya masyarakat dan pemerintah. Untuk pembiayaan sifatnya nihil karena kami lembaga sosial. Unit kegiatan ekowisata CMC Tiga Warna merupakan unit usaha di bidang pemanfaatan jasa lingkungan, beberapa pendanaan yang didapat dikelola untuk alokasi: perlindungan hulu hilir (perlindungan pesisir seperti mangrove, terumbu karang, kawasan karst dan gua di Desa Tambakrejo.
Kami juga melakukan pengembangan perlindungan sumber mata air, kegiatan sosial masyarakat seperti kaderisari melalui unit kegiatan anak anak Si Dolan (Sinau Lan Dolanan), operasional harian melalui program pariwisata minat khusus dengan terapan sistem pemberdayaan masyarakat, pengawasan SDA secara berkala.
Waktu kuliah di Jurusan Komunikasi, Lia mengajak mahasiswa ikut kegiatan konservasi dan terlibat dalam penanaman mangrove. Bagaimana hasilnya? Mengapa berhenti kuliah?
Hasilnya sangat efektif untuk menyelesaikan penanaman mangrove hingga saat ini dijadikan produk pariwisata minat khusus yakni ekowisata. Benar tentang kuliah. Saya sudah mencintai karya saya menanam di Pantai Clungup. Dengan kuliah di Malang waktu yang saya punyai terbatas. Maka memilih fokus kuliah kehidupan di desa/pulang kampung, yakin bisa, yang penting enjoy.
Sebelum dihijaukan seperti apa keadaan masing-masing pantai?
Keadaan masing masing pantai gersang dan panas. Terumbu karang rusak. Para nelayan juga mengeluhkan sulitnya mendapat tangkapan dan terjadi masa paceklik ikan. Dalam tiga tahun ini musim tangkapan ikan lebih panjang.
Kini setelah mangrove ada, apa dampaknya? Berapa luas pantai yang ditanami mangrove? Sebelumnya berapa? Targetnya berapa luas?
Dampak mangrove sama dengan teori tentang manfaat mangrove bagi kehidupan. Dan CMC Tiga Warna ditetapkan sebagai 5 destinasi terbaik di Indonesia sebagai kawasan Carbon Offset Kemenparekraf.
Luasan pantai untuk mangrove 81 ha, tertanami 77,7 ha Target utama 81 ha, target lain 114 ha hutan mangrove di Desa Sendangbiru dan menginspirasi teman teman yang mempunyai mangrove di lain daerah. Hal ini terbukti dengan minat studi banding ke CMC dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara .
Lia terpilih sebagai partisipan dari Women Earth Alliance / Wea. Di Wea Lia mendapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan internasional program bersama perempuan penjaga bumi di belahan negara.
Ke depan apa rencananya Lia? Apa yang ingin dicapai terutama pada 2023? Sejauh mana progresnya?
Rencana ekologi, menghijaukan hutan alami 50 ha tersisa melalui kolaborasi multi stakeholder, memperluas dan menjaga dampak bagi masyarakat, memfasilitasi para pemimpin lokal untuk berkarya sesuai minat.
Kami menjaga kepercayaan publik dan penghargaan yang pernah diraih melalui aksi nyata yang konsisten melalui sistem pengelolaan bertanggung jawab dan berkelanjutan. Lia ingin menjadi perempuan yang mempercantik keindahan dunia bersama perempuan lain sesuai motto Jawa Memayu Hayuning Bawana dan sesuai visi Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru.
Hidup sejahtera di alam yang lestari. Sehingga generasi penerus Lia hidup di alam yang sehat nyaman, tidak seperti yang Lia temui saat 2004. Karya Lia dan masyarakat membumi.