Riset Environmental Conservation Organization (Ecoton) menemukan bahwa empat sungai besar di Pulau Jawa tercemar sampah plastik yang telah berubah menjadi mikroplastik. Riset yang berlangsung sejak Agustus 2021 hingga April 2022 itu, menemukan 97 mikroplastik per 100 liter air di Sungai Bengawan Solo.
Sedangkan di Citarum ditemukan 121 mikroplastik/100 liter air, Ciliwung 198 mikroplastik/100 liter air, serta Brantas 107/100 liter air.
Tim Ecoton juga menemukan 20 partikel mikroplastik pada satu ikan sampel di Bengawan Solo, 42 partikel per ikan sampel di Berantas, dan 68 partikel per ikan sampel di Citarum. Lalu 167 partikel per ikan sampel di Kepulauan Seribu, yang merupakan muara Sungai Ciliwung.
Lebih jauh tim Ecoton mendapati kontaminasi mikroplastik ini sudah masuk tubuh manusia. Mereka meneliti tinja milik 102 manusia yang hidup bergantung pada empat sungai itu. Sampel kotorannya masing-masing 10 gram dan ditemukan rata-rata sekitar 17-20 partikel dalam feses manusia.
Aktivis Ekspedisi Sungai Nusantara dan mantan Direktur Ecoton Prigi Arisandi menyampaikan problem sampah plastik indonesia tidak serius ditangani oleh pemerintah. Penyelesaian di hilir seperti PLTSA, penggunaan tungku bakar untuk memusnahkan sampah plastik adalah solusi palsu.
Dengan meneliti mikroplastik, Prigi mengingatkan problem sampah plastik ini dekat pada ancaman kesehatan manusia. Sampah plastik yang dibuang ke alam sejatinya akan kembali ke manusia dengan sifat racun yang lebih berbahaya. Pasalnya, saat sampah plastik dibuang di alam akan terfragmentase menjadi mikroplastik.
“Membiarkan sampah plastik yang tidak terkelola seperti menabur benih bencana, akhirnya membuat manusia menuai racun yang terakumulasi dalam tubuh. Karena, saat sampah plastik dibuang ke alam akan terfragmentase menjadi mikroplastik melalui konsumsi air minum dan ikan,” papar Prigi ketika dihubungi Koridor, Rabu, 3 Agustus 2022.
Sayangnya, papar Alumni Biologi FMIPA Universitas Airlangga ini belum ada baku mutu untuk mikroplastik. Penelitian melalui ekspedisi nusantara ini diharapkan menjadi bukti ilmiah kepada pemerintah untuk membuat baku mutu mikroplastik di air dan makanan, laut dan sungai.
Penelitian Prigi terus berlanjut. Bersama Tim ekspedisi Sungai Nusantara berkolaborasi dengan Telapak Teritorial Bangka Belitung pada 29-30 Juli 2022, ia melakukan deteksi kualitas air.
Dari Penelitian dilakukan di dua lokasi di Kampung Sukal Desa Belo laut dan Kolong air Telabik menunjukkan bahwa kedua lokasi telah tercemar Mikroplastik dengan Kadar Mikroplastik sebesar 80 Partikel di Sukal dan 42 Partikel di Telabik.
Jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah Fiber atau Benang kemudian jenis fragmen atau cuilan plastik dan film atau lembaran Plastik.
Perairan Bangka Barat telah tercemar mikroplastik, dari dua sumber air yang diambil sampelnya. Yaitu Sukal yang mewakili air sungai dan Telabik yang mewakili kolong air atau embung terdeteksi mikroplastik sebesar 40-82 partikel dalam 100 liter air.
Penelitian ini melanjutkan penelitian di Pulau Bangka pada maret 2021 di Sungai Baturusa, yang menemukan sebanyak 94 partikel mikroplastik dalam 100 liter air.
Timbunan sampah plastik ini karena paparan sinar matahari dan terkena air hujan maka akan terjadi proses fragmentasi, memecah plastik ukuran besar menjadi remahan atau serpihan plastik berukuran kecil yang disebut mikroplastik.
Mikroplastik di perairan akan mengikat logam berat dan polutan air seperti pestisida, detergen dan menjadi media tumbuh bakteri patogen. Mikroplastik dibuat dengan 1000 jenis bahan tambahan seperti phtalat, bhispenil A, pigmen warna dan senyawa lain yang termasuk dalam kategori senyawa pengganggu hormon atau endocrine disruption chemical compound.
“Dampak senyawa pengganggu hormon adalah merusak sistem hormon dalam metabolisme tubuh manusia seperti hormon pertumbuhan, hormon reproduksi dan menimbulkan kanker. Kontaminasi bahan plastik dalam makanan akan mendorong terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas sperma lelaki di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat,” papar pria kelahiran 24 Januari 1976 ini.
Mikroplastik sumbernya beragam. Bukan saja dari sampah plastik yang terbuang ke sungai, tetapi juga dari udara, pembakaran sampah menghasilkan mikroplastik. Padahal saat ini lebih dari 40% sampah di Indonesia dibakar.
Mikroplastik yang terbang akan jatuh ke bumi dan larut dalam air sungai melalui limpasan air hujan. Saat ini bisa dikatakan mikroplastik sudah mengepung kehidupan manusia.
Masuknya mikroplastik juga bisa berasal dari limbah cair domestik di permukiman penduduk. Karena saat ini minim penanganan limbah domestik oleh pemerintah maka mikroplastik akan makin mengkontaminasi sumber air minum.
Saat ini jumlah mikroplastik di air sungai di Pulau Jawa lebih banyak dibanding jumlah plankton. Sayangnya belum ada pemerintah daerah yang punya perhatian pada mikroplastik, padahal sudah diamanatkan oleh PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.