Aktivis lingkungan milenial Rd Sarah Rauzana Putri bersepeda ke kantor dan memakai barang ramah lingkungan

Koridor.co.id

Rd Sarah Rauzana Putri di salah satu pasar kota Bandung. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Pimpinan edukasi senior Indonesia Plastic Bag Diet Movement (GDIKP) Rd Sarah Rauzana Putri menjadi salah satu contoh bagaimana generasi milenial menunjukkan kepedulian terhadap masa depan bumi, di antaranya ingin mengeliminasi sampah plastik. Dia juga rutin kampanye anti tembakau.

Alumni Fakultas keperawatan Universitas Padjadjaran ini sejak 1 Januari 2023 menjabat Managing Director Youth Organization yang programnya terkait lingkungan hidup. Perempuan cantik kelahiran 19 Januari 1997 ini beranggapan peran anak muda sangat penting untuk menjaga agar keindahan alam ini tidak rusak.

Irvan Sjafari dari Koridor berkesempatan mewawancarai duta muda bebas plastik ini melalui WA pada 4 Maret 2023. Berikut petikannya.

Bagaimana ceritanya Anjeun (Anda) ini bisa tertarik pada advokasi lingkungan hidup? Kok bisa peduli pada lingkungan hidup? Apa yang menjadi inspirasinya?

Pertama kali saya “terjun” di dunia lingkungan itu saat bergabung di salah satu organisasi yang diikuti saat kuliah dulu, yaitu International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) LC Universitas Padjadjaran. Organisasi ini berfokus pada lingkungan dan pertanian berkelanjutan.

IAAS memiliki beragam program yang selalu mendekatkan saya bersama tim dengan keindahan alam terutama di daerah yang jauh dari perkotaan. Selain menikmati keindahan alam, saya juga menjadi berpikir bahwa peran masyarakat, terutama anak muda sangat penting untuk menjaga agar keindahan alam ini tidak rusak.

Sampai akhirnya, organisasi saya mengadakan kegiatan bersama dengan organisasi tempat saya bekerja, yaitu Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik atau GIDKP untuk mengadakan kegiatan ‘Zero Waste Youth Festival’ di Bandung Raya.

Sejak itulah saya sadar, betapa banyaknya kegiatan kita semua dalam keseharian yang tanpa disadari memiliki konsekuensi lingkungan sangat parah apabila tidak mengubah kebiasaan kita.

Semenjak belajar seiring mempersiapkan kegiatan bersama GIDKP, saya belajar banyak dan semakin menumbuhkan niat untuk melanjutkan aksi dalam menangani isu lingkungan terutama plastik sekali pakai.

Pada waktu remaja anjeun punya cita-cita sebagai apa? Apa sejak kecil sudah mulai menunjukkan kepedulian pada lingkungan hidup? Seperti apa kepedulian itu? Misalnya nggak buang sampah sembarangan? Atau jujur saja dulu juga tidak peduli, tetapi kemudian tobat?

Semenjak SMA, saya memiliki niat untuk bisa menjadi petugas medis agar bisa membantu banyak orang. Jadi bisa dibilang dari waktu remaja belum ada niatan untuk menjadi seseorang yang terlibat aktif dalam advokasi lingkungan. Terkait kepedulian terhadap lingkungan, mungkin hanya sebatas tidak membuang sampah sembarangan.

Saya baru membiasakan perilaku minim sampah khususnya sampah plastik sekali pakai sejak kuliah (tepatnya saat berkenalan dengan tim GIDKP). Hal ini menjadi bahan refleksi bahwasanya mungkin saya “telat” untuk menerapkan perilaku ini karena belum mendapatkan “stressor” sejak dahulu.

Saya sadar bahwa pendidikan lingkungan itu sangat penting untuk diterapkan sejak dini agar masyarakat dengan kategori usia anak-anak sudah mulai aware dengan isu lingkungan yang pada akhirnya akan tumbuh motivasi untuk menerapkan perilaku hidup yang lebih ramah lingkungan.

Aktivitas utama adalah Gerakan diet kantong plastik. Apa yang sudah anjeun lakukan dalam Gerakan ini? Seberapa mengkhawatirkannya dulu penggunaan kantong plastik di Kota Bandung? Berapa lama ikut Gerakan ini? Sudah ada perubahan belum?

Selama di Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), saya banyak terlibat dalam kegiatan kampanye dengan menargetkan banyak pihak serta dengan gaya bahasa kampanye yang cukup beragam. Terkait masalah plastik sekali pakai, saya rasa hampir semua daerah di Indonesia pun mendapati problem plastik sebagai masalah yang harus ditangani dengan cepat dan tepat, Kota Bandung menjadi salah satunya.

