Jakarta, Koridor.co.id – Pengamat Hubungan Internasional Universitas Prof. Dr Moestopo (Beragama) Ryantori memprediksi gencatan senjata akan terjadi antara kelompok Palestina dengan Israel melalui resolusi DK PBB.
“Dari 15 anggota DK PBB, hanya Rusia yang abstain. Sisanya setuju termasuk AS. Jadi, untuk resolusi kali ini, sepertinya dunia akan menyaksikan implementasi gencatan senjata yang kemungkinan besar mulus,” ucap Ryantori kepada Koridor.
Ryantori mengatakan Indonesia dapat memosisikan diri sebagai negara pengawas yang kritis dalam penerapan implementasi resolusi tersebut.
Menurut Ryantori, jika dilihat dari rancangan implementasinya, resolusi gencatan senjata ini berisi 3 fase yang akan dimulai dengan gencatan senjata selama enam minggu dan pertukaran sandera antara Israel dengan Hamas.
Jika negosiasi memakan waktu lebih dari enam minggu untuk tahap pertama, gencatan senjata akan tetap berlanjut selama negosiasi masih berlangsung.
Fase ini juga mensyaratkan distribusi bantuan kemanusiaan yang aman dalam skala besar di seluruh Jalur Gaza. Pada fase kedua, resolusi tersebut mengatakan bahwa Israel dan Hamas harus menyetujui penghentian konflik secara permanen, dengan imbalan pembebasan semua sandera yang masih berada di Gaza dan penarikan pasukan Israel secara penuh dari Gaza.
Kemudian pada fase ketiga, akan dilaksanakan rekonstruksi besar-besaran selama beberapa tahun untuk Gaza dan pengembalian jenazah para sandera yang meninggal yang masih berada di Gaza kepada keluarga mereka.
“Jika dilihat dari fase-fase tersebut, dapat dikatakan kedua pihak mendapat win-win solution,” ucapnya.
Indonesia, lanjut Ryantori, dapat berkontribusi penting di fase 1, khususnya yang terkait dengan pengembalian sandera serta distribusi bantuan kemanusiaan melalui perbatasan Mesir dan dalam koordinasi bersama Qatar. Lalu di fase 3 terkait rekonstruksi besar-besaran wilayah Gaza.
“Inilah dimaksud dengan gencatan senjata yang berkeadilan bagi Palestina, khususnya warga Gaza. Gencatan senjata yang dibarengi dengan pemulihan situasi dan kondisi yang kondusif bagi hidup dan kehidupan warga Gaza ke depannya,” paparnya.
Menurut Ryantori, sekiranya terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan implementasi tersebut, semisal pengembalian sandera yang tidak seimbang mengingat sandera Palestina jauh lebih banyak ketimbang sandera Israel, Indonesia dapat berkontribusi memberikan soft pressure kepada AS.
“Indonesia juga dapat melakukan tekananan pada negara-negara sekitar kawasan khususnya Mesir dan Qatar untuk mengembalikan on the track.”
Seperti diketahui, setelah berbicara di konferensi tingkat tinggi Call for Action: Urgent Humanitarian Response for Gaza” (“Seruan untuk Bertindak: Tanggap Darurat Kemanusiaan untuk Gaza”), Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony John Blinken, di Amman, Yordania, Selasa (11/6).
Menhan Prabowo dalam kesempatan itu menyatakan Indonesia menyambut baik diadopsinya Resolusi DK PBB 2735 yang diusulkan Presiden AS Biden dengan proposal tiga fase untuk gencatan senjata permanen di Gaza.
Indonesia juga mengapresiasi upaya mediasi yang dilakukan AS, Mesir, dan Qatar.
“Indonesia siap bekerja sama dengan Amerika, Mesir, dan Qatar untuk memastikan perundingan tetap berjalan serta mewujudkan gencatan senjata permanen dan perdamaian yang adil dan abadi di Palestina. Gencatan senjata yang segera, penuh, dan menyeluruh sangat penting untuk menghidupkan kembali proses perdamaian,” tegas Prabowo.
Sementara itu, Menlu Blinken berterima kasih atas dukungan Indonesia terhadap proposal gencatan senjata tersebut dan menegaskan kembali komitmen Amerika Serikat untuk melaksanakan Kemitraan Strategis Komprehensif AS-Indonesia.
“Terima kasih kepada Menteri Pertahanan atas dukungan Indonesia terhadap usulan untuk segera mencapai gencatan senjata di Gaza dan menjamin pembebasan semua sandera,” ungkap Menlu Blinken. (Pizaro Gozali Idrus)