Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim Konferensi Para Pihak (UNFCCC COP, atau hanya COP) adalah konferensi iklim tahunan dunia untuk merundingkan rencana untuk mengatasi krisis iklim.
Pada pertemuan ke-27 berlangsung di Sharm el-Sheikh, Mesir yang pada 6 hingga 18 November2022 mencuat berbagai isu. Di antaranya isu yang dibahas adalah bagaimana membatasi kenaikan suhu rata-rata hingga 1,5 derajat Celcius. Masalahnya, target itu dikhawatirkan akan tergelincir.
Tanda-tanda bahwa target sulit dicapai sudah tampak pada pertemuan G20 di Indonesia pada Agustus 2022. Dalam pertemuan itu para menteri tidak dapat menyetujui komunike tentang perubahan iklim, karena Tiongkok dan India dilaporkan telah mempertanyakan kelayakan ilmiah dari ambang 1,5C.
Kepala iklim PBB Simon Stiell seperti dikutip dari https://www.bbc.com/news/science-environment-63617400 dan https://news.un.org/en/story/2022/11/1130242 mengakui bahwa terlalu banyak masalah yang belum terselesaikan.
Meskipun demikian dalam pembukaan COP27, Stiell berharap konferensi itu harus mengubah dunia untuk menghadapi tantangan terbesar umat manusia.
“Presiden, Perdana Menteri atau CEO akan dimintai pertanggungjawaban atas janji yang mereka buat tahun lalu di Glasgow. Karena kebijakan kami, bisnis kami, infrastruktur kami, tindakan kami, baik itu pribadi atau publik, harus selaras dengan Perjanjian Paris dan dengan Konvensi (Iklim PBB)”, ujar Stiell.
Dalam pakta iklim Glasgow pada 2021, semua negara sepakat untuk “menjaga 1,5C tetap hidup” dengan melakukan pengurangan “cepat, dalam dan berkelanjutan” dalam gas rumah kaca.
Stiell menyebut 29 negara kini telah mengajukan rencana iklim nasional yang diperketat sejak COP26. Sementara lima lagi menyusul sejak publikasi laporan Sintesis NDC UNFCCC beberapa minggu lalu.
“Saya melihat 170 negara yang akan meninjau kembali dan memperkuat janji nasional mereka tahun ini. Saya berharap pihak yang menghadiri pertemuan Glasgow tidak membatalkan janji mereka,” kata Stiell.
Kekhawatiran tidak dicapainya target 1,5 derajat Celcius dinyatakan mantan Presiden Irlandia Mary Robinson. Dia merupakan ketua kelompok sesepuh dari mantan pemimpin politik, telah merilis sebuah pernyataan dengan sekitar 200 bisnis terbesar di dunia dan kelompok masyarakat sipil yang mendesak pemerintah untuk menyelaraskan target nasional mereka dengan 1.5C.
Robinson mengkritik negara-negara terkaya di dunia karena gagal memenuhi komitmen iklim mereka, terutama dari negara-negara G20. “Faktanya separuh pemimpin tidak ada di sini,” imbuhnya seperti dikutip dari https://www.independent.ie/news/environment/mary-robinson-criticises-us-lack-of-leadership-and-says-rich-nations-must-step-up-on-climate-42139009.html
Dia menyorot para pemimpin Tiongkok, India, Rusia, Brazil dan AS tidak hadir pada segmen pemimpin dunia yang membuka KTT tersebut. Presiden AS Joe Biden tetap tinggal untuk menangani pemilihan paruh waktu di rumah dan sebagai gantinya datang sebentar pada 4 November 2022.
“Amerika Serikat belum cukup meningkatkan pendanaan iklim dan tentu saja belum cukup meningkatkan pengurangan emisi,” tudingnya.
Dia mengatakan dia khawatir janji Perjanjian Paris 2015 untuk mengambil tindakan menghentikan kenaikan suhu global melebihi 1,5 derajat telah ditinggalkan.
“Kami memiliki, bukan target, tetapi batas, batas ilmiah dari dunia yang dapat ditinggali dan oleh karena itu kami harus mematuhinya,” katanya.
Robinson mengaresiasi masuknya dana kerugian dan kerusakan untuk negara-negara yang rusak akibat iklim dalam agenda COP untuk pertama kalinya tetapi mengatakan harus ada tindakan nyata saat KTT berakhir.
“Sebanyak USD1,8 triliun telah dihabiskan untuk mensubsidi bahan bakar fosil dan sektor emisi tinggi lainnya untuk mendukung apa yang menghancurkan kita. Ini konyol, benar-benar konyol,” pungkasnya.
Kepresidenan Mesir sedang berjuang untuk menemukan titik temu antara yang kaya dan yang miskin, dan beberapa delegasi khawatir fokus pada 1.5C dapat dilunakkan untuk menemukan kesepakatan.
Batasan itu penting karena para ilmuwan iklim mengatakan kenaikan suhu harus melambat jika kita ingin menghindari konsekuensi terburuk dari perubahan iklim. Mereka mengatakan pemanasan global harus dijaga hingga 1,5C pada 2100.
Kekhawatiran atas 1,5C juga telah mendorong pernyataan yang luar biasa kuat dari kelompok Negara-negara Tertinggal (LDC) dalam pembicaraan tersebut.
Ketua LDC Madeleine Diouf Sarr dari Senegal mewakili 46 negara yang paling rentan terhadap dampak kenaikan suhu, mereka dengan tegas menentang pengurangan komitmen utama ini.
“COP27 harus mengirimkan sinyal politik yang kuat dan menunjukkan bahwa dunia bersatu dalam memerangi perubahan iklim,” kata Madeleine.
Dia bekeras pada COP27, tujuan 1,5C harus tetap terjangkau dengan memiliki komitmen kuat untuk mengurangi separuh emisi pada 2030.
Ada banyak masalah luar biasa lainnya yang akan dibahas oleh para menteri dan pejabat mereka selama beberapa hari ke depan termasuk uang untuk membantu negara beradaptasi dengan kenaikan suhu.