Warga desa nelayan di Delta Mahakam mendapatkan pemberdayaan ekonomi. Ini komitmen menanam mangrove.

Koridor.co.id

Keterlibatan nelayan menanam mangrove (Foto: Dokumentasi Yayasan Bioma)

Warga di Delta Mahakam memahami mereka punya kewajiban konservasi mangrove untuk melindungi diri mereka sendiri. Sejak 2017 hingga saat ini mereka bersedia menanam mangrove di sempadan sungai dan dalam tambak. Sempadan sungai dalam tambak itu lebih dari 100 hektare.

Ketua Yayasan Bioma, salah lembaga swadaya masyarakat yang mendukung kegiatan Akhmad Wijaya mengungkapkan, masyarakat terlibat di 4 lokasi yang harus dilindungi, yaitu perlindungan satwa bekantan, tambak udang, tempat kramat atau sakral dan objek vital Nasional dengan luas potensial 4.998 hektare.

Untuk lebih menggugah kepedulian masyarakat secara lebih luas di 4 kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, pada 26 Juli, dalam peringatan Hari Mangrove sedunia, Yayasan Bioma, bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara, IKA Alumni Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, KPH Delta Mahakam, Pertamina Hulu Mahakam.

Peserta kegiatan membagikan tanaman buah kepada warga pemelihara mangrove, pemasangan plang perlindungan mangrove dan penanaman mangrove secara simbolis. Kegiatan ini dilaksanakan Muara Ulu Kecil Kelurahan Muara Kembang,

Kepada Koridor, Akhmad Wijaya menyampaikan ada tiga progres yang sudah dicapai dengan keterlibatan masyarakat. Pertama, luas yang indikatif untuk ditanam, kedua area yang akan dipelihara.

“Sebelumnya ada kegiatan bersama YKAN kita sudah ada kegiatan penanaman. Makanya kita memastikan bahwa lokasi yang sudah ditanam oleh proyek sebelumnya tidak digusur, maka kita pastikan lokasi-lokasi akan dipelihara oleh masyarakat. Soalnya kerap terjadi, mangrove yang sudah ditanam dicabuti, serta dibuka lagi untuk tambak. Kita harus pastikan hal tersebut tidak terulang lagi,” ujar Wijaya.

Selain mendorong penanaman mangrove di Muara Ulu, sejak November 2021, Yayasan Bioma memastikan sekitar 10 ribu tanaman buah ditanam di dusun-dusun masyarakat nelayan yang terlibat untuk mendukung pemberdayaan ekonomi mereka, sekaligus untuk mengetes apakah mereka komitmen memelihara buah.

“Kalau pohon buah yang dekat saja tidak dirawat, bagaimana dengan mangrove yang letaknya lebih jauh,” ucap Wijaya. 

Jadi strategi konservasi diubah agar jangan selalu proyek, habis proyek ditinggal. Mereka mendapatkan bibit buah untuk menghasilkan uang nantinya dan gantinya mereka menanam mangrove. Hanya 10 persen untuk biaya tanam.

Kegiatan penanaman mangrove (Foto: Yayasan Bioma)

Yayasan Bioma juga mendukung pengembangan PLTS (Pembangunan Listrik Tenaga Surya), pabrik es air bersih untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Nantinya sebagian hasilnya untuk biaya menanam mangrove.

Wijaya mengaku tidak tahu kapan selesainya restorasi. Mangrove sebetulnya akan tumbuh sendiri di lahan tambak yang ditinggalkan, asalkan jangan rusak oleh pupuk yang masif.

“Kalau rusak lahannya, sampai lima tahun tidak akan tumbuh. Kalau tidak rusak bisa setahun tumbuh. Targetnya tidak muluk-muluk, yang penting masyarakat komitmen,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terkini