Mungkin tak ada sutradara seperti Joko Anwar. Bukan hanya detail mengatur setiap apa yang ada di set syuting film, tapi juga sibuk mondar-mandir mengelilingi bioskop saban filmnya menggelar acara sesi nonton bersama media yang berlanjut pemutaran perdana.
Kala berlangsung press screening dan gala premiere film Pengabdi Setan 2: Communion di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan (2/8/2022), yang hanya terpaut dua hari dari jadwal penayangan reguler di jaringan bioskop tanah air, sosoknya tak pernah bisa diam pada satu tempat.
Selain sibuk meladeni berbagai pertanyaan wartawan, menyambut kedatangan para tamu undangan, ia juga yang mendesain aturan busana, tata krama, dan suasana jalannya acara tersebut, termasuk ambil kendali di depan mikrofon memanggil satu per satu nama pemain untuk menuju karpet merah.
Terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwa pintu-pintu studio telah dibuka. Pertanda pemutaran film akan segera dimulai. Joko Anwar dengan perawakan tinggi 181 sentimeter nan tegap seperti biasa berjaga di depan pintu. Memastikan semua penonton masuk sebelum film mulai nongol di layar lebar.
Pasalnya ketika film sudah tayang di layar, tak ada seorang pun yang boleh masuk lagi. Jika ada yang kebelet ingin ke toilet saat pemutaran film berlangsung, diperbolehkan dengan syarat tak boleh masuk lagi. Tata krama ini yang kerap digunakannya.
Demi tidak melanggar peraturan tersebut, sejumlah orang, termasuk aktris Wulan Guritno, nampak tergopoh keluar sejenak menuju toilet untuk kemudian berlarian kembali memasuki studio.
“Peraturan itu bukan semata untuk aku sebagai pembuat, tapi untuk para penonton lain. Jadi kalau ada yang telat, siapa pun dia, tetap enggak bisa masuk. Karena mereka itu bisa mengganggu penonton lain menikmati film. Selain menghalangi pandangan orang ke layar, juga break the illusion,” ungkapnya saat diwawancarai Andi Baso Djaya dari Koridor, Selasa (9/8/2022).
Sebagai tuan rumah, Joko ingin memastikan bahwa semua orang yang telah meluangkan waktu untuk datang menonton bisa menikmati filmnya dengan nyaman tanpa gangguan.
Jadi sutradara di set, konduktor acara pemutaran perdana, dan kepala bagian pemasaran film. Tiga rangkap pekerjaan yang dilakoninya saban filmnya tayang. Sibuk pasti. Kelelahan tentu. Namun, ia kukuh melakoni semuanya musabab kecintaan mendalam terhadap film.
Masih ada banyak hal yang diungkapkan peraih gelar sutradara terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia 2015 ini. Berikut petikannya.
Sebagai head of marketing film, apa saja yang dilakukan?
Sebelum film diproduksi aku sudah bikin yang namanya marketing communications plan dan asesmen filmnya sesuai dengan target penontonnya siapa. Aku juga bikin asesmen pemasarannya dan asesmen dari filmnya yang bisa digali sebagai aset. Intinya bikin perencanaan bagaimana strategi mengkomunikasikan film tersebut ke publik.
Dari strategi dan perencanaan tadi aku jabarkan menjadi milestone, promotional item, dan sebagainya. Setelah itu aku delegasikan kepada tim marketing dan publisis.
Mengapa tidak menyerahkannya kepada divisi-divisi yang memang sudah ada untuk mengurusi bagian tersebut?
Kecintaan terhadap film mungkin. Dalam membuat film, semua yang terlibat, bukan cuma aku sendiri, sudah bekerja dengan serius dan sepenuh hati banget. Jadi ketika perilisan film ini tidak aku lindungi sedemikian rupa sehingga penonton bisa menikmati secara maksimal, aku kasihan sama mereka yang sudah sepenuh hati meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran mereka untuk mengerjakan film ini.
Bagian apa dari film Pengabdian Setan 2 yang paling sulit atau paling lama pencariannya?
Lokasi rumah susunnya. Butuh pencarian waktu sekitar 3 atau 4 bulan. Akhirnya ada salah satu followers aku di Twitter, namanya Gabriella, yang memberikan rekomendasi rusun tersebut.
