Tak pernah berhenti berjuang untuk membersihkan sungai hingga meneliti kandungan mikroplastik, itu yang ada dalam diri Prigi Arisandi. Setelah bersama lembaga riset Environmental Conservation Organization (Ecoton) Agustus 2021 sampai April 2022, alumni Jurusan Biologi Universitas Airlangga ini memimpin Ekspedisi Sungai Nusantara menjelajahi belasan sungai di delapan provinsi di Sumatera sepanjang 2022.
Hasilnya seluruh sungai yang dijelajahinya tercemar mikroplastik. Di antaranya, TIM ESN menemukan pencemaran yang cukup hebat ialah Hulu Seblat Selokan, Sumatera Barat melalui kawasan Pabrik Kelapa Sawit 134 partikel mikrolastik dalam sampel per 100 liter air, Lambaro Tengah di Sungai Krueng Kluet Aceh, dengan temuan 165 partikel, Way Sekampung di Lampung 110 partikel dan masih banyak lagi (Lihat Tabel).
Yang paling anyar pada pertengahan Juli 2022, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara bersama perkumpulan Telapak Sumatera Selatan dan Spora Institut Palembang menjelajahi Sungai Musi dan menemukan indikasi pencemaran semakin parah.
Prigi meyakini semakin sulit ditemukannya ikan di Sungai Musi, seperti jenis baung pisang, kapiat, patin, tapah dan ikan belida terkait hal itu. Padahal air Sungai Musi menjadi muara dari puluhan anak-anak sungai di provinsi dengan 17 kabupaten dan kota itu.
Tingginya aktivitas alih fungsi lahan di hulu, aktivitas tambang tanpa izin, perkebunan sawit, pencemaran industri serta sampah plastik dan air limbah dari berbagai kegiatan masyarakat menimbulkan pencemaran di Sungai Musi.
Tabulasi Data sebagian hasil penelitian Tim Ekspedisi Sungai Nusantara di Sumatera.
Dia berharap temuannya perlu mendapat perhatian bersama semua pihak dan lapisan masyarakat agar air Sungai Musi tetap bisa menjadi tempat hidup dan berkembang biak aneka jenis ikan dan biota sungai lainnya.
Selain itu air Sungai Musi perlu dijaga kebersihannya agar bisa tetap digunakan masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagai bahan baku air minum.
Tingginya tingkat pencemaran bahan-bahan kimia pengganggu hormon memicu gangguan reproduksi ikan yang menurunkan populasi ikan dan punahnya ikan-ikan yang tidak toleran terhadap kadar polutan yang meningkat.
Sinyal Bahaya Sungai Musi
Koordinator Telapak Sumatera Selatan Hariansyah Usman menyampaikan dari riset investigasi diketahui banyak sekali sampah plastik yang dibuang ke sungai. Yang mendominasi yaitu sampah plastik dari kemasan sekali pakai, di antaranya air minum kemasan, kopi sacet, mi instan, makanan ringan serta kantong plastik.
Kurangnya kesadaran warga serta kurangnya fasilitas tempat pembuangan dan lemahnya pengawasan serta penegakan hukum, ini semua yang menjadi sebab Sungai Musi menjadi tercemar.
“Dugaan kami perkebunan sawit memberikan kontribusi besar terhadap perubahan yang terjadi terhadap kondisi Sungai Musi hari ini, baik itu kualitas air akibat pencemaran maupun pendangkalan akibat sedimentasi,” ujar Hariansyah kepada Koridor, 8 Agustus 2022.
Dari hasil uji kualitas air yang ditemukan kadar klorin yakni sebesar 0,16 mg per liter. Padahal, kadar ini tidak boleh lebih dari 0,03 mg per liter. Kemudian, kadar Pospat mencapai 0,59 mg per liter. Tingginya kadar Pospat ini berpengaruh dengan kadar oksigen. Selain itu tingginya kadar klorin dan phospat sangat mempengaruhi sistem pernapasan ikan dan mengganggu pembentukan telur ikan.
Temuan ini memperkuat dugaan tidak terlepas dari aktivitas industri di hulu Sungai Musi, seperti pembuatan kanal-kanal dan penggunaan bahan kimia pada kebun sawit skala besar juga kebun akasia (HTI).
Bahan-bahan kimia tersebut sebagian diserap tanaman dan sebagiannya mengalir ke sungai melalui kanal-kanal terutama di musim hujan. Begitupun aktivitas industri keruk seperti tambang serta limbah rumah tangga.
Dia juga meminta produsen produk-produk yang menggunakan plastik sebagai kemasan sekali pakai agar bertanggung jawab terhadap kondisi maraknya pencemaran mikroplastik saat ini karena ini merupakan pelanggaran aturan yang sudah ditetapkan pemerintah.
Prigi mengatakan seperti halnya pada sungai-sungai di Jawa sumber mikroplastik berasal dari limbah cair domestik, industri, sampah plastik karena buruknya layanan sampah dan udara yang terkontaminasi mikroplastik dari pembakaran sampah plastik.
“Tetapi, kondisi sungai di Pulau Sumatera tidak separah di Jawa karena populasi penduduk dan industri memang banyak di Jawa. Kalau di Sumatera makin ke muara makin banyak,” katanya kepada Koridor.