Oleh karenanya, banyak sekali yang dilakukan GIDKP untuk turut mendukung dan mendampingi Kota Bandung dalam menangani isu plastik sekali pakai. Yang paling terbaru, GIDKP menginisiasi program percontohan Pasar Bebas Plastik di dua pasar tradisional di Kota Bandung, yaitu Pasar Kosambi dan Pasar Cihapit yang berhasil mendapatkan peningkatan konsumen untuk menggunakan kantong belanja guna ulang dari rumah yang bisa mengurangi potensi sampah plastik sekali pakai.

Harapannya, pembelajaran dari pilot project ini bisa menjadi acuan untuk menerapkan program Pasar Bebas Plastik di pasar tradisional lainnya.

Rd Sarah Rauzana Putri. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Anjeun sendiri secara pribadi konsisten nggak tidak menggunakan kantong plastik sehari-hari? Apakah menggunakan tumbler daripada botol air mineral? Sampai sejauh tidak menggunakan kantong plastik? Bagaimana dengan keluarga di rumah?

Saya selalu berusaha konsisten, tidak menggunakan kantong plastik, apalagi kalau belanja sendiri seperti ke minimarket, supermarket, maupun warung dan pasar tradisional. Setiap berpergian, saya selalu siap membawa ‘starter pack’ seperti botol minum, wadah makanan, alat makan guna ulang serta tas belanja guna ulang. Sesederhana beli gorengan pun, saya sudah membawa dan menggunakan wadah makanan sendiri.

Keluarga di rumah memang masih struggling dalam mengurangi penggunaan plastik karena memang belum terbiasa. Akan tetapi, karena saya selalu berusaha untuk tidak menggunakan plastik yang secara tidak langsung juga menjadi cara atau bentuk kampanye saya.

Saya melihat beberapa upaya yang dilakukan oleh keluarga di rumah untuk mengurangi penggunaan plastik, salah satunya yang paling saya ingat dan kagum adalah saat Mama saya membeli beberapa masakan Padang dengan membawa wadah makanan sendiri serta tas guna ulang.

Kepedulian anak-anak muda di Bandung terhadap diet kantong plastik sejauh mana? Apa masih ada yang tidak peduli? Bagaimana dengan anak-anak kampus?

Menurut saya seiring berjalanannya waktu, semakin banyak anak muda di Bandung yang sudah semakin aware dan konsisten dalam melakukan kampanye pengurangan plastik sekali pakai. Hal ini saya lihat di beberapa SMA di Kota Bandung saat GIDKP menjalankan program rutin bernama Envirochallenge.

Dalam program ini kami mendatangi beberapa SMA di beberapa daerah, salah satunya Kota Bandung, untuk mengajak anak muda melakukan inisiatif dalam mengatasi permasalahan plastik sekali pakai di sekolahnya.

Kami melihat banyak sekali inisiatif yang tidak hanya dilakukan oleh siswa, tetapi juga civitas akademi sekolah juga bagaimana mereka dapat melibatkan orang tua siswa untuk bisa terlibat dalam mendorong sekolah ramah lingkungan.

Program Envirochallenge ini pun didampangi oleh mentor yang merupakan mahasiswa dari beragam universitas. Ini menunjukkan bagaimana seriusnya anak muda dalam menangani isu sampah plastik sekali pakai di lingkungannya masing-masing.

Ikut Gerakan kampus hijau juga? Di Bandung bagaimana rata-rata kampus, apakah penghijauannya bagus? Kampus Unpad Jatinangor bagaimana?

Sepengetahuan saya selama saya kuliah, belum ada gerakan kampus hijau yang dilakukan secara masif. Akan tetapi, setelah lulus saya melihat banyak sekali instansi pendidikan yang semakin gencar dalam mempopulerkan Green Campus. Ini menurut saya ini inisiatif sangat bagus sekali karena memang perlu ada inisiatif atau kebijakan oleh pihak instansi pendidikan sehingga sekolah atau kampus menjadi salah satu ekosistem yang dapat mendorong perubahan perilaku lebih ramah lingkungan.

Anjeun kan juga ikut Gerakan Anti Tembakau? Kalau begini bagaimana kepedulian anjeun? Bagaimana ceritanya terlibat? Apa saja yang sudah dilakukan? Teman-teman sebaya bagaimana?

Sejak 2021, saya juga bergabung dalam Indonesia Youth Council for Tobacco Control (IYCTC), yaitu koalisi kaum muda yang terdiri atas 43 organisasi di 20 kota/kabupaten dalam upaya menyuarakan pengendalian zat adiktif produk tembakau di Indonesia dengan inklusif dan bermakna. Tahun 2021 itu kebetulan salah satu tim GIDKP diajak diskusi oleh salah satu inisiator IYCTC ini dan akhirnya GIDKP menjadi salah satu organisasi yang tergabung dalam koalisi ini, saya pun akhirnya diajak terlibat aktif dalam koalisi ini.

