Gaza, Koridor.co.id – Anak Palestina yang mengungsi dari utara Gaza ke wilayah Rafah Hossam Al-Attar, 15 tahun, berhasil memenuhi kebutuhan listriknya dengan turbin angin mini buatannya.
“Orang-orang menjuluki saya ‘Newton dari Gaza’ karena gebrakan saya dan saya suka bereksperimen. Saat kita membuat sesuatu, kita menguji-cobanya. Jadi, saat kami mengerjakan sesuatu, saya membuat sesuatu yang lebih besar darinya,” ujar Al-Attar lansir Anadolu pada Kamis (16/2).
Dia mengatakan idenya untuk membuat turbin angin telah tercapai selama 20 hari pertama setelah dia datang ke kamp pengungsi di Rafah, yang tidak mendapatkan aliran listrik.
“Kami hidup dalam kegelapan selama 20 hari pertama. Ide saya adalah menerangi tempat itu. Jadi, saya membawa kipas angin dan memasangnya,” ucap dia.
Dengan kecepatan angin dan awal musim dingin, lampu ini menyala. Meski upaya pertama tidak berhasil, namun upaya kedua menunjukkan ada sedikit kemajuan.
“Upaya ketiga, akhirnya berhasil,” ungkap dia.
“Akhirnya saya membuat tiga percobaan dan berhasil menerangi tempat itu, tetapi tidak terus menerus. Maksud saya, setiap kali angin bertiup, tempat itu terang benderang.”
“Ketika kecepatan angin berkurang, kini ada hal-hal yang hilang untuk menyelesaikan proyek tersebut. Saya tidak dapat menemukan toko listrik di kawasan Rafah untuk membeli perangkat penyimpanan,” imbuh anak berusia 15 tahun itu.
Karena kebijakan “pengasingan” Israel, seorang anak yang bermigrasi dari utara Gaza ke Rafah berusaha menerangi tendanya dengan listrik yang dia sediakan.
Hossam mengatakan bahwa orang-orang di sekitar mereka menjulukinya “Newton dari Gaza” karena banyak hal yang dia kembangkan.
“Kami hidup dalam kegelapan selama 20 hari pertama. Ide saya adalah menerangi tempat itu. Jadi, saya membawa kipas angin dan memasangnya,” imbuhnya
Israel telah menggempur Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada bulan Oktober. Serangan tersebut menewaskan hampir 1.200 warga Israel.
Perang Israel di Gaza telah menyebabkan 85 persen penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB. (Pizaro Gozali Idrus)