Sejumlah warga Jerman menggugat pemerintah karena polusi udara. Class action diajukan demi masa depan anak-anak

Koridor.co.id

Ilustrasi-Foto: Shutterstock.

Kesabaran Volker Becker-Battaglia habis.  Warga Kota Munich ini marah karena setiap hari sekitar 150 ribu mobil lalu lalang di depan rumahnya. Mobil ini menyebabkan polusi udara  yang ditudingnya sebagai pembunuh.   

“Kami punya hak untuk menghirup udara bersih dan sehat dilanggar, dan pemerintah gagal melindungi kesehatan mereka,” ujar Volker kepada BBC, 26 September 2022, seperti dikutip dari  https://www.bbc.com/news/science-environment-63012180 .

Volker salah seorang dari  sekelompok penduduk Jerman, yang menuntut pemerintah mereka atas tingkat polusi udara yang dirasa berbahaya bagi kehidupan. Terutama bagi nasib anak-cucu mereka.

Kelompok ini menilai tingkat polusi udara Jerman seringkali jauh melebihi batas toleransi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Secara global, polusi udara dikaitkan dengan tujuh juta kematian dini per tahun.

Aksi Volker dkk ini pertama kalinya individu di Jerman mengambil tindakan seperti itu dengan mengutip undang-undang hak asasi manusia.

Pengacara top Uni Eropa

Kasus ini muncul setelah salah seorang pengacara top Uni Eropa untuk Pengadilan Eropa, pada Mei 2022, menyampaikan bahwa warga negara bisa melakukan tuntutan hukum, class action, dan mencoba memenangkan kompensasi, terkait lingkungan hidup yang tercemar.

Kelompok ini terdiri atas tujuh penuntut. Termasuk orang tua yang bertindak atas nama anak-anak, mengatakan kesehatan mereka terancam. Mereka menuding politisi gagal melindungi warganegaranya. Beberapa dari mereka menderita asma.

Para penuntut ini tinggal di Berlin, Munich, Frankfurt dan Dusseldorf – empat dari tujuh kota terbesar di Jerman. Mereka mengklaim menghirup udara dengan konsentrasi polusi empat hingga lima kali lebih tinggi dari batas yang dapat diterima WHO.

Penggugat lainnya, Constanze, dari Düsseldorf, mengatakan mengambil bagian dalam kasus untuk kedua anaknya. “Saya ingin anak-anak tumbuh sehat dan tidak terdampak polusi selama sisa hidup mereka.”

Tingkat polusi udara Jerman sejalan dengan undang-undang negara itu, tetapi penggugat mengatakan undang-undang tersebut harus diubah untuk mencerminkan konsensus ilmiah yang berkembang.

WHO memangkas batas yang direkomendasikan pada  2021, karena lebih banyak bukti tersedia tentang bahaya udara beracun. 

Sekitar satu dari 10 kasus penyakit ini dikaitkan dengan polusi udara.  Penelitian  anyar menunjukkan bagaimana menghirup asap mobil dapat menyebabkan kanker paru-paru dengan membangkitkan sel-sel yang tidak aktif.

Badan Lingkungan Jerman mengatakan bahwa negara bagian bertanggung jawab untuk menilai kualitas udara, dan mengambil tindakan jika batas dilanggar.

Sementara Badan Lingkungan Eropa, seperti dikutip dari https://www.duh.de/englisch/legal-action-for-a-sound-national-air-pollution-control-programme/ mengungkapkan  sekitar 60.000 orang di Jerman meninggal sebelum waktunya pada 2016 dari efek partikel (PM2.5) dan sekitar 12.000 dari efek nitrogen dioksida (NO2).  

Lembaga ini  juga memperkirakan bahwa lebih dari 400.000 kematian dini terjadi di Eropa setiap tahun karena penyakit yang disebabkan oleh partikel saja.

Untuk mengurangi emisi polutan  Uni Eropa menyepakati target pengurangan spesifik yang mengikat untuk setiap Negara Anggota. Dalam program pengendalian polusi udara nasional (NAPCP), pemerintah menetapkan langkah-langkah untuk mencapai komitmen pengurangan yang ditetapkan dalam Arahan Plafon Emisi Nasional (Petunjuk NEC).

NEC bertujuan untuk emisi nasional dari polutan udara tertentu. Ini  regulasi penting yang ditetapkan untuk mengurangi separuh dampak kesehatan dari polusi udara di UE pada tahun 2030, memotong kematian dini terkait udara kotor hingga lebih dari 50 persen.

Pengadilan Jerman dapat memaksa pemerintah mengambil tindakan untuk menguranginya. Kasus ini didukung oleh organisasi lingkungan ClientEarth dan Deutsche Umwelthilfe.

Pengacara hak asasi manusia dengan ClientEarth, Irmina Kotiuk menyampaikan perlindungan dari polusi udara adalah masalah hak asasi manusia.

“Banyak orang mulai memahami betapa kehidupan mereka dan kehidupan anak-anak mereka dapat meningkat jika pemerintah mulai menerapkan kontrol yang lebih baik,” ungkapnya. 

Jerman dapat bertindak sebagai pemimpin dalam meningkatkan polusi udara, mendorong negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama, sarannya.

Para penggugat  mendesak pemerintah Jerman mengedukasi masyarakat tentang tingkat polusi udara yang berbahaya berdasarkan saran WHO.

Kasus ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi Jerman yang melindungi hak asasi warga negara. Para penggugat tidak menuntut kompensasi finansial, tetapi meminta pemerintah mengambil tindakan tegas.

Class Action warga Jakarta

Sebagai catatan class action juga pernah diajukan warga Jakarta terhadap memburuknya kualitas udara di Jakarta pada 2019. Lebih dari 30 warga DKI Jakarta dan mendapat dukungan dari seribu orang lainnya melayangkan gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) kepada sejumlah lembaga pemerintahan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan untuk menuntut hak mendapatkan udara bersih diajukan terhadap tujuh tergugat. Mereka adalah Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta. Turut tergugat Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.

Pada September 2021 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan warga negara soal polusi udara di Jakarta itu. Lima pejabat negara divonis bersalah atas pencemaran udara di Ibu Kota, yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Di antara lembaga tersebut hanya Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang tidak mengajukan banding.

Pada September 2022, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan dokumen Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU), sebagai tindak lanjut dari amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 16 September 2021, yang mengabulkan gugatan warga tentang polusi udara.

Dokumen ini secara komprehensif berisi strategi dan rencana aksi untuk menanggulangi dampak pencemaran udara akan menjadi panduan bagi Pemprov DKI Jakarta hingga 2030.

Artikel Terkait

Terkini