Tanah secara alami menyerap karbon. Sayangnya pertanian mengalami defisit besar

Koridor.co.id

Ilustrasi-Foto: Shutterstock.

Negara yang mempunyai lahan pertanian yang sangat luas seperti Amerika Serikat  â€” mencakup lebih dari 900 juta acre  atau sekitar 40% dari luas daratan negara itu memberikan dampak bagi pelepasan karbon.

World Resources Institute, organisasi nirlaba riset global yang memfokuskan diri pada bidang iklim, energi, pangan menyarankan untuk mengatasi hal itu menanam tanaman penutup tanah saat lahan kosong dapat memperpanjang fotosintesis sepanjang tahun.

Sektor pertanian menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) anthropogenik dalam pemanasan global sebesar 20%, dan sebesar 90% berasal dari pertanian daerah tropik. Indonesia sebagai negara berkembang di daerah tropik sudah menjadi salah satu pemasok GRK terbesar didunia setelah Amerika dan Tiongkok.

Besarnya kehilangan gas CO2 dari sektor pertanian disebabkan oleh cara cara praktik budidaya pertanian yang tidak berkelanjutan. Contoh budidaya pertanian yang mamacu emisi GRK adalah pembakaran lahan dan pembajakan tanah.

Dalam makalah di situs https://fp.unila.ac.id/en/pertanian-pemanasan-global-dan-mitigasi-gas-rumah-kaca/  Pembakaran lahan bukan hanya menghasilkan GRK, tetapi juga merusak tanah. Pembajakan lahan disamping merusak agregasi tanah sehingga partikel-partikel tanah menjadi lepas dan karbon tanah hilang terbawa erosi, juga memacu oksidasi bahan organik tanah yang berakibat pada peningkatan emisi gas CO2 dan menurunnya cadangan karbon tanah.

Oleh karena itu diperlukan adanya mitigasi GRK melalui manajemen lahan berkelanjutan yang bukan hanya mampu meningkatkan penyerapan karbon, tetapi juga dapat mengurangi emisi gas CO2 dari sektor pertanian

WRI menganjurkan pengelola pertanian dapat menggunakan kompos dapat meningkatkan hasil sekaligus menyimpan kandungan karbon kompos di dalam tanah;.

Saat ini menurut WRI seperti yang dikutip dari https://cleantechnica.com/2023/03/19/6-ways-to-remove-carbon-pollution-from-the-atmosphere/  para ilmuwan sedang mengembangkan tanaman dengan akar yang lebih dalam, membuatnya lebih tahan terhadap kekeringan sambil menyimpan karbon tambahan ke dalam tanah.

Sebab menurut mereka banyak praktik yang meningkatkan karbon tanah juga meningkatkan kesehatan tanah dan dapat membuat sistem pertanian lebih tahan terhadap perubahan iklim.

Sayangnya bagi mereka  mengelola tanah untuk karbon dalam skala besar adalah proposisi yang rumit. Sistem alami secara inheren bervariasi, dan itu menjadikannya tantangan nyata untuk memprediksi, mengukur, dan memantau manfaat karbon jangka panjang dari praktik apa pun di lahan tertentu.

Diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami bagaimana praktik ini memengaruhi penyerapan karbon di berbagai jenis tanah dan iklim yang berbeda, dan berapa lama karbon tetap tersimpan.

Kemanjuran beberapa praktik penyerapan karbon tanah — seperti tanaman penutup dan pengelolaan penggembalaan — juga menjadi bahan perdebatan ilmiah yang berkelanjutan. Selanjutnya, perubahan kondisi atau praktik manajemen dari tahun ke tahun dapat menghapus keuntungan sebelumnya.

Praktik pertanian cerdas iklim perlu diadopsi di lahan pertanian yang luas untuk menghilangkan karbon dalam jumlah signifikan, pemerintah dan sistem pasar perlu memberi insentif kepada pemilik tanah untuk menerapkan langkah-langkah ini.

Selain itu penghapusan dan penyimpanan karbon biomassa (BiCRS) juga mencakup berbagai proses yang menggunakan biomassa dari tumbuhan atau ganggang untuk menghilangkan karbon dioksida dari udara dan kemudian menyimpannya untuk jangka waktu yang lama. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan karbon tanaman di luar siklus hidup alaminya.

Sementara pohon menghilangkan dan menyimpan karbon hanya sampai mereka mati dan membusuk, penghilangan dan penyimpanan karbon biomassa bertujuan untuk menyerap CO2 yang ditangkap oleh tanaman secara lebih permanen.

Ada banyak metode berbeda untuk menghilangkan karbon menggunakan biomassa. Ini termasuk pembuatan biochar, yang dibuat dengan memanaskan biomassa di lingkungan rendah oksigen untuk menghasilkan aditif tanah seperti arang yang menyerap karbon dan bio-oil, yang menggunakan proses serupa untuk menghasilkan cairan yang disuntikkan ke bawah tanah  ((Irvan Sjafari).  Bagian kedua dari tiga tulisan

Artikel Terkait

Terkini