Keterlibatan penonton cukup besar, ya, dalam film ini?
Iya, selain rekomendasi rumah susun, slogan film “Teror Ibu Sepanjang Masa” yang diabadikan ke dalam poster juga dari hasil sayembara yang kami adakan di media sosial.
Apa alasan ingin lebih melibatkan penonton?
Karena sekuel film hadir untuk memenuhi permintaan banyak orang. Walaupun sejak pertama bikin Pengabdi Setan direncanakan lebih dari satu film, aku bilang sama Pak Sunil Samtani (produser eksekutif dari Rapi Film) bahwa kita akan bikin kelanjutannya jika publik menyukai film pertama dan merasa memiliki film tersebut. Karena film pertama sukses dan publik terus mendesak ada kelanjutan cerita, maka kami kepengin pengerjaan sekuel ini melibatkan penonton.
Kenapa terpikir menggunakan instrumen kangling dari Tibet yang terbuat dari tulang paha manusia dalam musik Pengabdi Setan 2?
Desain musik itu kami bikin integral dengan cerita. Pengerjaannya barengan sama film agar musiknya tidak berdiri sendiri.
Waktu itu kami mencoba mendesain musik yang bisa membawa penonton seolah masuk dalam setiap adegan. Akhirnya kami memakai konsep “Kepler’s Effect” dari teori Kepler’s Law of Planetary Motion.
Jadi, suara dan musik dalam Pengabdi Setan 2 kami rancang sedemikian rupa agar ketika diperdengarkan akan berputar di kepala. Sehingga penonton merasa berada di dalam rumah susun bersama para pemain film.
Tadinya kami ingin menggunakan instrumen yang bisa dengan gampang didapatkan di Indonesia. Ternyata ada satu adegan yang tetap tidak dapat feel-nya. Akhirnya kami ketemu kangling.
Kami beli suaranya yang dihasilkan oleh musisi asal Tibet, lalu kami modifikasi sesuai kebutuhan adegan dalam film. Jadi bukan kami beli instrumennya terus kami mainkan. Serem juga, ya, kalau pakai instrumen aslinya. Setelah kami coba ternyata suara kangling yang paling cocok untuk melatari adegan tersebut.
Apa adegan dalam Pengabdi Setan 2 yang paling susah persiapan dan pengerjaannya?
Semuanya, sih, susah, tapi elemen-eleman adegan terakhir memang paling sulit. Ibarat sebuah orkestra, semua harus presisi. Lalu ada juga adegan yang mungkin tidak kelihatan besar dan rumit, tapi butuh waktu ekstra karena harus bikin sekitar 100 topeng. Pengerjaan per topeng harus detail. Pun untuk setiap kostum.
Bagaimana dengan efek visual khusus?
Meskipun ada beberapa yang menggunakan Computer-generated imagery (pencitraan hasil komputer), tapi kebanyakan masih pakai efek praktikal. Ada juga yang perpaduan antara praktikal dan CGI. Karena aku enggak terlalu suka kalau semuanya full CGI.
Sebelumnya sudah pernah mendirikan Lo-Fi Flicks. Kini mengibarkan Come and See Pictures. Alasannya kenapa?
Aku dan Tia Hasibuan mendirikan Come and See Pictures sejak 2020 bersamaan dengan produksi Pengabdi Setan 2. Jadi film ini adalah produksi pertamanya Come and See Pictures. Di dalamnya sekarang bergabung Ical Tanjung, Rieviena Yulieta, Netta Anggraini, dan ada beberapa orang lagi.
Tujuan mendirikan Come and See Pictures karena kami ingin berkontribusi lebih besar lagi ke perfilman Indonesia.
Lo-Fi Flicks dulu itu kebanyakan memproduksi iklan. Hanya sempat produksi film A Copy of My Mind (2015). Nah, dengan bendera Come and See Pictures hanya fokus memproduksi film dan serial.
Setelah Pengabdi Setan 2: Communion, nanti akan menyusul film Siege at Thorn High yang tayang di Amazon Prime Video. Satu proyek lagi berupa serial, tapi masih dirahasiakan. Pengumumannya nanti akhir Agustus 2022.