Tanpa tambahan proyek yang belum tentu selaras dengan pelestarian lingkungan, pendakian Gunung Rinjani lebih berdampak langsung pada masyarakat

Koridor.co.id

Ilustrasi-Foto: Shutterstock.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) Amri Nuryadi menyarankan agar pemerintah dalam hal ini Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) memfokuskan diri menata dan menjaga kelestarian lingkungan Gunung Rinjani. Hal itu lebih penting daripada membuat proyek yang belum tentu bermanfaat bagi masyarakat. Apalagi sejak 2016 Unesco sudah menetapkan Rinjani sebagai kawasan Geopark Dunia.

Di antara proyek nasional yang dimaksud adalah pembangunan kereta gantung menuju Taman Wisata Gunung Rinjani (TNGR) dari kawasan Desa Karangsidmen, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat akan dimulai pada akhir tahun ini. Proses akan diawali dengan peletakan batu pertama atau groundbreaking tepat pada peringatan hari jadi Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Padahal Kepala  Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Dedy Asriandy beberapa waktu lalu menyampaikan perputaran uang dari aktivitas pendakian Rinjani sejak 2021 hingga Juli 2022 diperkirakan mencapai Rp41,37 miliar.

Pada periode Januari-31 Juli 2022, diperkirakan pendapatan TO sebesar Rp10,61 miliar, pemandu wisata Rp1,18 miliar, pramubarang Rp3,15 miliar rupiah, penyedia makanan minuman Rp3,53 miliar, jasa transportasi Rp1,10 miliar, karcis asuransi Rp226,54 miliar dan PNBP sebesar Rp1,36 miliar.

“Itu tandanya dengan aktivitas pendakian konvensional, lebih memberikan dampak sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat. Sedangkan proyek kereta gantung sebaiknya harus dikaji dulu manfaat dari segi ekonomi, kelayakan keamanan, analisis dampak lingkungan,” tutur Amri Nuryadi ketika dihubungi Koridor, 1 Desember 2022.

Amri menyampaikan, Walhi tidak menolak pembangunan namun hendaknya setiap proyek memerlukan kajian mendalam, apalagi kerusakan hutan di NTB saat ini sudah mencapai 60 persen dari 1,1 juta hektare. Apalagi saat ini berapa proyek strategis nasional di kawasan hutan, seperti ditambah kereta gantung. “Jadi proyek ini untuk kepentingan masyarakat atau investor?”

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani mengungkapkan sejak Januari hingga Juli 2022 sampah di Gunung Rinjani mencapai 5,4 ton. Kepala Subagian Tata Usaha BTNGR, Dwi Pangestu mengatakan setiap tahun jumlah sampah ini kian meningkat seiring meningkatnya jumlah pendakian ke Gunung Rinjani.

Sampah yang dibawa turun, lebih banyak didominasi oleh para pendaki hampir 90 persen. Dia menuturkan pihaknya memberi sanksi bagi pendaki yang tidak membawa turun sampahnya akan dikenakan blacklist oleh pihak BTNGR.

Untungnya jumlah sampah yang dibawa turun oleh pendaki mengalami peningkatan, yaitu sebesar 4,4 ton dari jumlah sampah yang dihasilkan. Namun sampah itu juga termasuk dalam kegiatan clean up yang mereka lakukan.

BTNGR juga mengungkapkan sampah Rinjani periode 2017-2020 mencapai 23,6 ton. Itu rata-rata per tahun sekitar 5 ton.

Jumlah sampah yang  tidak dibawa turun mash cukup besar hampir setiap tahun. Pada 7-9 Juli  2001 Agen Tour and Travel Green Rinjani bersama pembuat film asal Prancis, Benjamin Ortega melakukan kegiatan bersih-bersih sampah dan membawa turun sampah sebanyak 1,6 ton yang berserakan di sana.

Sedangkan pada Januari hingga September 2022  terjadi sebanyak 38 kali kegiatan pembersihan di jalur pendakian TNGR terdata sebanyak 606,10 kg total sampah yang berhasil dibawa turun.

Walhi NTB mengusulkan agar regulasi untuk pendakian diperkuat di antaranya melibatkan masyarakat untuk ikut menjaga kelestarian lingkungan. Begitu juga dengan kearifan lokal seperti menghidupkan kembali Piagam Rinjani yang menyertakan Ketua Adat dan Tokoh Agama.

Dalam Piagam Rinjani yang dideklarasikan pada 2005 tersebut ada salah satu poin yang menyatakan bahwa kawasan Rinjani merupakan Tri Karya Atmaja Nira yang diakui dan dihormati sebagai sumber inspirasi, simbol penyatuan dan keharmonisan.

Artikel Terkait

Terkini