Apel Kota Batu tetap mempunyai kharisma dan penggemarnya sendiri

Koridor.co.id

Suslam Pratamaningtyas-Foto; Researchgates.

Sekalipun wisatawan tidak lagi berbelanja Apel Batu secara besar-besaran seperti pada waktu lampau, alasannya bukan semata-mata karena Apel Batu kehilangan pesonanya, namun karena komoditas buah yang lain juga semakin bervariasi sehingga wisatawan harus membagi perhatian.

Staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Suslam Pratamaningtyas mengatakan pudarnya kejayaan apel Batu Malang sudah dimulai sejak 1960-an karena menurunnya tingkat kesuburan tanah karena penggunaan kemikalia pertanian (berupa pupuk dan obat-obatan pengendali hama dan penyakit tanaman). Pemakaian itu dilakukan  secara masif dan terus menerus sejak 1960-an, untuk mempertahankan produksi pertanian, khususnya komoditi apel sebagai andalan Kota Batu

Berikut percapan Suslam dengan Irvan  Sjafari dari Koridor, Selasa, 21 Februari 2023.

Bagaimana Ibu melihat perkembangan produksi komoditas apel Malang, khususnya di Kota Batu saat ini?  Kira-kira faktor apa saja penyebabnya?

Perkembangan produksi komoditas Apel Malang, khususnya di Kota Batu, bisa dikatakan telah melewati masa puncak  kejayaannya, namun tidak dapat dikatakan telah kehilangan kejayaannya. Beberapa penjelasan dapat diringkaskan sebagai berikut:

Menurunnya tingkat kesuburan tanah karena penggunaan kemikalia pertanian (berupa pupuk dan obat-obatan pengendali hama dan penyakit tanaman) secara masif dan terus menerus sejak tahun 60an, untuk mempertahankan produksi pertanian, khususnya komoditi apel sebagai andalan Kota Batu

Karena menurunnya tingkat kesuburan tanah maka produksi Apel Batu menjadi turun setiap tahunnya, secara kuantitas (tonase menurun, ukuran buah menjadi lebih kecil) dan secara kualitas (kesegaran dan kemanisan buah berkurang)

Apa benar sudah tidak jadi primadona lagi atau kejayaannya sudah pudar?

Kurang tepat jika dikatakan “tidak menjadi primadona lagi” karena nama APEL sudah melekat pada Kota Batu, dan Apel Batu tetap mempunyai kharismanya karena rasanya yang spesifik, yang tidak dimiliki oleh jenis apel lain.  Berdasarkan pengamatan saya secara pribadi dan hasil diskusi dengan beberapa pihak, Apel Batu mempunyai penggemarnya sendiri. 

Kalau kemudian wisatawan tidak lagi berbelanja Apel Batu secara besar-besaran seperti pada waktu yang lampau, alasannya bukan semata-mata karena Apel Batu kehilangan pesonanya, namun karena komoditas buah yang lain juga semakin bervariasi sehingga wisatawan harus membagi perhatian.

Benar nggak sih salah satu di antaranya faktor perubahan iklim?  Dulu, apel tumbuh subur di daerah dengan ketinggian 800 mdpl, kini terus naik hingga di daerah ketinggian 1.200 mdpl.  Dulu di Malang, suhu udara bisa sampai 32 derajat celsius. Rekor terdingin di Malang pada Agustus 1994 mencapai 11,3 derajat celsius. Temperatur udara menghangat hingga apel tak berbuah. Apel hanya tumbuh baik dan berbuah pada suhu antara 16-27 derajat celsius. Kini suhu itu berubah? Sejak kapan terasa dampak pemanasan global ini?  Apa dampak perubahan iklim ini pada kualitas apel Malang?

Betul!  Perubahan iklim mempengaruhi hampir semua kehidupan makhluk di bumi , termasuk kehidupan tanaman apel.  Setiap spesies makhluk hidup mempunyai kemampuan adaptasi lingkungan pada kisaran tertentu (di antaranya adalah Suhu dan kelembaban udara, intensitas sinar matahari, panjang hari).  Jika syarat lingkungan fisik tersebut tidak terpenuhi, maka makhluk tersebut akan mengalami perubahan pola metabolisme.  Pada komoditas Apel Batu perubahan iklim sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi.

Pemanasan global tidak terjadi secara tiba-tiba, kenaikan suhu udara yang terjadi secara bertahap, kurang terdeteksi oleh tubuh manusia karena manusia merupakan satu spesies makhluk hidup yang mempunyai kemampuan adaptasi lingkungan pada kisaran yang sangat luas. Sebagai gambaran, spesies manusia bisa hidup pada lingkungan padang pasir sampai lingkungan kutub.  Berbeda dengan spesies makhluk hidup yang lain, Apel Batu hanya dapat hidup ideal pada lingkungan seperti disebutkan di atas.

Jadi sesungguhnya kalau kita mau jujur, maka perubahan iklim telah mulai terjadi ketika manusia mulai mengeksploitasi lingkungan sesaat dimulainya revolusi industri.

Apakah eskpansi masif pariwisata juga mengurangi lahan produksi apel di Kota Batu dan juga berapa tempat lain di Kota Malang?

Menurut pengamatan saya, sekali lagi secara pribadi, lahan pertanian di Kota Batu dan sekitarnya masih cukup luas untuk bercocok tanam apel. 

Mengapa Apel Batu lebih mahal dibanding apel import, misalnya Apel Fuji?

Karena kesuburan tanah yang sangat rendah, maka memerlukan pupuk yang makin tinggi setiap tahunnya. Akar tidak mampu menyerap nutrisi dengan baik, tidak seimbang antara peningkatan jumlah pupuk dengan peningkatan produksi. Apel Batu juga memerlukan aplikasi pestisida tinggi karena tanaman introduksi. Harga pestisida saangat mahal.

Apel Fuji berasal dari Jepang. Petani Jepang telah sadar lingkungan sejak 1960-an, mereka bercocok tanam dengan sangat baik, lahan mereka terpelihara, sehingga respon tanaman terhadap pupuk sangat bagus, apalagi pemerintah Jepang sangat mendukung bidang pertanian dengan subsidi.

Apel Fuji juga merupakan produk pemuliaan tanaman, yang dirakit untuk menghasilkan produksi tinggi, tahan terhadap serangan hama penyakit dan cekaman lingkungan, serta responsif terhadap pemupukan

Sedangkan Apel Batu belum pernah dimuliakan, karena Indonesia bukan negara yang mempunyai sumber genetik apel, dan lingkungan fisik juga tidak mendukung.

Bisa dianalogikan dengan membandingkan produk beras lokal dengan produksi beras varietas unggul. Padi lokal berumur panjang dan produksinya rendah, sedangkan padi varietas unggul hasil pemuliaan berproduksi tinggi dan berumur lebih pendek.

Artikel Terkait

Terkini