Mengapa organisasi lingkungan ikut dalam koalisi yang mungkin notabenenya adalah isu kesehatan? Kompleksnya isu yang ditimbulkan dari produk tembakau pun menjadi salah satu alasan keberagaman organisasi dalam koalisi ini, karena tidak hanya masalah kesehatan yang ditimbulkan dari produk tembakau, tetapi juga masalah lainnya seperti kesetaraan gender, isu pekerja anak, sampai dengan isu lingkungan.

Saya mewakili GIDKP pun baru menyadari bahwa konsekuensi lingkungan dari daur hidup produk rokok itu sangat berbahaya. Sudah banyak kegiatan yang dilakukan oleh teman-teman koalisi lainnya, seperti bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Begitu juga kami terlibat dalam kampanye pelarangan Iklan, Promosi dan Sponsor (IPS) Rokok, adapun yang konsisten untuk melakukan kampanye melalui media sosial juga acara daring seperti webinar sebagai salah satu bentuk edukasi.

Saya pun terlibat dalam penyusunan laporan terkait kolaborasi antara anak muda dan pemerintah dalam memperkuat pengendalian tembakau serta menjadi narasumber dalam beberapa kegiatan, salah satunya adalah Jambore Pionir Muda 2022 yang diikuti oleh lebih dari 500 orang.

Apa saja yang dilakukan dalam Gerakan lingkungan hidup, apakah makan tidak bersisa? Atau apalagi? Bagaimana tanggapan anjeun banyak makanan terbuang di hotel, restoran bahkan mungkin kantin kampus?

Selain menerapkan perilaku minim plastik, sebisa mungkin saya juga berperan untuk mengurangi sampah sisa makanan atau sampah organik. Mengapa penting? Karena sebenarnya sampah organik juga menjadi sampah yang paling banyak ditemukan di TPA dan menimbulkan emisi karbon yang cukup tinggi.

Oleh karena itu, penting untuk kita terus mengampanyekan gaya hidup yang bertanggung jawab, salah satunya saat mengonsumsi makanan kita sehari-hari. Hal ini pun sejalan dengan tema Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) tahun ini yang menitikberatkan pada pentingnya kita dalam menghabiskan makanan, memilah sampah serta mengompos sisa makanan seperti kulit buah dan sayur di rumah kita karena dapat mengurangi lebih dari 50% sampah yang akan berakhir di TPA.

Hal ini tentunya bisa dijadikan bahan kampanye yang dilakukan di semua tempat, tidak hanya di rumah kita tetapi juga di kantin, hotel, restoran juga kafe. Sebagai upaya mengurangi emisi, saya juga sebisa mungkin mengurangi intensitas dalam menggunakan kendaraan pribadi.

Semenjak tinggal di Jakarta, saya konsisten menggunakan transportasi publik seperti TransJakarta dan KRL.

Saya juga mencoba untuk merutinkan kembali pergi ke kantor dengan menggunakan sepeda. Selain itu, saya juga mencoba mengganti barang-barang yang masih menggunakan unsur plastik sekali pakai dengan yang lebih ramah lingkungan, seperti mengganti pembalut sekali pakai dengan pembalut yang bisa dicuci dan digunakan berulang kali serta mengganti kapas dan tissue sekali pakai dengan kapas dan tissue yang bisa dicuci dan digunakan berulang kali.

Secara total kepedulian anak-anak muda Bandung terhadap lingkungan sejauh mana?

Sampai saat ini saya belum menemukan terkait riset yang menganalisis kepedulian anak muda terhadap lingkungan yang responden atau subjek risetnya hanya anak muda Bandung. Akan tetapi, berdasarkan observasi yang saya lakukan sendiri, saat ini sudah semakin banyak komunitas lingkungan hidup di Kota Bandung yang beramai-ramai mengampanyekan dan melakukan kegiatan peningkatan kapasitas untuk saling mengajak Warga Bandung dalam menjaga lingkungan.

Menurut saya, ini menunjukkan bahwa anak-anak muda Bandung sudah semakin banyak yang aware terhadap masalah lingkungan, terutama masalah sampah.

Ke depan apa yang akan dilakukan untuk lingkungan hidup?

Tentunya saya berusaha tetap konsisten melakukan advokasi terkait pengurangan plastik sekali pakai dan terus berkampanye menyuarakan bagaimana anak muda dapat turut berperan untuk mendapatkan haknya dalam menikmati lingkungan tanpa harus khawatir akan dampak dari plastik sekali pakai.

Last but not least, tentunya saya akan terus konsisten mengubah perilaku agar lebih minim konsekuensi lingkungannya, seperti tidak menggunakan barang yang bersifat sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari, menggunakan transportasi publik, serta menghabiskan makanan, sampai tidak bersisa di piring.

Artikel Terkait

Terkini