Sepanjang Januari – Juli 2022 konflik warga dan harimau di Sumatera kembali merebak. Apa penyebabnya?

Koridor.co.id

Harimau Sumatera dalam kandang BKSDA Aceh (Foto: Dokumentasi BKSDA Aceh)

Warga beberapa desa di dua daerah di Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara sedang resah. Apalagi kalau bukan karena Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang beberapa kali bertandang memasuki permukiman penduduk.

Jumat petang, 15 Juli 2022 seekor Harimau Sumatera berukuran dewasa memangsa dua ekor kambing milik warga Desa Batu Itam, Kecamatan Tapaktuan. Harimau itu tidak gentar menyerang kandang kambing yang terletak di belakang sebuah sekolah dasar. 

Pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NAD segera bertindak dengan memasang perangkap. Hasilnya seekor harimau tertangkap pada 25 Juli 2022 pagi hari.  Dalam keterangan Kepala BKSD Provinsi NAD Agus Arianto mengakui konflik Harimau Sumatera dan warga sudah menimbulkan keresahan hingga 25 Juli sebanyak sembilan ekor kambing dimangsa.

Serangan harimau di Aceh Selatan juga terjadi pada 21 Mei 2022 di Desa Selekat, Kecamatan Bakongan Timur. Seorang petani cabai bernama Muhajir 42 tahun berhasil menyelamatkan diri dari serangan harimau walau menderita luka di kaki kanannya.

Pada 8 Februari 2022. Amrimus, 67 tahun juga warga desa itu berkelahi dengan harimau ketika sedang memanen sawit. Petani itu luka, tetapi berhasil memukul harimau itu dengan alat panen sawit, hingga harimau itu lari.

Menurut Agus Arianto ada beberapa faktor yang membuat interaksi negatif antara harimau dengan manusia. Pertama, kadangkala harimau itu kalau sedang melatih anaknya masuk ke wilayah yang memang berbatasan dengan wilayah aktivitas masyarakat. Harimau melatih anaknya untuk memudahkan perburuan.

“Selain iu terkait dengan pengembalaan di Aceh, hampir sebagian besar tidak terkontrol dan dilepasliarkan begitu saja.  Satwa ternak menjadi sasaran empuk bagi harimau untuk melatih anaknya,” ujar Agus ketika dihubungi Koridor,  28 Juli 2022.

Pihak BKSDA NAD meminta warga untuk tidak bertindak sendiri memasang jerat, sebab malah akan mempertajam konflik harimau dan manusia. Harimau yang terluka membuat aktivitasnya terbatas dan mencari sasaran yang mudah, yaitu satwa ternak.

Kasus kematian tiga ekor harimau mati di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, seputar perkebunan sawit dalam April 2022 disebabkan jeratan kawat perangkap babi. Tragisnya ketiga harimau yang mati adalah satu keluarga; jantan, betina dan anaknya. 

Faktor lain kerusakan habitatnya, perambahan hutan. Agus juga meminta rusa dan babi hutan di dalam yang menjadi habitat harimau untuk tidak diburu, sebab itu makanannya.

Konflik di Sumut hingga Jambi

Harimau juga dilaporkan menampakkan diri di area perkebunan di Desa Pagur, Kecamatan Penyabungan Timur, Kabupaten Mandailing Natal selama tiga kali pada 27 Juni, 6 Juli dan 14 Juli.  Munculnya raja hutan ini membuat warga yang mayoritas petani gentar ke kebun.

Kasi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat, KPH VIII Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Zulham Afandi mengungkapkan berdasarkan pantauan dari camera trap dan tim lapangan memang ada satu keluarga harimau; seekor jantan, seekor betina hingga seekor anak berkeliaran di hutan di sekitar desa. Untuk itu dia meminta warga untuk sementara mengurangi aktivitas ke hutan.

Zulham mengakui kedatangan harimau mungkin karena sebab klasik: areal lahan hutan di wilayah Aek Gorsing Desa Pagur telah berkurang, karena peralihan fungsi menjadi lahan perkebunan.

Kabupatan Mandailing Natal bukan satu-satunya yang mendapatkan serangan harimau.

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat pada Maret-April harimau meneror warga Dusun Puskopad, Desa Sei Serdang, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat pada 22 Maret dengan ditemukan bangkai ternak pemeliharaan warga.

Balai Besar KSDA Sumatera Utara bersama lembaga mitra kerja sama Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) segera melakukan penanganan dengan memantau lokasi kejadian. Pada Minggu, 3 April 2022, hewan ternak peliharaan warga kembali dimangsa harimau di areal PT. PTSI Dusun Puskopad, Desa Sei Serdang, Kecamatan Batang Serangan KSDAE.

Masih di Kabupaten Langkat, awal  Februari 2022, warga Dusun Batu Katak, Desa Batu Jongjong, Kecamatan Bahorok dibuat resah dengan munculnya Harimau Sumatera memangsa hewan ternak peliharaan warga.

Pada 24 April 2022 Dokter hewan Anhar Lubis diterkam harimau di kawasan Desa Batu Godang, Kecamatan Angkola Sangkunur, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Harimau itu awalnya hendak dievakuasi akibat terkena jeratan.

Namun ketika ditembak obat bius, harimau itu lepas dari jerat dan menerkam Anhar hingga mendapat sejumlah luka di badannya akibat serangan harimau itu dan harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Metta Medika Kota Padang Sidempuan.

Provinsi Jambi juga mengalami serangan harimau pada 2022, khususnya di Kabupaten Muaro Jambi pada Januari di Desa Seponjen dan Sogo di Kecamatan Kumpeh, di mana dua ekor harimau dilaporkan berkeliaran di perkebunan dan di belakang sebuah perusahaan.

Pada 19 April 2022, serangan harimau di kawasan lahan PT Putraduta Indah Wood di Kecamatan Kumpeh Ilir, Muaro Jumbo, Jambi  dilaporkan telah menewaskan seorang pekerja kontraktor.  Pada hari yang sama Bima Mubarok, warga Tanjungduren, Kecamatan Danauteluk, Kota Jambi tewas diserang harimau.  Pada 25 Maret seorang pekerja asal Riau juga tewas di kabupaten ini.

Menurut riset yang dilakukan Koridor, merosotnya jumlah hutan terjadi hampir di seluruh daerah Sumatera. Majalah Rimba Indonesia edisi Januari dan Februari 1954 melaporkan jumlah hutan di Sumatera seluas 29.240 ribu hektare merosot menjadi 16.323 hektare pada 2017 menurut data dari Forest Watch Indonesia. Penurunan tutupan hutan ini sudah mencapai nyaris 50 persen. 

Hal ini juga terjadi Jawa/Madura dan Kalimantan (Lihat Tabel). Hanya dampaknya berbeda-beda. Kalau di Sumatera pengurangan hutan menyebabkan konflik manusia dengan harimau dan gajah, sementara di Kalimantan membuat orangutan berkunjung ke perkebunan kelapa sawit, sementara kera-kera di beberapa daerah di Pulau Jawa datang ke pemukiman penduduk mencari makan.

Artikel Terkait

Terkini